Tulisanku

Rabu, 12 September 2012

The GRON: The Creator of Dreams


                                                           THE GRON
                Devan tertegun. Kabar yang baru saja ia terima telah meruntuhkan kesadarnnya. Kenyataan buruk. Kenyataan pahit. Bahwa kekasih yang sangat dicintainya ternyata meninggal saat akan menemuinya. Ya, hari ini Devan ada janji kencan dengan vanya, gadis mungil yang sangat ia kasihi. Sudah tiga tahun mereka menjalin hubungan dan keduanya berencana menikah saat Devan menyelesaikan S1 Teknik Komputernya. Namun manusia memang hanya bisa berencana, tapi kenyataan adalah jalan Tuhan.
                “ Mungkin aku hanya bermimpi”, ucapnya sambil berusaha menggerakan kakinya menuju westafel di ruang makan. Kakinya begitu lunglai. Dibasuhnya muka dengan pelan berusaha mengusir kenyataan. Tapi tba-tiba tangisnya terurai. Tak apa, untuk kali ini saja! Jerit hatinya.
                Kring!
Kring!
Telepon rumanya bordering memecah kesenyapan. Devan beranjak meraihnya. Ia menyandarkan badannya di dinding.
“Halo?”, Devan memulai. Lama ia terdiam seperti mendengarkan lawan bicaranya di telepon.
“Baik, saya kesana sekarang”, lalu menutup telepon dan meraih jaket yang disampirkan di atas sofa di sampingnya. Ia pun berlalu keluar rumah dengan mobil Honda CR-Vnya yang dipacu dengan kesetanan.
Rupanya Devan menuju rumah sakit tempat Vanya dirawat. Di sana sudah adaTante Vivian dan Om Danu, kedua orang tua vanya. Tante Vivian menyandar sambil mennagis di bahu suaminya. Tissue yang ia pegang sudah tak mampu mebendung tangis yang keluar dari matanya.
“Tante, mana vanya?”, Devan berlutut di hadapan kedua orang tua vanya.
“Dia masih di ruang oprasi Van, tante belum tau kabar apa pun, dari tadi dokter belum keluar”, wanita paruh baya itu menjawab di sela tangisnya.
”Sabar mah, kita harus berdoa biar oprasinya ancar”, Om Danu menabahkan istrinya dan mengusap-usap kepalanya dengan sayang.
Devan tak tahu harus berbuat apa. Ia pun tak kuasa untuk mennagis. Ruang oprasi masih tertutup rapat. Ia geilisah. Sebuah pikiran buruk menyeruak dalam otaknya. Bagaimana jika vanya tak selamat? Bagaimana jika oprasinya gagal? Pertanyaan-pertanyaan itu tiba tiba bermunculan. Seolah menakutinya.  Tidak! Vanya harus selamat. Jerit bathinnya menghalau rasa takut.
Kini, di sinilah Devan menatap sebuah alat yang baru saja selesai ia ciptakan. Alat itu berbentuk seperti balok besar dengan tutup yang cembung  seperti kaca tebal yang transparan di atasnya. Ukurannya hanya 2x1 meter saja.  Ada tulisan on-off dan in-out di tepi kiri balok besar itu. The Gron! Itulah nama balok besar yang terbuat dari lapisan besi dan baja yang kini ada dihadapan Devan.
Klik!
Devan menekan tombol hijau bertulisan in yang tercetak jelas dengan warna putih. Lalu terbukalah tutup the Gron dengan membelah hingga menampakan apa yang ada di dalamnya. Ada sebuah lapisan berwara putih yang serupa dengan kasur pegas dan bantal dengan warna serupa hanya saja bantal tersebut melengkung ke dalam persis penyangga kepala. Itu yang Devan sebut fowel yang ukurannya 40x25cm.
Devan menelentangkan badannya di atas the Gron dan meletakkan kepalanya pada fowel. Dan secara otomatis saat kepala pria itu menyentuh fowel, sebuah kaca bergerak melengkung dari sisi kanan fowel dan krep! Tersambung ke sisi kiri fowel.  Tanpa menunggu lama, tutup the Gron pun turut menutup seperti semula.
“kamu lagi apa beph?”, vanya datang dari arah dapur rumah Devan dengan membawa secangkir the hangat. Gadis itu lalu duduk di samping Devan sambil menyandarkan kepalanya dengan manja.
“Nih kamu liat, aku lagi buat desighn rumah kita. Katanya kamu mau buat rumah hitam putih kaya dadu”, ujar devan sambil menggeser laptop yang dipegangnya kea rah vanya. Tampak dilayar sebuah desighn rumah hitam putih tipe 46 dengan desighn minimalis.
“ha ha ha.. ko jadi kaya papan catur sih dindingnya?”, Vanya tertawa melihat desgh di hadapannya. “Ih ga jadi ah pengen kaya rumah di film Dalmatians aja Cuma bintik-bintik item putih”, lanjut gadis itu lagi.
“Ya udah, nanti aku ubah warnanya”, Devan mengacak rambut kekasihnya denga lembut seperti kebiasaannya. Keduanya pun tertawa bersama dan berpelukan erat seperti takut terpisahkan. Tiba-tiba suasana pun menjadi hening. Sepi. Hanya penuh dengan perasaan keduanya.
“Beph”, vanya melepaskan diri dari pelukan devan dan menatap matanya. “aku takut kalo kita pisah”, ujarnya tanpa melepaskan pandangan.
“Hus, kamu ga boleh ngomong gitu”, Devan memegang kedua bahu vanya. Di balasnya tatapan gadis itu dengan tatapan penuh sayang. “jangan mikir yang engga-engga. Kita ga bakal pisah. Kamu jangan kwatir ya”, ia menenangkan gadis didepannya. Lalu mendekapnya kembali dalam pelukan hangat.
“aku sayang banget sama kamu”, ujar devan seraya mengecup kening vanya dengan lembut.
The Gron terbuka. Devan bangun namun tak langsung turun. Ia masih tertegun, mengingat mimpinya bersama vanya yang baru saja berakhir. Ya, ternyata timernya sudah habis. Ia memprogram The Gron hanya untuk satu jam saja.
Itulah The Gron. Mesin pencipta mimpi yang baru saja diselesaikan oleh Devan. Hanya dengan memasukan data-data ke dalam computer raksasa, maka mimpi pun akan sesuai dengan keiginan siapa pun yang menggunakan the gron.
Setelah vanya meninggal 4 tahun lalu karena oprasinya yang gagal, devan menjadi kehilangan arah dan tujuan hidup, untung masih ada augie yang masih setia menjadi temannya dan berusaha memulihkan devan yang kian kacau. Kesadaranya seolah menguap bersam akepergian kekasihnya. Hanya dalam mimpilah mereka bisa berjumpa hingga devan memutuskan untuk membuat the gron. Mesin pembuat mimpi. Baru setelah empat tahun, the gron pun bis atercipta dan berfungsi. Devan memasukan semua data yang ada di dunia, mulai dari tempat wisata, Negara neragara dunia dan semua yang berkaitan dengan manusia. Mesin ini pun bisa di seting dengan timer baerapa lama mereka ingin bermimpi.
Semua kode genetic manusia berhasil ia dapatkan dengan satelit mininya yang entah bagaimana kecerdasaan pria itu hingga mampu memiliki data semua pendududk dunia dengan alatnya yang canggih berbentuk segi tiga yang mengeluarkan cahaya dan menyentuh lapisan ozon. Ia memanfaatkan lingkaran ozon untuk menyokong alatnya hingga mampu mendeteksi denyut jantung tiap manusia dan mengurai dalam komputernya. Computer ini di setting untuk memdapatkan informasi secara otomatis hingga saat ada bayi lahir atau orang yang meninggal maka akan tercatatat dalam computer Devan. Produk mimpi ini mampu menyentuh semua manusia Tek terkecuali orang yang telah meninnggal namun ini terbatas karena devan menggunakan prosesor seperti penyadap mimpi manusia hingga dalam computer raksasanya semua nama tercantum lengkap dengan kode genetikknya.
“sayang, kini aku bisa bertemu denganmu setiap saat aku rindu”, ucap devan lembut. Lalu ia pun turun dari the gron.
“Van, lo dimana?”, suara augie terdengar dari handphon devan.
“kaya biasa”, jawab devan.
“oh, kalo gitu gue kesana deh”, ujar augi dari sebrang.
“oke, gue tunggu”, balas devan dan menutup teleponnya.
Augie menndukung apa pun yang dilakukan devan. Ia tau sahabatnya itu sangat mencintai vanya. Hingga saat devan menceritakan niatnya untuk membuat the gron empat tahun lalu, augie hanya mengiyakan saja sekaipun awalnya ia sedikit ragu dengan niat sahabatnya. Namun seiring waktu, melihat perkembangan alat-alat yang dibuat Dean, augie turut optimis dengan rencana sahabatnya. Ya, ia sangat tau bagaimana cerdasnya otak devan.
 ####
President Pun Bermimpi
                Devan tak menyangka kalau alatnya ini disetujui oleh presiden. Ia masih ingat minggu lalu saat bertemu dengan presiden juga banyak menteri dan memresetasikan the gron di depan para petinggi Negara itu.
 “ The gron ini alat pembuat mimpi, hanya dengan mencantumkan atau memasukan data yang diinginkan seperti pak menteri ingin mertemu dengan siapa atau bermimpi seperti apa, maka dengan the gron semuanya bisa terwujud dalam mimpi. Anada tidak perlu sibuk sibuk mencatat secara manual, hanya dengan menceritakan di depan microminiphon  yang saya miliki maka anda bebas membuat alur mimpi anda sendiri dan berapa lama anda ingin bermimpi karena saya sudah memprogramnya………”, ujar Dean panjang lebar saat itu.
                “apakah alat ini aman? Ya saya takut jika saat saya bangun tiba-tiba kesadaran saya hilang atau apalah begitu”, Tanya menteri kesehatan .
                Devan tersenyum lalu menjelaskan bahwa alat itu aman dan kalau pun ada kesalahan hanya 0,001 saja mengenai mimpi. Namun ini tak akan mempengaruhi apa pun dalam kondisi pikiran manusia. Saat itu semua orang berdecak kagum dan mengbaikan foto the gron yang ada dalam tayangan slide karena devan tak bisa membawa the gron secara langsung.
“Jika di antara bapa-bapa ada yang belum percaya, atau sangsi dengann the gron the creat of dreams, silahkan datang saja ke rumah saya di jalan dago, Bandung. Saya akn membuktikan dan menunjukan sendiri cara kerja alat ini”. Ujar Devan meyakinkan.
Keesokan harinya president bersama menteri pertahanaan dan perekonomian pun bertandang ke rumah Devan dengan dikawal secara ketat. Bahkan yang lucu untuk Dean, tim penjinak bom pun datang. Terserah sajalah, piker devan. Dan kejadian ini pun mengundang rasa penasaran masyarakat di dekitar rumah devan hingga berkerumun di sekitar ruma devan yang ketat dengan penjagaan.
“Saya ingin bermimpi menjadi presiden yang mampu mensejahterakan Negara saya. Tak ada kerusuhan, rakyatnya makmur, dan saya ingin memimpikan sedang memberikan sumbangan yang banyak bagi rakyat-rakyat saya”, ujer presiden depan microminiphon berbentuk segiempat seperti intercom.
Devan membuka the gron lalu presiden pun masuk dan mulai bermimpi. Devan hanya memprogram mimpi presiden tersebut dalam waktu 10 menit saja. Karena ia tahu jika waktu presiden berharga.
Di ruangan itu, beberapa polisi dan anggota keamanan presoden tampak hara-harap cemas menanti. Mereka memandang devan dengan sinis. Entak karena apa.
“Tolong jangan ada yang menyentuh alat-alat yang ada di ruangan ini”, Devan member peringatan.
Sepuluh menit pun berlalu dan the gron otomatis terbuka. Residen bangun denga wajah sumringah. Ia berjalan mendekati devan dan menepuk bahunya.
“kerja bagus sodara Devan. Alat anda memang sangat canggih. Pemikiran dan kerja yang cerdas. Semuanya seolah sangat nyata dalam mimpi saya dan saya pun merasa sangat nyaman”, Presiden terus saja memuji kerja devan dan the gron.
Semua yang mendnegar itu pun kini mengubah raut muka mereka lebih ramah pada devan. Mentreti menyalami devan dan turut memuji devan. Dan keduanya pun bergantian mencoba the gron.
Dua bulan berlalu. Devan berhasil memperoleh dana dari Negara untuk mengembangkan the Gron. Akhirnya ia pun membuat sebuah gedung denga deretan the gron hampir 500 buah. Ia sengaja membuatny adalam satu antai agar tetap mampu memantau semua konsumen pengguna the gron.
“Sayang, besok proyek the gron raksasa ini akan disahkan oleh presiden langsung. Kamu sennag kan?”, devan bertanya pada vanya yang duduk manis di depannya.
“Ya beph, aku senneg banget. Kamu memang pacar kebagganku. Aku seneng banget punay pacar kaya kamu beph”, vanya tersenyum dan menggenggam tangan devan. Keduanya sedang bertemu di kafe langganan mereka.
“owya sayang, aku kangen banget nih sam akamu, mau nonton ga? Atau kita ke rumah aja?”, Tanya devan lagi.
“Kita pulang aja ya beph, nanti di rumah aku masakin kamu pasta special yang super enak. Mau kan?”, vanya balas bertanya.
“oke sayang ku yang cantik, ayo kita pulang”, devan pun membayar ke kassa dan keduanya pun berlalu denga mobil devan.
Klik!
The gRon terbuka, devan pun keluar dari dalamnya dan duduk di kursinya. Rasa rindunya pada vanya mengantarnya untuk selalu menceritakan semua yang ia alami [ada vany ayang ada dalam mimpinya. Dengan itu rindunya sedikit terobati meski hanya sedikit, sedikit sekali.
Berita tentang the gron kini sudah tersiar di semua kota. Devan pun menarifkan setiap konsumen yang ingin menggunakan the gron Rp.200.000 perjam, murah sekali untuk ukuran para pejabat. 

------------------- bersambung.

Kamis, 09 Februari 2012

Tentang Wisata

Buat yang penasaran apakah Yogjakarta ataukah Jogjakarta, jika Yogyakarta tapi mengapa menjadi Jogja ?? temukan jawabannya di sini :D
http://diengplateau.com/2012/02/jogjakarta-ataukah-yogyakarta-ko-jadi.html

dan mengenai tempat-tempat seputar jawa tengah yang mengasyikan di http://diengplateau.com/2012/02/sekali-ngelancong-ke-jogja-dua-tiga.html

selamat membaca :D

Minggu, 27 November 2011

Cerpen

Bapakku Lebih Cerdas dari Papi dan Dady
Cerpen oleh: Iis Yasinta A

“ Neng gak mau pak, Neng gak pengen ke pesantren!”, aku marah dan hampir menangis. Tapi bapak yang ada di depanku hanya diam. Adikku yang saat itu baru berusia tiga tahun asik terlelap dalam gendongan ibu. Dia tak akan mengerti jika kakak perempuannya sedang marah pada bapak.
“ Ini semua buat kebaikan Neng”, hanya itu yang keluar dari mulut bapak.
“Ah, tapi Neng mau masuk SMP yang populer itu pak, bapak mau buang Neng ke pesantren? Katanya pesantren Cuma buat nak-anak nakal”, nada suaraku masih tinggi.
Namun lagi-lagi bapak hanya duduk diam, menonton TV seolah-olah tak menghiraukanku yang sedang protes. Bagaimana tidak, aku yang sejak naik kelas 6 SD ingin masuk SMP populer di kotaku tiba-tiba saja harus masuk pesantren, sungguh keterlaluan. Itu pikirku.
“Sudah, ini buat kebaikan Neng juga. Bapak sama ibu sayang sama Neng, makanya mau masukin neng ke pesantren”, ibu kini angkat bicara. Tak ada yang akan memihakku. Bapak dan ibu itu sudah setali tiga uang, ibarat bumi dan bulan, selalu saja bersama dan sepemikiran.
Akhirnya walau dengan penuh tangis, aku pun menurut untuk masuk pesantren. Aku di antar dan ditinggalkan di sana tanpa ada satu orangpun yang aku kenal, tempat baru, orang-orang baru, dan tentunya akan menjadi kebiasaan baru. Pupus sudah harapanku menggunakan seragam kebanggan SMP populer itu.
“Neng baik-baik disini, bapak bakal nengok 2 minggu sekali”, hanya itu yang bapak ucapkan sesaat sebelum bapak dan ibu berlalu dari pesantren. Namun sesuatu luput dari penglihatanku, ada setetes air mana mengambang di pelupuk mata bapak.
Bayangan beberapa tahun silam itu jelas tergambar dalam ingatannku. Akan sosok bapak. Bapakku. Yang kini tertimbun di balik pusara di hadapannku.
“Bapak, Neng sayang bapak”, ujarku. Air mataku hapir saja mengalir seperti saat bapak meningalkanku di pesantren belasan tahun silam itu.
***
Namakku Qotrun Nada. Kata bapak artinya itu setetes embun. Namun orang-orang lebih sering memanggilku Neng, panggilan yang biasanya digunakan untuk memanggil anak perempuan dalam adat orang-orang sunda. Aku anak pertama dari dua bersaudara. Bapakku hanyalah petani lulusan SD begitupun dengan ibuku. Keduanya sehari-hrai selalu berkutat dengan ladang dan sawah. Kantor terbuka, begitu biasanya bapak bergurau.
Aku dan keluargaku tinggal di sebuah daerah di pinggiran kota yang masih hijau oleh sawah dan ladang yang membentang. Perkebunan karet pun memanjang dan berbaris seperti serombongan batalyon yang selalu siaga di pinggir jalan raya.
“Neng, main ke rumah Eca yuk, Eca punya barbie baru dibeliin sama papi dari jakarta”, Eca teman kecilku mengajakku kerumahnya yang tepat berada di samping kanan rumahku. Papi Tomo begitu aku menyebutnya adalah seorang pengusaha yang cukup sukses. Terbukti dari rumah Eca yang memiliki dua lantai dan 2 mobil Fortuner selalu membuat tetangga berdecak kagum saat melewati depan rumah itu. Terlebih Eca adalah anak tunggal, tentu itu membuat papi Tomo sangat memanjakannya. Apa pun yang dininginkan Eca selalu terpenuhi, terkadang aku sangat ingin menjadi Eca.
“ Ayo aja, tapi neng gak bisa lama-lama, nanti jam 3 sore disuruh ngaji di mesjid sama bapak”, aku menjelaskan.
“iya gak apa-apa neng, Eca Cuma mau nunjukin Barbie baru Eca sama kamu”, ujar Eca padakku.
Alhasil, aku pun asik melihat koleksi boneka-boneka dan barbie Eca yang berderet di kamarnya. Kamar yang sangat luas, begitu pikirku. Bila aku bandingkan kamar itu hampir sama dengan separuh luas rumahku.
“Neng punya barbie gak?”, tanyanya
“Ga punya Ca, neng gak pernah punya barbie”, aku menunduk saat menjawab, sedih rasanya hatiku saat itu.
“ Memangnya bapak neng gak pernah beliin barbie? Ko gak kayak papinya Eca ya, papi Eca suka baik, beliin Eca oleh-oleh terus kalo pergi”, Eca menceracau membanggakan ayahnya.
Dari luar kamar papi Tomo mendekati kami yang sedang asik bermain. Dia membawa sepiring roti yang diisi sayur dan entah apa lagi, dulu aku menyebutnya roti tangkup, padahal itu adalah shenwich.
“Nih, papi bawain kalian makanan, ayo dimakan ya”, papi Tomo menyilahkan.
Sampai jam 5 sore aku belum juga pulang ke rumah, aku lupa pada niatku mengaji dan tentu saja sesampainya di rumah bapakku sudah berdiri di depan pintu, menyambutku dengan muka masam. Aku tak perlu banyak berpikir, aku tau bapak sedang marah.
“ Dari mana saja? Kau mau ini jam berapa neng?”, tanya bapak.
‘jam lima pak”, jawabku takut-takut
“Kenapa kamu gak ngaji? Bapak kan bilang kamu harus tau waktu, main itu wajar, tapi kamu harus tau batas, belajar menghargai waktu dari Sekarang!”, itu yang bapak katakan sambil berlalu dari hadapanku. Saat itu pikirankku campur aduk, aku ingin protes tapi hanya mampu ku lakukan dalam hati. Itu kejadian saat aku masih kelas tiga SD.
***
“ Memangnya Audy gak bakal sekolah ya dady?”, aku bertanya pada dady Temi. Tetangga yang rumahnya tepat di depan rumahku. Rumahnya mewah dan tak kalah hebat dari rumah Eca. Dady Temi adalah pria asli Inggris yang menikah dengan tante Indah yang asli sunda. Alhasil, jadilah Audy gadis blasteran inggris dan sunda.
“Gak neng, dady Temi gak perlu membebani Audy dengan sekolah. Audy sudah dady jodohkan dengan anak relasi dady yang sangat kaya dan dady yakin kekayaan kami jika digabungkan tak akan habis sampai tujuh turunan. Jadi Audy tak perlu bersusah payah sekolah. Toh dia akhirnya kan menjadi nyonya konglomerat. Jadi tidak perlulah ijazah seperti itu”, ujarnya menjelaskan padakku saat aku liburan dari pesantrenku. Beruntung sekali Audy. Lagi-lagi aku iri pada teman-temanku.
Saat itu kebetulan deddy Temi sedang mengobrol dengan bapak, entah tentang apa. Makanya aku bertanya saking penasaran karena selama aku di rumah aku sering melihat Audy hanya bersantai membaca komik dan bermain dengan kucingnya di halaman rumahnya. Ku kira sekolahnya libur, tapi ternyata Audy itu tidak melanjutkan setelah kami lulus SD.
Setelah dady temmi pulang, aku duduk di hadapan bapak sambil memakan keripik dalam toples yang tadi disuguhkan ibu pada daddy temmi.
“Pak, enak ya Eca sama Audy, Eca itu suka diturutin apa aja yang dia mau, kalo Audy ga perlu sibuk-sibuk sekolah karena dady Temi-nya udah kaya, dia pasti hidup enak terus sampai tua”, ujarku pada bapak
“Nasib seseorang itu sudah ada yang mengatur neng, bapak mau neng sekolah, itu buat kebaikan neng”, ujar bapak.
Kebaikan,kebaikan, kebaikan. Selalu itu yang bapak katakan. Apa kebaiknanya? aku harus selalu jauh dari keluarga dan hanya bisa pulang kerumah setiap empat bulan sekali karena bapak memasukanku ke pesantren. Mungkin bapak gak merasakan apa yang aku rasakan karena harus jauh dari orangtua. Itu proteskku dalam hati saat itu.
“kenapa sih bapa gak jadi orang kaya?”, ujarku sambil masuk ke dalam rumah. Bapak hanya diam seperti biasa.

***
Semua aktifitasku di pesantren berjalan seperti biasanya, aku pulang setiap empat bulan sekali hingga 6 tahun kemudian aku lulus dari Madrasah Aliyah. Hingga suatu saat, bapak murka begitu mendapatiku pergi ke kota sendirian, ia marah dan langsung menceramahiku saat aku pulang.
“Kamu gak menghargai bapak? Bapak itu kamu anggap apa hah!?”, nada bicara bapak sangat tinggi saat itu. “ bapak itu masukin kamu ke pesantren, suruh kamusekolah yang bener, biar kamu jadi orang pinter, tau tata krama, tau aturan, tapi apa neng? Waktu 6 tahun belum juga bisa mendewasakan kamu. Bapak ngerasa gak dihargai sama kamu. Apa susahnya kamu ijin sama bapak buat pergi ke kota, kamu itu bisa mikir gak? Kamu tau kan cara menghormati orang tua? harus gimana lagi bapak didik kamu?”, kemarahan bapa semakin menjadi.
Aku menangis.
“Bapak itu kenapa sih? setiap yang neng lakuin itu selalu salah, tadi neng pergi ke kota itu udah ijin sama ibu. Neng pergi karena disuruh beli buku agama sama pak ustadz. Belum juga neng jelasin apa-apa, bapak udah marah-marah. Neng harus gimana pak? neng selalu nurutin apa yang bapak mau, neng masuk pesantren sekalipun gak mau. semua buat apa? Buat bapak! Neng selalu berusaha rengking satu dari kelas satu SD sampai kelas 6, semua itu demi bapak! Neng dapat juara terus di pesatren, aktif organisasi, jadi teladan, semua itu demi membuat bapak bangga, tapi kenapa sih hanya kesalahan neng yang bapak lihat? gak ada satu kata aja ucapan bapak yang menandakan kalau bapak bangga. Padahal satu kata itu sangat neng harapkan sebagai motivasi neng. Gimana lagi neng harus buat bapak sedikit aja anggap neng?!”, untuk pertama kalinya dalam hidupku aku melawan ucapan bapak. Dan hal inilah yang aku sesalkan hingga aku dewasa karena saat itulah aku membuat air mata mengambang di pelupuk mata bapak.
Bapak terdiam dan kemudian merangkulku dengan erat. “neng, bapak tuh sayang sama neng”, kalimat dan nada bicara bapak mulai melunak. “ bapak mendidik neng harus ini itu, semua itu buat kebaikan neng”, lanjut bapak lagi.
Fyuh—
lagi-lagi kata kebaikan, Ucap hatiku. aku diam tanpa membalas pelukan bapak.
‘neng, bapak menuntut neng selalu sekolah , pesantren, karena bapak ingin neng punya bekal pendidikan dan bekal agama yang cukup buat hidup neng, bapak memang hanya petani neng, tapi bapak juga punya cita-cita, bapa mau neng sukses. Bapak kerja banting tulang setiap hari karena ingin membuat anak sukses, bapak gak mau kelak neng harus kerja kaya bapak. Kamu perempuan neng, mana mungkin kuat bating tulang mengeluarkan tenaga setiap hari di kebun. Bapak gak mau anak bapak sengsara. kamu sekarang sudah mau kuliah, kamu sudah bisa berpikir buat hidup kamu. Percayalah neng, gak ada orang tua yang tega menyiksa anaknya”, bapak menjelaska panjang lebar. Air mataku semakin mengalir. “neng, bapak bangga sama neng. Kamu itu anak kebanggaan bapak. Anak yang selalu membuat bapak merasa beruntung memiliki anak seperti kamu”.
blas!! Kata-kata itu menancap dalam hatiku, menggedor kesadarnku. Aku pun membalas pelukan bapak, erat.
***
Prof. Qotrun nada, M. Pd. Itulah namaku saat ini. Semua berkat bapak, karena usaha dan jeri payah bapak menyekolahkanku dan menyuruhku serta membiayaiku untuk terus sekolah dan sekolah hinga tak pedul sekeras apa ia bekerja. Didikan bapak yang dulu selalu protes dalam hati, kini menjadi sebaliknya. Selalu dalam doa kuucapkan terimakasih sebesar-besarnya pada Allah karena memiliki bapak seprtinya. Terbukti ucapan bapak, bahwa setiap orang hidup dengan suratan takdir masing-masing. Siapa yang tahu bahwa tetangga yang dulu aku merasa iri terhadapnya, Dexa yang sangat dimanja oleh papi Tomo harus meringkuk di rehabilitasi karena menjadi seorang jungkis. Kekayaan papi tomo berupa rumah dan mobil ternyata harus habis karena tanpa sepengetahuan papi tomo, semua itu sudah digadaikan Dexa pada pengedar. Papi Tomo terpuruk dan pindah dari daerah kami karena menahan malu. Tak lama setelah itu, dady Temi harus ikut terpuruk karena ditipu oleh relasi bisnisnya yang sekaligus ayah dari pria yang menjadi tunangan Audy. Alhasil, dady Temi kini jatuh miskin terlebih karena Audy tidak sekolah hingga tak memiliki ijazah SMP ataupun SMA yang dibutuhkan untuk melamar kerja. Kejadian itu membuat dady Temi depresi dan memutuskan diri untuk mengakhiri hidupnya di rel kereta dekat daerah kami.
Kini aku bersyukur atas semua anugrah yang aku miliki, aku tak lagi ingin seperti Dexa atau Audy, andai mereka sekolah yang benar dan keluarga mereka memiliki dasar agama yang baik, setidaknya hal buruk yang menimpa mereka dapat disikapi dengan baik. Tak perlu pindah rumah atau bunuhh diri.

Dalam Lindungan Allah
Anakku sayang
Di tempat.


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Neng, bapak bangga sama neng. Maafkan bapak karena dari kecil harus selalu menuntut neng untuk mengikuti aturan bapak. Seperti yang selalu bapa bilang, itu semua demi kebaikan neng. Bapak memang hanya petani, tapi bapak ingin neng gak bernasib sama seperti bapak, bapak mau anak bapak seribu kali lebih sukses dari bapak.
Neng, anak kebanggan bapak. Bapak sangat berterimakaksih karena neng selalu jadi anak yang baik. Menurut meski bapak tau kadang terpaksa karena berlawanan sama apa yang kamu inginkan. Bapak tau, neng itu anak yang berbakti pada orang tua. Bapak berterimakasih karena neng selalu sabar mengkuti perintah dan didikan bapak.
Maafkan bapak neng, bapak melakukan semua itu bukan karena bapak tak punya hati dan bukan karen a bapak tak tau apa yang kamu mau, tapi karena bapak hanya petani. Bapak gak bisa mewariska harta yang berlimpah pada neng. Sebab itulah bapak ingin mewariskan ilmu yang cukup untuk bekal hidup neng, yang insyaallah bisa neng manfaatkan untuk masa depan neng kelak agar lebih baik”.
Yang perlu neng tau, kapak bangga sama neng.
Wassalamualaikum warohmatullah.

Tertanda,
Bapak.

Surat dari bapak ini ku peluk erat dalam dadaku. Bapakku, Bapak yang sangat aku banggakan dan bapak yang sangat aku idolakan setelah kini aku mengerti apa yang menjadi cita-cita dan maksud dari semua rencana bapak. Demi kebaikan. Kata-kata itu kini menjadi kata keramat dalam hidupku.
“Terimakasih pak, neng bangga menjadi anak bapak”, kata-kata itu hanya mampu kuucapkan di depan pusara bapak. Karena bapakku, bapakku yang selalu berpikir kedepan, berpikir masa depan, bapakku yang sangat cerdas lebih dari papi Tomo dan dady Temi yang lulusan unviersitas, bapakku yang hanya petani, dan bapakku yang hanya lulusan SD namun sanggup mengantarkan anaknya menjadi seorang profesor. Itulah bapakku.
“Neng sayang bapak”.
***

Bandung, 27 November 2011
Untuk bapakku, yang sangat aku banggakan.

Minggu, 23 Oktober 2011

Jangan !

....................
Elzar mengerjapkan matanya. Berusaha memperoleh kesadaran. Lama ia berusaha menetralkan pandangannya dan tampaklah sebuah ruangan yang begitu rapi. Dimana ini? Itulah pikirnya. Dan Ia mulai mengingat kejadian yang beberapa waktu lalu dialaminya. Ya, iya di keroyok oleh musuhnya saat ia pulang tanpa pengawalan dari kantornya. Entah dimana mobilnya kini.

                “ugh”, Elzar mengeluk dan memgangi kepalanya saat ia berusaha untuk bangun. Ada rasa pening yang nenggedor kepalanya.

                “Tolong jangan bangun, kamu masih lemah”, sebuah suara membuatnya terdiam. Merdu. Elzar pun mendongakan kepalnya dan tampak baginya seorang gadis tinggi sempai yang tersenyum ke arahnya. Ada sesuatu menyelusup dalam hatinya, tapi di tepisnya.

                “Siapa Lo?”, tanya elzar dengan nada sedikit kasar, masih memegangi pelipisnya.

                “Namaku Nirvana, kamu panggil saja Nana. Dan kamu siapa?”, Nana tak balas ber elo gue pada lelaki di depannya.

                “Lo ga usah tau gue siapa. Dimana gue?”, masih dengan nada kasar yang memang sudah khasnya Elzar lanjut bertanya.

                Nana aga dongkol melihat sikap orang yang baru saja di tolongnya. Bukanya berterimakasih namun ia malah mendapatkan suara kasar dari leleki itu. Tapi nana yang memang bersifat lembut tak lantas merah. Ia berusaha tetap melunakan suaranya.

                “kamu ada di rumahku, aku tadi menemukan kamu pingsan di belakng rumahku. Memngnya gimana bisa kamu sampai ke tempat ini?”, jawab Nana penuh rasa sabar.

                “Sekali lagi itu bukan urusan Lo!”, entah kenapa Elzar naik pitam, padahal hatinya menlak bersikap seperti itu.

                “Ya udah, kalo ga mau di jawab ga usah pake bentak-bentak segala dong, biasa aja jawabnya. Aku uga ga tuli, jadi ga harus dengan suara keras kalo kamu ngomong sama aku. Aku Cuma mau nolong kamu, secara manusiawi aku hanya ingin mengamalkan kewajibannu untuk berbuat baik. Kao kamu ga mau aku tolong ya udah ga papa. Dan sekarang aku  Cuma mau kamu makan agar kamu cepat pulih lalu segera meninggalkan rumahku ini, mungkin di luar sana ada keluarga yang nyariin kamu. Jelas?”, nana nyerocos panjang lebar dan meletakan mengkuk berisi bubur hangat di hadapan Elzar.

Cowo itu melongo.                                                                                                                     

Nana ngeloyor pergi.

Elzar tertegun, ia tak menyangka cewe di de[annya akan berkata seperti itu persisi kereta api yang ga berhenti. Dengan sedikit senyum bercampur geli, Elzar mengambil mangkuk di depannya dengan tangan kiri. Ia tahu gadis itu orang baik, namun entah kenapa ia berikap seperti tadi padahal dihadapan wanita lain ia selalu bersikap lembut layaknya casanova seperti julukan yang dimilikinya.

“panas”, elzar bergumam dan kembali meletakan mangkuk itu di atas meja. Tanpa ia sadari Nana menjulurkan lidah tanda puas melihat Elzar kepanasan.

“ Makanya jangan galak-galak, udah tau lagi sakin masih aja kasar”, Nana tersungut-sungaut dan megambil mangkuk bubur itu lalu mulai menyuapi Elzar. Entah kenapa kali ini Elzar tak berkata apa –apa.  Ia hanya diam dan mulai makan.
...............................................

Contoh Penelitian Pragmatik

PILKADES DALAM SKEMATA BUDAYA(1)
Oleh:
Iis Yasinta Apriani(2)
(0902515)

Abstrak
Pilkades atau peilihan kepala desa adalah salah satu kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam rangka memilih pemimpin di desa. Kegiatan ini selain banyak menimbulkan persaingan antarcalon, juga menimbulkan persaingan antara pendukung masing-masing. Di desa Batusari yaitu salah satu desa di Kabupaten Subang- Jawa Barat, kebiasaannya sungguh menarik untuk diamati karena adat-istiadatnya yang sangat lain dari pada yang lain. Kebiasaannya adalah setelah penghitungan suara pada waktu Pilkades, maka di benak masyarakat langsung tersirat nama kampung tempat kepala desa yang baru saja terpilih itu tinggal. Sehingga hanya dengan menyebutkan nama kampung asal kepala desa terpilih, maka masyarakat akan tahu apa yang akan mereka lakukan. Melalui skemata budaya maka kebiasaan desa Xbatusari ini akan dikupas secara jelas agar kita bisa faham mana itu budaya yang baik dan buruk.

Pilkades or selectiont of leader village is one of agenda wich going or planning to do some of selection (comb out) by society or community in one village. Beside can make one of rivalry inter-candidates, this activity also make one of rivalry inter-supporter. Batusari village is one of village in Subang regency of West Java, this Batusari village’s habitual or culture is very unique and interesting for perusal and observ because this tradition very different by other. The tradition is every after extrapolation of voice (count of voice) when Pilkades, then in every people’s mind immediately knotted name of quarter or residential area of new leader, so every person will knows what can must they to do. By means of Skemata budaya this habit and traditionw will analyze by complete and clear in order to know and understand where is a good tradition an where is a bad tradition.
Kata kunci: Skemata budaya, Pilkades, Kontroversi.


Pendahuluan
Dalam penulisan ini, saya ingin menulis hasil analisis mengenai sebuah budaya yang ada di sekitar masyarakat sebuah desa yaitu desa Batusari yang merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Dawuan kabupaten Subang- Jawa Barat pada saat Pilkades. Untuk mengkaji dan menganalisis budaya daerah ini, saya menggunakan skemata budaya yaitu salah satu pendekatan dalam ilmu pragmatik mengenai budaya.
Mengapa saya ingin menganalisis ini? Karena kebiasaaan desa ini ada yang unik yaitu pada selesai penghitungan suara saat Pilkades, maka masyarakat akan mendatangi serta menyerbu kampung dimana kepala desa yang terpilih itu tinggal untuk mengambil beberapa barang. Biasanya tanpa dibuat undang-undang pun, maka mereka sepakat untuk tidak membuat larangan dalam hal ini. Dan semua kerugian yang diderita oleh masyarakat tersebut akan ditanggung oleh kepala desa yang baru.
Tujuan dari penulisan ini adalah agar kita selaku bangsa Indonesia bias tahu bahwa ada sebuah kebiasaan seperti itu di suatu daerah. Selain itu, agar kita selaku bagian dari masyarakat bias terinspirasi untuk mengkaji beberapa budaya yang ada dimasyarakat yang sangat beragam dan bias member arahan pada masyarakat mengenai budaya seperti mana yang merupakan budaya yang baik atau yang buruk, mana yang harus dipertahankan dan mana yang bisa dihilangkan demi terciptanya kerukunan antarmasyarakat desa.
Beberapa rumusan masalah yang akan menjadi acuan sebagai bahan analisis di antarany adalah berikut ini.
- Mengapa masyarakat di desa Batusari selalu menyerbu dan mengambil beberapa barang dari masyarakat yang tinggal di kampung tempat kades baru terpilih tinggal usai penghitungan suara saat Pilkades? Dan apa maksud dari tindakan yang dilakukan masyarakat desa Batusari tersebut?
- Bagaimana proses juga tanda saat masyarakat akan melakukan aksinya?
- Apa saja yang biasanya menjadi bahan incaran masyarakat?
- Apa kaitan antara skemata budaya dan budaya daerah ini? Serta bagaimana pendapat masyarakat terkait budaya ini?


Metodologi
Cara pengumpulan data yang telah dilakukan yaitu dengan melakukan observasi ke daerah yang bersangkutan dan melakukan wawancara. Wawancara yang saya lakukan difokuskan pada masyarakat di satu kampung Cipetir saja agar lebih mudah dalam menyimpulkan pemikiran menurut pandangan masyarakat mengenai adat yang saya teliti.
Langkah-langkah yang dilakukan pada saat pengumpulan data, pertama adalah dengan melakukan wawancara di kampung Cipetir, salah satu kampung di desa ini. wawancara ini dilakukan pada tanggal 26 maret 2011, yaitu dengan cara mendatangi beberapa rumah dan ternyata memiliki latar belakang sosial yang berbeda mulai dari ibu rumah tangga sampai mahasiswa yang ada di daerah tersebut.
Langkah kedua yaitu observasi lapangan pada tanggal 27 maret 2011. Observasi ini dilakukan mulai dari melihat seberapa banyak kampong yang ada di daerah tersebut, lingkungan secara geografisnya, juga melihat-lihat beberapa tempat juga hal terkait menyangkut akibat dari aksi budaya masyarakat pada saat Pilkades bulan November 2010 lalu seperti mendatangi kola ikan, kandang ayam dari beberapa masyarakat terkait, sawah, juga mendatangi rumah pak Lurah.


Data
Klasifikasi Masalah Identifikasi Masalah
- Kebiasaan saat pilkades di desa Batusari

-Kata “Cipetir!” yang merupakan salah satu nama kampong dari desa Batusari -Merupakan budaya daerah yang unik dan lain dari pada kebiasaan di desa yang lain. Tidak ada undang-undang atau aturan daerah mengenai kebiasaan ini.
-Nama kampong yang disebutkan saat usai penghitungan suara ketika pilkades seolah menjadi tanda bahwa yang akan menjadi sasaran untuk aksi tersebut. Dengan mengucapkan atau meneriakan nama kampong tempat tinggal kades terpilih, seolah menjadi komando bahwa mereka selanjutnya akan menuju kampong tersebut.



Kebiasaan atau budaya yang terjadi dalam masyarakat sungguh sangat beragam. Sebut saja masyarakat Desa Batusari memiliki kebiasaan yang sangat lain dari yang lain pada saat Pilkades. Masyarakat desa ini akan dengan senang hati menyerbu dan mengambil barang- barang yang berupa benda hidup atau pun tak hidup dari kampong tempat tinggal kepala desa yang baru saja naik jabatan. Menurut mereka kebiasaan ini sudah membudaya karena sudah ada sejak dulu dan dilakukan terus-menerus secara turun temurun sampai saat ini. “ tos aya ti baheula sa acan enek lahir”, begitu pendapat seorang nenek berusia 68 tahun dalam bahasa daerah ketika ditanya kapan budaya ini ulai terbentuk yang artinya “ sudah ada dari dulu sebelum nenek lahir”.
Usai penghitungan suara selesai, hanya dengan menyebutkan nama kampung tempat tinggal kepala desa terpilih, maka masyarakan akan langsung tahu apa yang akan selanjutnya terjadi. Satu kata seperti “Cipetir!”, akan menjadi penanda dari acara yang akan dilakukan selanjutnya yaitu menyerbu kampong Cipetir dan mengambil beberapa benda yang ada di kampong tersebut.
Sejauh ini menurut hasil dari wawancara yang telah dilakukan, beberapa barang yang biasanya diambil oleh masyarakat adalah ayam, ikan di kolam (empang), tanaman hias, juga buberapa sayuran yang ada di kebun. Namun pada kejadian-kejadian sebelumnya pernah ada yang merasa bila beberapa baju di jemuran mereka pun ikut raib. Bahkan malang tak dapat dihindari jika salah satu warga pernah ada yang akan memanen rambutan yang merupakan buah yang banyak di daerah tersebut harus gagal panen karena masyarakat memanen pohon tersebut lebih dulu dari pada si pemilik.
Tidak ada larangan dalam aksi ini baik dari sesepuh kampung, panitia Pilkades, maupun masyarakat karena menurut mereka ini adalah salah satu hiburan atau tanda suka cita. Seperti yang dikatakan oleh makasiswa jurusan teknik computer yang telah diwawancara “sejauh yang saya tahu, tidak ada larangan adalam aksi ini karena masyarakat sudah faham dan seolah menyepakati sekalipun tidak ada undang-undang tertulis”. Namun seorang wiraswasta di salah satu kampung ada yang keberatan karena menurut mereka ini tindakan yang tidak bias dibenarkan bahkan merugikan namun laranga itu hanya bias di pendam dalam hati karena ditakutkan akan menimbulkan masalah karena saat Pilkades suasananya akan panas oleh persaingan.
Tindakan yang dilakukan setelah aksi ini adalah oleh Kades yang baru. Biasanya masyarakat yang meras jika beberapa harta benda mereka hilang atau diambil masa akan melapor ke rumah atau ke kantor kepala desa dan akan menerima ganti rugi yang berupa uang. Namun pada saat pilkades terakhir yatu tanggal 22 November 2010, tidak terlalu banyak terjadi kerusakan atau harta benda yang diambil masa karena kades terpilih sudah menyediakan kolam ikan untuk masa. “Saya dan suami sengaja menyediakan kolam ikan agar masyarakat tidak terlalu banyak mengalmi kerugian”, begitu yang dikatakan istri kadses saat diwawancara di rumahnya. “ Tapi hal ini harus masuk akal dan tidak berbohong karena pernah ada kejadian ada yang dating melapor tapi setelah diselidiki hanya menggunakan kesempatan dan mengaku-ngaku saja”, lanjut beliau.
Menurut data yang saya peroleh, pilkades terakhir dilaksanakan pada tanggal 22 November 2010 dengan calon terpilih dan menjadi pemenang berasal dari kampung Cipetir. Biasanya masyarakat yang yang melakuakan aksi pengambilan barang tersebut bukan hanya dari desa yang bersangkutan namun juga dari desa lain yang turut menonton dan memeriahkan pilkades tersebut.

Landasan Teori
Setiap orang pasti mengalami pengalaman yang mengejutkan apabila sebagian dari komponen peristiwa yang di asumsikan itu hilang dan tak terduga. Hamper tidak dapat dihindarkan bahwa struktur pengetahuan latar belakang kita, skemata kita mengartikan dunia akan ditentukan secara budaya. Kita selaku manusia akan selalu mengembangkan skemata budaya kita dalam konteks pengalaman dasar kita. Studi perbedaan-perbedaan harapan berdasarkan skemata budaya merupakan bagian dari ruang lingkup yang luas dan umumnya dikenal sebagai pragmatik lintas budaya.
Jika kita mengaitkan mekanisme pengambilan giliran, kita tidak mencari peran diam sama sekali dalam praktik percakapan yang wajar dalam beberapa budaya. Kita juga tidak memasukan pembahasan ‘hak bicara’ yang dijelaskan secara sosial yang dikenal dalam banyak budaya sebagai suatu dasar struktural tentang bagaimana interaksi itu berlangsung.
Kebiasaan atau adat budaya di desa Batusari terseut bias dikategorikan sebagai Pragmatik lintas budaya karena dalam pelaksanaannya banyaknya kata yang diucapkan tidak sebanyak apa yang mereka maksudkan.

Analisis
Menurut masyarakat yang turut serta saat pilkades baik yang berasal dari desa tersebut maupun tidak, adat tersebut merupakan upaya memeriahkan acara yang diselenggarakan panitia pilkades. Kebudayaan yang turun temurun ini sudah terjadi sejak lama. Bila kita melihat dari berbagai sisi, kebiasaan ini memang sangat bagus untuk upaya memeriahkan, namun masyarakat seolah mengesampingkan kerukunan karena bagaimanapun sekalipun tidak terucap, pasti ada rasa tidak rela dalam hati masing-masing saat harta benda mereka yang menjadi sasaran. Namun sesuai teori skemata budaya bahwa kejadian yang melatar belakangi kehidupan kita akan menjadi bahan penambahan skemata kita terhadap budaya.
Proses terjadinya aksi ini awalnya dengan ditandai dengan menyebutkan nama kampung tempat tinggal kades tang terpilih. Dalam skemata budaya dijelaskan bahwa kita tidak mencari peran dalam praktik percakapan yang wajar di masyarakat. Jadi siapapun bias berperan dalam meneriakan nama kampung ini. Juga kita tidak menunggu giliran yang memerankan budaya ini. Bila kita analisis secara pragmatik lintas budaya, kata “cipetir!” misalnya menjadi tanda dan dalam benak masyarakat kata tersebut seolah tergambar dan terbentuk menjadi kata “mari ita serbu kampong cipetir!” atau bias juga “kades yang terpilih dari cipetir, ayo kita serbu dan ambil yang ada di dalamnya!”. Itu hanya dua contoh dari gambaran yang terbentuk dalam benak masyarakat.
Kalangan masyarakat biasanya mengincar beberapa benda yaitu berupa benda hidup maupun tak hidup yang ada di kampung tepat tinggal kades baru miasalnya berupa sayuran, buah-buahan, ternak, juga tanaman hias. Kebiasaan ini bila terjadi pada hari-hari biasa tentu akan menimbulkan kontroversi karena bias saja yang mengambil ini tanpa ijin dari si pemlik. Dalam pragmatik lintas budaya kita tidak menekankan atau menegaskan siapa yang berhak bicara karena sekalipun secara lisan tak terucap, pasti benak sentiasa berkata-kata atau menyiratkan makna. Seperti kebiasaan ini, pemilik banyak yang tidak berkata-kata saat barang-barang mereka ada yang diambil, namun pasti dalam hati mereka ada maksud tak ingin diambil. Sekali lagi kita tidak mencari peran diam, Karen jelas tak ada yang diam dalam hal ini. Pemilik pasti memiliki bahasa secara tersirat baik laranga atau pun ketidak relaan dan pengambil pun memiliki bahasa tersirat seperti bahasa tubuh yang menyiratkan bahwa ia menginginkan barang tersebut.
Sekali lagi kita akan melakukan analisis dan mengaitkan antara hubungan skemata budaya dengan budaya yang ada di daerah ini. Budaya ini berkaitan bahkan bias digolongkan sebagai bagian dari skemata budaya karena ada perbedaan yang khas dari daerah ini dan dilakukan secara berulang-ulang sehingga kebiasaan ini menjadi membudaya. Cara komunikasi masyarakat saat aksi ini berlangsung memang hanya dengan satu kata, namun mereka saling memahami. Bila sedikit menyinggung prinsip kerjasama dalam ilmu pragmatic, tentu hal ini membentuk kerjasama antara pemikiran masyarakat yang satu dengan yang lain sehingga tanpa ungkapan yang berupa ajakan sepert “ayo” atau “mari” pun masyarakat sudah mengerti bahwa mereka akan menyerbu kampong tersebut.
Pendapat masyarakat tentu ada yang menerima ataupun menolak karena setiap kepala pasti memiliki pandangan masing-masing. Di antara mereka ada yang berpendapat setuju atau pun tidak. Seperti lima orang yang telah di wawancara empat di antaranya menyatakan setuju dengan alasa agar acara meriah, namun satu diaantara lima orang tersebut menyatakan tidak setuju karena berpendapat bahwa hal itu bias seperti pencurian karena dalai slam tidak ada adat tersebut.
Akan tetapi, dalam skemata budaya kita tidak memasukan pembahasan ‘hak bicara’ yang merupakan suatu dasar structural tentang interaksi sosial. Dengan kata lain dalam skemata budaya, siapa pun berhak berbicara. Jadi bukan hanya masyarakan yang berhak berbicara dan menggunakan bahasa namun juga agama mau pu etika berhak berbicara dengan bahasa masing-masing. Setiap lapisan masyarakat tentu punya interpretasi atau persepsi yang berbeda. Bila kita mendengar agama berbicara tentu itu dilarang karena seperti pencurian atau pengambilan paksa. Juga bila ada yang berbicara dilihat dari segi etika, ini pun menyalahi etika dalam member dan menerima yatu tidak adanya ucapan ijab dan qabul. Namun ketika ada yang berbicara dari segi budaya, hal ini akan lain lagi. Budaya yang selaras yaitu saat tidak ada kontroversi ketika budaya tersebut berlangsung dengan kata lain budaya tersebut diterima dngen senang hati oleh masyarakat dan direspon dengan baik.
Pada kenyataannya memang banyak yang setuju dengan adanya budaya ini. Tapi masih ada segelintir orang yang merasa keberatan. Jadi, apakah budaya ini baik atau tidak? Menurut saya hal ini bias dikembalikan pada daerah dan masing-masing individu. Selama mereka nyaman dan menerima, budaya ini bias dikatakan baik karena sekalipun ada yang mengalami kerugian, masih bias diganti oleh pihak Kades dan ada yang bertanggung jawab.
Skemata budaya yang digunakan dalam menganalisis budaya daerah ini bisa dikatakan sangat pas dan tepat kerena kita tidak mencari siapa yang diam, atau siapa yang harus berbicara. Skemata budaya akan menganalisis berbagai perbedaan harapan yang ada dalam budaya masyarakat. Dan tentu kita telah kaji bahwa dalam budaya sekalipun ada perbedaan jika masih bias diterima setiap golongannya masih bisa tergolong budaya yang baik. Jadi skemata budaya bisa menjawab semua masalah mengenai budaya desa X tersebut.

Simpulan
Budaya masyarakat sangat beragam, namun skemata budaya mampu menganalisis dan menjadi landasan teori yang pas untuk menentukan apakah budaya tersebut baik atau buruk bagi masyarakat. Kebiasaan di desa X memang terkesan brutal karena tak ada undang-undang atau pun larangan yang jelas. Namun jiaka masyarakat nyaman dan sepakat, maka budaya itu tidak bisa seenaknya saja di hapuskan, apa lagi budaya itu adalah kebiasaan yang sudah mendarah daging jadi akan sukar dihilangkan. Baik atau pun buruk suatu budaya bisa dikomunikasihan dan dirasakan oleh individu atau pelaku budaya tersebut.


Pustaka Acuan
- Efendi, Ridwan dan Elly Maliah. 2007. Panduan Kuliah Pendidikan Lingkungan Sosial, Budaya dan Teknologi. CV Maulana Media Grafika: Bandung.
- http://naila-story.blogspot.com/2010/01/ilmu-sosial-dasar-pertemuan-kedua.html
- http://rastapala10720.blogspot.com/2010/10/jurnal-masyarakat-budaya.html
- Yule, George. 2006. Pragmatik. Pustaka pelajar: Yogyakarta





















(1) Merupakan kajian dan analisis sebagai tugas dalam mata kuliah Pragmatik
(2) Mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia angkatan 2009

Selasa, 22 Maret 2011

presentasi

harii ini presntasi, remmember..
deg degan banget rasanya, setiap orang suka gugup kalo maju tampil ke depan umum, kenapa kaya gitu ya?? kaya uji nyali...
gugup..

Selasa, 08 Maret 2011

Polemik Seputar Penyelenggaraan UN

Polemik Sekitar Penyelenggaraan Ujian Nasional Alias UN
Ujian Nasional biasa disingkat UN adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Depdiknas di Indonesia berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan dan proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan.
Proses pemantauan evaluasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan pada akhirnya akan dapat membenahi mutu pendidikan. Pembenahan mutu pendidikan dimulai dengan penentuan standar.
Penentuan standar yang terus meningkat diharapkan akan mendorong peningkatan mutu pendidikan. Yang di maksud dengan penentuan standar pendidikan adalah penentuan nilai batas (cut off score). Seseorang dikatakan sudah lulus/kompeten bila telah melewati nilai batas tersebut berupa nilai batas antara peserta didik yang sudah menguasai kompetensi tertentu dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi tertentu. Bila itu terjadi pada ujian nasional atau sekolah maka nilai batas berfungsi untuk memisahkan antara peserta didik yang lulus dan tidak lulus disebut batas kelulusan, kegiatan penentuan batas kelulusan disebut standard setting.
Pro : UN itu harus tetap ada karena merupakan sarana evaluasi belajar siswa selama 3 tahun.
Kontra: sebaiknya UN itu ditiadakan karena fungsinya sebagai evaluasi belajar malah tidak berguna, lihat saja. Siswa belajar selama 3 tahun masa iya sih harus gagal melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi hanya karena gagal UN yang diselenggarakan selama 3 hari. Bagaimana jika kondisis saat itu tidak memungkinkan, kan kasihan kalo anak pandai tapi gak lulus.
Pro : Mungkin mental anak Indonesia saja yang terlalu ciut, masa hanya 6 pelajaran dari sekian pelajaran yang dipelajari selama 3 tahun harus ketar ketir sih, kan seandainya mereka beljar secara baik pasti mereka siap menghadapi UN yang hanya 3 hari.
Kontra : tapi UN hanya menjadi kegiatan yang menakutkan buat siswa, menjadi beban mental siswa, selain itu secara logika, yang mengetahui kualitas siswa adalah guru-guru mereka di sekolah, bukan pemerintah yang bahkan tidak tahu bagaimana proses belajar siswa di sekolah. Jadi kenapa tidak diserahkan kepada guru-guru atau lembaga sekolah saja yang menentukan standar kelulusan siswa mereka?? Mengapa soal harus dari pemerintah sedangkan yang mengajar itu guru di sekolah, bagaimana jika masih ada Bab yang belu dipelajari?
Pro : Tapi dengan UN kita bisa meningkatkan kualitas, mentalitas dan kognitif siswa di sekolah. lihat di Negara luar, standar kelulusan mereka jauh lebih tinggi dari standar yang berlaku di Negara kita. Untuk soal, pemerintah pasti sudah mempertimbangkan agar bisa seadil adilnya di berikan kepada siswa. Tidak terlalu sulit, juga tidak terlalu mudah.
Kontra : Jika demikian, mengapa UN itu hanya 6 mata pelajaran bagi ipa atau jurusan lainya, bukankah yang dipelajari selama 3 tahun itu lebih dari 6 mata pelajaran, jadi buat apa dipelajari jika yang difokuskan untuk UN hanya 6 mata pelajaran? Bukankah seolah-olah mata pelajaran lain terabaikan seperti file yang terbuang. Lalu bagaimana jika kemampuan siswa di luar 6 mata pelajaran yang di UN-kan, seperti di bidang agama, atau PKN, dan sebagainya?? Dan bukankah fasilitas yang menunjang setiap sekolah itu berbeda,? Bukankah proses belajar itu juga harus di tunjang sarana dan prasarana yang memadai?
Pro : Sebetulnya sistem itu sudah baik, setiap tahun ada revisi atau perbaikan agar sistem di indinesia bisa sesuai yang kita harapkan. Jadi mungkin pelaksanaannya saja yang masih ada kekeliruan sehingga masih ada kecurangan atau peyimpangan seperti joky UN atau kebocoran soal.
Kontra : Jika sistem sudah bagus, kenpa harus ada revisi setiap tahun? Bukankah itu hanya menjadi beban siswa seoalh mereka itu di fokuskan hanya pada UN. Selain tu mengapa tidak ada standar sistem pelaksanaan? Mengapa harus berubah setiap tahun sehingga siswa bingung. Seperti tahun ini yang kabarnya kode soal menjadi A-B-C-D-E, bukan hanya A-B seperti tahun sebelumnya? Dan dilihat dari pengayaan yaitu jam tambahan belajar bagi siswa. Bukankah itu menyita waktu dan tenaga? Memangnya efektif dan efisien bila setelah mereka belajar dari pagi sampai siang, lalu kembali belajar sampai sore, bukankah setiap siswa akan mengalami kepenatan?? Iya kalau jam tambahan tersebut bermanfaat dan siswanya menyimak pelajaran tersebut, jika hanya numpang hadir bagaimana??
Pro : tapi jika UN tidak ada, memang ada sistem yang lebih efektif sebagai penggantinya?/ lalu jika UN tidak ada, memangnya di jamin siswa-siswa itu akan mau belajar??

NB: Apa pendapat rekan-rekan mengenai penyelenggaraan UN??