Tulisanku

Rabu, 12 Januari 2011

Drama karya William shakespeare

DRAMA A MIDSUMMER NIGHT’S DREAM KARYA WILLIAM SHAKESPEARE
A. Profil Dramawan
William Shakespeare adalah penyair, penulis naskah drama, sekaligus aktor dari Inggris yang diakui sebagai salah satu yang terbaik sepanjang sejarah umat manusia. William Shakepeare lahir di Stratford-upon-Avon, sebuah kota kecil yang terkenal dengan produksi malt-nya dan dibaptis pada tanggal 26 April 1564. Shakespeare adalah anak tertua dari Mary Arden, anak perempuan seorang tuan-tanah lokal. Sedangkan suaminya, John Shakespeare (1530-1601) adalah seorang pengrajin sarung tangan sekaligus pengusaha di bidang perkayuan. Pada tahun 1568 John Shakespeare terpilih sebagai walikota Stanford. Shakespeare diperkirakan memperoleh pendidikan di Stratford grammar School, dan mungkin ia menghabiskan periode 1580-1582 sebagai guru untuk Keluarga Katolik Roma Houghton di Lancashire. Pada usia 18 tahun, Shakespeare menikahi gadis setempat bernama Anne Hathaway (meninggal pada tahun 1623) yang berusia delapan tahun lebih tua. Anak pertamanya, Susannah, lahir dalam enam bulan, dan pada tahun 1585 si kembar Hamnet dan Judith lahir. Hamnet, satu-satunya anak lelaki Shakespeare, meninggal pada tahun 1596 pada usia 11 tahun.
Kebanyakan penulis biografi sepakat bahwa Shakespeare mungkin telah dididik di King's New School di Stratford, sewaan sekolah gratis pada tahun 1553, sekitar seperempat mil dari rumahnya.
Tidak diketahui pasti kapan Shakespeare mulai menulis, tapi sindiran kontemporer dan catatan pertunjukan menunjukkan bahwa beberapa drama-dramanya itu dipertunjukkan di London pada 1592. Penulis biografi mengatakan bahwa karirnya mungkin telah dimulai dari pertengahan 1580-an. Sejak 1594, karya Shakespeare itu dipertunjukkan hanya oleh Lord Chamberlain's Men, sebuah perusahaan yang dimiliki oleh sekelompok pemain, termasuk Shakespeare, yang segera menjadi perusahaan terkemuka di London.
Catatan bahwa Shakespeare membeli properti dan investasi menunjukkan bahwa perusahaan membuatnya kaya. Pada tahun 1597, ia membeli rumah terbesar kedua di Stratford, New Place. Pada tahun 1709, Shakespeare memainkan hantu ayah Hamlet. Kemudian dia juga bermain sebagai Adam dalam As You Like It dan Koor di Henry V.
Shakespeare meninggal pada tanggal 23 April 1616 dengan meninggalkan seorang istri dan dua putri. Shakespeare dimakamkan di mimbar dari Gereja Tritunggal Mahakudus dua hari setelah kematiannya.
Pada saat Romeo and Juliet, Richard II, dan A Midsummer Night's Dream di pertengahan 1590-an, Shakespeare mulai menulis puisi. Karya Shakespeare telah membuat kesan mendalam dalam kehidupan teater dan sastra. Secara khusus, ia memperluas potensi karakterisasi dramatis, plot, bahasa, dan genre. Sampai Romeo dan Juliet, misalnya, asmara tidak dipandang sebagai topik yang layak untuk tragedi. Soliloquy telah digunakan terutama untuk menyampaikan informasi tentang karakter atau peristiwa, tetapi Shakespeare menggunakannya untuk mengeksplorasi karakter pikiran.
Semua anggota keluarga Shakespeare Katolik. Ibu Shakespeare, Mary Arden, pasti berasal dari keluarga Katolik yang saleh. Bukti yang paling kuat mungkin pernyataan iman Katolik yang ditandatangani oleh John Shakespeare, ditemukan tahun 1757 di kasau rumah mantan di Henley Street.
Beberapa karya Shakespeare, seperti Romeo dan Juliet, termasuk sebagai karya sastra paling terkenal di seluruh dunia. Menurut para numerologis, Shakespeare menulis Bible versi King James pada usia 46 tahun.
Saat Shakespeare berusia 15 tahun, seorang wanita dari desa tetangga tenggelam di Sungai Avon. Kematiannya diyakini disebabkan oleh kecelakaan, tapi mungkin pula kejadian itu merupakan suatu upaya bunuh diri. Hal ini kemudian diangkat oleh Shakespeare dalam Hamlet, dengan meninggalkan pertanyaan di akhir cerita tentang penyebab kematian Ophelia, apakah karena kecelakaan, atau karena bunuh diri. Hamlet dicetak pertama kali pada tahun 1603. Hamlet adalah karya drama terbesar Shakespeare.
1. Karya yang bertema komedi
a. All's Well That Ends Well
b. As You Like It As You Like It
c. The Comedy of Errors
d. Love's Labour's Lost
e. Measure for Measure
f. The Merchant of Venice
g. The Merry Wives of Windsor
h. A Midsummer Night's Dream
i. Much Ado About Nothing
j. Pericles, Prince of Tyre
k. The Taming of the Shrew
l. The Tempest
m. Twelfth Night
n. The Two Gentlemen of Verona
o. The Two Noble Kinsmen
p. The Winter's Tale
2. Karya yang bertema sejarah
a. King John
b. Richard II
c. Henry IV, bagian 1
d. Henry IV, bagian 2
e. Henry V Henry V
f. Henry VI, bagian 1 †
g. Henry VI, bagian 2
h. Henry VI, bagian 3
i. Richard III
j. Henry VIII
3. Karya yang bertema tragedi
a. Romeo and Juliet
b. Coriolanus
c. Titus Andronicus
d. Timon of Athens
e. Julius Caesar
f. Macbeth
g. Hamlet
h. Troilus and Cressida
i. King Lear
j. Othello
k. Antony and Cleopatra
l. Cymbeline
4. Puisi
a. Shakespeare's Sonnets
b. Venus and Adonis
c. The Rape of Lucrece
d. The Passionate Pilgrim [e]
e. The Phoenix and the Turtle
f. A Lover's Complaint
g. Lost plays
h. Love's Labour's Won
i. Cardenio
j. Apocrypha
k. Arden of Faversham
l. The Birth of Merlin
m. Locrine
n. The London Prodigal
o. The Puritan
p. The Second Maiden's Tragedy
q. Sir John Oldcastle
r. Thomas Lord Cromwell
s. A Yorkshire Tragedy
t. Edward III
u. Sir Thomas More
B. Sinopsis Naskah Drama
Hermia dan Lysander adalah pasangan yang saling mencintai. Namun, ada seorang pemuda yang juga mencintai Hermia, Demetrius namanya. Padahal, Demetrius telah dicintai Helena, seorang gadis yang juga merupakan sahabat Hermia. Menurut hukum Athena, seorang ayah dapat memutuskan putrinya menikah dengan siapa. Jika ia tidak taat, dia mungkin dihukum mati atau diperintahkan untuk mengabdi di sebuah biara selama sisa hidupnya. Ketika sadar ayahnya telah memilih Demetrius untuk menjadi calon suaminya, Hermia merencanakan kawin lari dengan Lysander untuk kabur ke tempat bibi Lysander yang telah menganggapnya sebagai anak.
Hermia menceritakan rencananya kepada Helena, yang sebelumnya telah ditolak cintanya oleh Demetrius. Kemudian Helena memberitahukan rencana tersebut kepada Demetrius. Ia beranggapan bahwa dengan melihat Hermia berdua dengan Lysander, Demetrius akan membencinya dan akan berpaling mencintai dirinya. Namun, dugaannya salah. Mendengar Hermia akan kabur dengan Lysander, Demetrius mengejar mereka ke hutan dan Helena mengikutinya.
Saat malam tiba, Lysander dan Hermia yang merasa aman setelah tiba di hutan, tertidur pulas. Demetrius dan Helena juga berada di hutan itu mencari Lysander dan Hermia. Demetrius merasa terganggu karena diikuti oleh Helena ke manapun ia pergi. Perlakuan kasar Demetrius terhadap Helena itu dilihat oleh Oberon, sang raja peri.
Oberon dan Titania berada di hutan di luar Athena. Titania ingin menghadiri pernikahan Theseus dan Hippolyta, yang merupakan raja Athena. Mereka bersitegang saat Titania menolak untuk menyerahkan seorang anak Indian kepadanya yang akan Oberon jadikan sebagai ksatria, karena ibu dari anak itu memuja Titania. Kesal, Oberon memerintahkan Puck untuk mengambil sejenis bunga ajaib yang bila dioleskan ke mata seseorang yang sedang tidur akan membuat orang itu jatuh cinta pada makhluk pertama yang dilihatnya saat membuka mata. Selain itu Oberon juga memerintahkan Puck untuk mencari Demetrius dan mengoles matanya dengan bunga itu agar jatuh cinta pada Helena.
Namun Puck membuat kesalahan dengan mengoleskan bunga itu ke mata Lysander. Ketika Lysander bangun, orang pertama yang ia lihat adalah Helena yang sedang tersesat di hutan. Lysander pun jatuh cinta pada Helena dan meninggalkan Hermia yang masih tertidur. Ketika Oberon melihat hal ini, ia memarahi Puck dan menyuruhnya untuk mencari Demetrius sekali lagi. Demetrius pun terkena pengaruh bunga itu dan jatuh cinta pada Helena.
Hermia yang ditinggalkan sendiri bangun dan mencari kekasihnya, Lysander. Ketika menemukan Lysander, ia ditolak mentah-mentah karena Lysander terkena sihir dan jatuh cinta pada Helena. Helena merasa curiga karena tiba-tiba dirayu oleh dua orang laki-laki, dan mengira bahwa ini adalah permainan Lysander, Demetrius, dan Hermia untuk memperolok-oloknya.
Kembali di desa, sekelompok orang dengan kelas sosial yang rendah merencanakan untuk mempertunjukkan drama sandiwara "Pyramus dan Thisbe" untuk memeriahkan pernikahan Theseus. Mereka berlatih di hutan, dekat tempat tinggal Titania. Puck melihat Nick Bottom yang akan memerankan Pyramus, mengutuknya hingga kepala Bottom berubah menjadi kepala keledai. Teman-temannya takut lalu kabur meninggalkannya sendiri. Bottom adalah orang pertama yang Titania lihat ketika ia bangun dari tidurnya. Maka ia pun jatuh cinta pada Bottom itu dan memanjakannya dengan semua peri-perinya.
Dengan pengaruh bunga itu, Titania dengan mudahnya memberikan bocah Indian itu pada Oberon. Karena keinginannya sudah tercapai, Oberon membebaskan Titania dari sihir dan menyuruh Puck untuk mengubah kepala keledai Bottom seperti semula. Dengan ini sihir pada Lysander pun hilang, namun Demetrius menjadi jatuh cinta pada Helena sekalipun sihir itu hilang.
Mengingat Demetrius tidak mencintai Hermia lagi, Theseus menyuruh Egeus untuk mengatur pernikahan bagi kedua pasangan itu. Hermia, Lysander, Demetrius dan Helena sepakat untuk menganggap apa yang terjadi semalam adalah mimpi karena terasa begitu tidak nyata. Setelah mereka keluar dari hutan, Bottom yang terbangun pun memutuskan untuk menganggap kejadian semalam adalah mimpi juga.
Di Athena, Theseus dan Hippolyta bersama kedua pasangan Hermia-Lysander dan Helena-Demetrius, menonton pertunjukkan "Pyramus dan Thisbe". Itu adalah pertunjukkan yang konyol dan jelek, namun menghibur mereka semua. Di akhir cerita, Oberon, Titania, Puck dan para peri lainnya memberkati rumah yang ditinggali ketiga pasangan itu dengan kecukupan dan keberuntungan.




BAB III
APRESIASI DRAMA A MIDSUMMER NIGHT’S DREAM
KARYA WILLIAM SHAKESPEARE
A. Apresiasi Tokoh dan Penokohan
- Hermia, wanita bangasawan dari Athena
- Lysander, kekasih Hermia
- Demetrius, seorang lelaki terhormat yang jatuh cinta pada Hermia
- Helena, sahabat karib Hermia yang jatuh cinta pada Demetrius
- Egeus, ayah Hermia
- Theseus, Raja Athena
- Hippolyta, calon Ratu Athena, istri Theseus
- Bottom, actor sandiwara dari kelas rendah
- Puck, pelayan Oberon
- Oberon, Raja para peri
- Titania, Ratu para peri
B. Apresiasi Alur dan Pengaluran
Alur utama Midsummer adalah lelucon yang kompleks yang melibatkan dua set pasangan (Hermia-Lysander dan Helena-Demetrius) yang romantis.
1. Ketidaksetujuan ayah Hermia dengan Lysander dan menjodohkannya dengan Demetrius.
2. Kaburnya Hermia dengan Lysander.
3. Penyusulan Hermia dengan Demetrius ke hutan.
4. Perlakuan kasar Demetrius kepada Helena dan dilihat Oberon.
5. Perebutan anak Indian antara Oberon dengan Titania.
6. Perintah Oberon kepada Puck untuk mengambil bunga ajaib.
7. Kesalahan Puck mengolesi bunga ajaib ke mata Lysander.
8. Jatuh cintanya Lysander pada Helena.
9. Perintah Oberon kepada Puck untuk mengolesi bunga ajaib kembali ke mata Demetrius.
10. Jatuh cintanya Demetrius kepada Helena.
11. Kejailan Puck mengubah kepala Bottom menjadi keledai.
12. Terbangunnya Titania dan melihat Bottom.
13. Jatuh cintanya Titania kepada Bottom.
14. Penyerahan anak Indian kepada Oberon.
15. Perintah Oberon untuk menghapus semua sihir.
16. Pernikahan Lysander-Hermia dan Demetrus-Helena.
C. Apresiasi Latar
Drama A Midsummer Night’s Dream terjadi di Yunani pada masa Athena kuno. Setting yang banyak tergambar dalam drama tersebut yaitu hutan di luar Athena. Selain itu, terdapat juga beberapa adegan yang terjadi di kerajaan Athena sendiri, yaitu ketika Raja Athena, Theseus, menggelar pesta pernikahannya dengan mengadakan pertunjukan “Pyramus dan Thisbe”.
D. Apresiasi Nilai-nilai dalam Drama
Dalam drama A Midsummer Night’s Dream terdapat nilai-nilai yang terkandung, yaitu:
1. Nilai sosial
Drama A Midsummer Night’s Dream mengandung nilai sosial, yaitu:
a. rasa kebersamaan atau toleransi dan keinginan untuk menciptakan kedamaian bersama.
b. jangan membeda-bedakan atau menilai seesorang dari status sosialnya, karena manusia itu sama di hadapan Tuhan.
c. jangan mengganggu hubungan orang lain karena tidak baik.
d. untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, jangan melakukannya dengan cara yang licik ayau dengan menyakiti orang lain.
2. Nilai budaya
Nilai budaya yang terkandung dalam drama ini, yaitu seorang anak harus mengikuti perintah menikah dengan laki-laki pilihan ayahnya. Jika tidak, ia akan menjadi biarawati atau dihukum mati.
3. Nilai agama
Drama ini seolah memberi amanat nilai agama, yaitu jangan melawan orang tua. Sebagai anak, harus mematuhi perintah orangtua. Tapi, untuk kawin lari itu tidak baik, walaupun demi membela cinta.
4. Nilai estetika
Nilai estetika yang terkandung dalam drama ini yaitu keindahan dan keunikan pengarang dalam mengungkapkan ceritanya. Ia menggunakan bahasa yang metaphor, yaitu menggunakan bahasa kiasan.
E. Kelebihan Drama
1. Drama A Midsummer Night’s Dream mempunyai kelebihan dibandingkan dengan drama lainnya. Dapat dilihat dari segi penyampaiannya, drama ini menggunakan bahasa yang membuat penonton atau pembaca menjadi terhibur dan tertarik untuk mengapresiasinya, karena terdapat bahasa-bahasa sastra yang menambah nilai kelebihannya.
2. Jika dipandang dari sisi keunikannya, drama ini bertema tentang kekuatan cinta. Jika tetap dipertahankan dan diperjuangkan, cinta akan menang melawan hambatan dan rintangan apa pun. Namun, keunikan drama ini tidak sebatas itu saja. Meskipun tema yang diangkat adalah tentang percintaan, namun drama ini dibubuhi dengan kelucuan dari para tokohnya.
3. Ketika Puck salah mengolesi bunga ajaib ke mata Demetrius dan jail dengan sengaja mengubah kepala Bottom menjadi keledai, membuat drama ini semakin hidup sehingga imajinasi kesan yang timbul dari pembaca/penonton adalah tema tentang kelucuan dan kejailan.

Contoh Penilaian Buku Teks

PENILAIAN BUKU TEKS INSTRUMEN 1
A. Kelayakan Isi
1. Kesesuaian Uraian Materi dengan SK dan KD
a. Kelengkapan materi
Materi yang disajikan buku teks Bahasa Indonesia kelas XII semester 2 yang ditulis oleh Iis Wiati, S.Pd. ini sudah sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ditetapkan pemerintah. Uraian materi di dalam wacana dirancang sesuai dengan tuntutan untuk pencapaian SK dan KD berdasarkan ruang lingkup empat aspek keterampilan berbahasa, yakni mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis, mulai dari pengenalan konsep mata pelajaran Bahasa Indonesia SMA.
Buku yang baik memang harus memenuhi tuntutan SK dan KD, dan buku ini telah mencapai kelengkapan tersebut berdasarkan kelayakan isinya. Kelayakan buku teks bergantung pada isi yang dimuat di dalamnya. Maka dari itu, buku teks harus menyesuaikan dengan tuntutan yang telah ditetapkan.
b. Kedalaman materi
Sebagian besar materi yang ada dalam buku ini belum dijelaskan secara terperinci, kadang hanya butir-butir pentingnya sehingga kurang mendalami materi. Sedangkan pemilihan bentuk, kesesuaian, dan variasi wacana mencerminkan kedalaman materi.
Begitu pun dengan tingkat kesulitan dan kekompleksan wacana, harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman peserta didik.
2. Keakuratan Materi
a. Keakuratan dalam pemilihan wacana
Dalam buku ini, wacana yang dipilih sudah sesuai dengan bahasan materi. Sebagian besar wacana mencantumkan sumber yang menguatkan keakuratan berita dalam wacana tersebut. Namun, pada wacana bagian informasi masih ada yang tidak mencantumkan sumber wacana sehingga kurang meyakinkan keakuratannya.
Buku ini juga mengandung uraian materi yang sesuai dengan kenyataan yang ada dan sesuai dengan tingkat pemahaman peserta didik.
b. Keakuratan dalam konsep dan teori
Konsep dan teori yang disajikan untuk mencapai Kompetensi Dasar sesuai dengan definisi yang berlaku dalam bidang ilmu bahasa (linguistik) dan ilmu sastra, digunakan secara tepat sesuai dengan fenomena yang dibahas, dan tidak menimbulkan banyak tafsir.
Dalam buku teks karya Iis Wiati, S.Pd. ini, konsep teori yang disajikan cukup baik, namun masih ada definisi-definisi yang dapat menimbulkan pemahaman yang lain.
c. Keakuratan dalam pemilihan contoh
Pemilihan contoh dari tiap materi dalam buku teks ini sebagian besar sudah cukup baik. Contoh-contohnya dapat mudah dibayangkan dan dimengerti peserta didik.
Uraian dan contoh menanamkan keruntutan konsep dari yang mudah ke sukar, dari yang konkret ke abstrak, dari yang sederhana ke kompleks, dari yang telah dikenal sampai pengembangannya. Contoh yang disajikan pun mengandung keunggulan nilai-nila moral, seperti keteladanan, kejujuran, tanggungjawab, kedisiplinan, kerjasama, dan toleransi.
d. Keakuratan dalam pelatihan
Pelatihan-pelatihan sudah mengukur kemampuan penguasaan materi peserta didik. Pelatihan yang diberikan dilakukan yaitu dengan cara mengerjakannya secara individu atau diskusi kelompok.
3. Pendukung Materi Pembelajaran
a. Kesesuaian dengan perkembangan ilmu
Dalam buku ini, pendukung materi sudah sesuai dengan materi pembelajaran, tetapi ada beberapa hal yang kurang sesuai dengan perkembangan ilmu masa kini.
Sedangkan deskripsi tentang kesesuaian materi dengan perkembangan ilmu, yaitu bahwa materi yang disajikan bernilai kekinian (up to date) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks) yang relevan dengan tingkat pemahaman peserta didik. Itulah yang menyebabkan kurangnya nilai kelayakan buku teks tersebut.


b. Kesesuaian fitur/contoh/latihan/rujukan
Fitur/contoh/latihan mencerminkan peristiwa dan kejadian yang ada. Rujukan yang digunakan menarik dan sesuai dengan materi yang dibahas. Di dalamnya terdapat peristiwa, kejadian, dan kondisi yang kontekstual. Hal ini menunjang keberhasilan penuisan dan penyusunan buku teks tersebut.
c. Pengembangan wawasan kebinekaan
Materi, latihan, atau contoh yang menunjukkan pengembangan wawasan kebinekaan sangat banyak, terutama terlihat pada wacana yang mempunyai wawasan nusantara yang luas.
Hal tersebut di atas dapat membimbing peserta didik untuk mengenal dan menghargai perbedaan budaya, pendapat, penampilan, dan peninggalan leluhur budaya bangsa, mengenal persebaran keanekaragaman alam dan makhluk hidup, serta keunikan daerah.
d. Pengembangan wawasan kebangsaan dan integrasi bangsa
Di dalam buku ini memang banyak wacana yang mendukung materi. Namun, wacana yang dapat melahirkan kesadaran berpikir dan membangkitkan rasa kebersamaan dalam pembangunan nasionalisme masih kurang untuk semakin bangga menggunakan bahasa Indonesia dan memperkuat identitas bangsa.
B. Kelayakan Penyajian
1. Teknik Penyajian
a. Konsistensi sistematika penyajian
Konsistensi sistematika penyajian dalam buku ini cukup baik, mulai dari pendahuluan (berisi tujuan penulisan buku teks pelajaran, sistematika buku, cara belajar yang harus diikuti, serta hal-hal lain yang dianggap penting bagi peserta didik), bagian isi (uraian, wacana, pelatihan, ilustrasi, gambar), dan pendukung lain. Namun, tidak ada bagian penutup yang berisi rangkuman atau ringkasan yang relevan dalam pembahasan tiap bab.
b. Keruntutan konsep
Buku teks ini memiliki hubungan pengaitan antara uraian, latihan, dan contoh dalam hal kebahasaan dan kesastraan yang satu dengan yang lain sehingga peserta didik mampu mengaplikasikan ilmu secara keseluruhan. Mereka akan membayangkan suatu ilmu sebagai sesuatu yang bulat utuh dan menjadi satu kesatuan.
c. Keseimbangan antarbab
Jumlah halaman disesuaikan dengan materi yang dibahas. Untuk lembar tugas dalam setiap bab pun seimbang, yaitu masing-masing bab terdiri atas empat halaman.
Contoh dan ilustrasi seimbang sesuai dengan kebutuhan masing-masing pokok bahasan, seperti deskripsi yang mempertimbangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
2. Penyajian Pembelajaran
a. Keterpusatan pada peserta didik
Indikator keterpusatan pada peserta didik sudah terlihat, dapat dibuktikan dengan adanya tugas-tugas mandiri dalam setiap bab. Selain itu, penyajian materi yang interaktif dan partisipatif juga mendukung fakta keterpusatan peserta didik.
Sebagai contoh, terdapat materi yang membuat proses diskusi dan presentasi. Dalam hal itu, peserta didik akan menjadi subjek pembelajaran di mana mereka melatih diri dan emosi dalam menyusun perencanaan sesuatu.
b. Merangsang metakognisi peserta didik
Penyajian materi dalam buku teks ini telah mampu merangsang peserta didik untuk mengembangkan motivasi belajar mereka. Namun, peserta didik kurang untuk berpikir kreatif tentang apa, mengapa, dan bagaimana mempelajari materi pelajaran dengan rasa senang karena penyajiannya yang monoton.
c. Merangsang daya imajinasi, kreasi, dan berpikir kritis peserta didik
Melalui ilustrasi, analisis kasus, dan latihan, buku teks ini menyajikan materi yang mampu merangsang daya imajinasi dan kreasi. Namun, kurang menimbulkan pikiran kritis peserta didik.
3. Kelengkapan Penyajian
a. Bagian pendahuluan
Bagian pendahuluan sudah sesuai, terdiri atas prakata dan daftar isi. Di mana prakata adalah informasi yang mengantarkan pembaca untuk mengetahui tujuan penulis buku, ucapan terima kasih, dan harapan. Sedangkan daftar isi adalah daftar yang memuat informasi yang memudahkan peserta didik untuk mencari dan menemukan bab, subbab, serta topik yang ada di dalamnya.
b. Bagian isi
Bagian isi kurang baik, karena tidak memuat rangkuman dan refleksi. Di dalam isinya hanya terdapat pendahuluan, rujukan, dan pelatihan.
Pendahuluan pada bagian isi berisi tujuan penulisan buku teks pelajaran, sistematika buku, cara belajar yang harus diikuti, dll. Rujukan berisi teks, tabel, dan gambar yang merupakan identitas berupa judul, nomor urut gambar/tabel, dan rujukan. Sedangkan pelatihan berisi kegiatan mandiri dan evaluasi untuk pencapaian kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
c. Bagian penyudah
Seharusnya pada bagian penyudah terdapat glosarium yang berisi istilah-istilah penting dalam teks dengan penjelasan arti istilah tersebut, daftar pustaka yang berisi rujukan dalam penulisan buku tersebut, serta indeks subjek dan pengarang.
Buku teks Bahasa Indonesia ini hanya mencantumkan daftar pustaka, sedangkan glosarium dan indeks (subjek dan pengarang) tidak ada sehingga pembaca akan kebingungan mengenai istilah-istilah yang tidak mereka mengerti.












BAB III
PENILAIAN BUKU TEKS INSTRUMEN 2
A. Kelayakan Bahasa
1. Kesesuaian dengan Tingkat Perkembangan Peserta Didik
a. Kesesuaian dengan tingkat perkembangan intelektual peserta didik
Penggunaan bahasa dalam buku ini masih ada beberapa inti yang kurang sesuai dengan tingkat intelektual peserta didik. Bahasa yang digunakan seharusnya dapat menjelaskan konsep atau ilustrasi sampai contoh yang abstrak sesuai dengan tingkat intelektual peserta didik (yang secara imajinatif dapat dibayangkan oleh peserta didik).
b. Kesesuaian dengan tingkat perkembangan sosial emosional peserta didik
Bahasa yang digunakan buku teks ini kurang sesuai dengan kematangan sosial emosional peserta didik dan tanpa ilustrasi yang menggambarkan konsep-konsep mulai dari lingkungan terdekat (lokal) sampai dengan lingkungan global.
2. Komunikatif
a. Keterbacaan pesan
Penyajian buku ini menggunakan bahasa yang sudah cukup komunikatif untuk siswa kelas XII. Selain itu, bahasanya menarik dan jelas, hanya ada beberapa pesan yang tidak menggunakan pola kalimat efektif sehingga dapat menimbulkan makna ganda.
b. Ketepatan bahasa
Penggunaan istilah yang menggambarkan suatu konsep, prinsip, asas, atau sejenisnya sudah tepat makna dan konsisten. Namun, yang menjadi kekurangan buku teks ini yaitu dalam penggunaan kata atau kalimat yang belum sepenuhnya mengacu dan menggunakan kaidah Ejaan yang Disempurnakan.
3. Keruntutan dan Kesatuan Gagasan
a. Keruntutan dan keterpaduan bab
Keruntutan dan keterpaduan antarbab dalam buku ini, terlihat pada penyampaian pesan dari bab yang satu ke bab lain yang berdekatan dan antarsubbab dalam bab yang mencerminkan hubungan yang logis dan harmonis.
b. Keruntutan dan keterpaduan paragraf
Penyampain pesan antarparagraf yang berdekatan dan antarkalimat dalam paragraf sudah mencerminkan hubungan logis di antara keduanya. Hal tersebut menunjukkan adanya keruntutan dan keterpaduan paragraf di dalam buku teks.
B. Kelayakan Penyajian
1. Teknik Penyajian
a. Konsistensi sistematika penyajian
Konsistensi sistematika penyajian dalam buku ini cukup baik, mulai dari pendahuluan (berisi tujuan penulisan buku teks pelajaran, sistematika buku, cara belajar yang harus diikuti, serta hal-hal lain yang dianggap penting bagi peserta didik), bagian isi (uraian, wacana, pelatihan, ilustrasi, gambar), dan pendukung lain. Namun, tidak ada bagian penutup yang berisi rangkuman atau ringkasan yang relevan dalam pembahasan tiap bab.
b. Keruntutan konsep
Buku teks ini memiliki hubungan pengaitan antara uraian, latihan, dan contoh dalam hal kebahasaan dan kesastraan yang satu dengan yang lain sehingga peserta didik mampu mengaplikasikan ilmu secara keseluruhan. Mereka akan membayangkan suatu ilmu sebagai sesuatu yang bulat utuh.
c. Keseimbangan antarbab
Jumlah halaman disesuaikan dengan materi yang dibahas. Untuk lembar tugas dalam setiap bab pun seimbang, yaitu masing-masing bab terdiri atas empat halaman.
Contoh dan ilustrasi seimbang sesuai dengan kebutuhan masing-masing pokok bahasan, seperti deskripsi yang mempertimbangkan SK dan KD.
2. Penyajian Pembelajaran
a. Keterpusatan pada peserta didik
Indikator keterpusatan pada peserta didik sudah terlihat, dapat dibuktikan dengan adanya tugas-tugas mandiri tiap bab. Selain itu, penyajian materi yang interaktif dan partisipatif juga mendukung fakta keterpusatan peserta didik.
Sebagai contoh, terdapat materi yang membuat proses diskusi dan presentasi. Dalam hal itu peserta didik akan menjadi subjek pembelajaran di mana mereka melatih diri dan emosi dalam menyusun perencanaan sesuatu.
b. Merangsang metakognisi peserta didik
Penyajian materi dalam buku teks ini telah mampu merangsang peserta didik untuk mengembangkan motivasi belajar. Namun, peserta didik kurang untuk berpikir kreatif tentang apa, mengapa, dan bagaimana mempelajari materi pelajaran dengan rasa senang karena penyajiannya monoton.
c. Merangsang daya imajinasi, kreasi, dan berpikir kritis peserta didik
Melalui ilustrasi, analisis kasus, dan latihan, buku teks ini menyajikan materi yang mampu merangsang daya imajinasi dan kreasi. Namun, kurang menimbulkan pikiran kritis peserta didik.
3. Kelengkapan Penyajian
a. Bagian pendahuluan
Bagian pendahuluan sudah sesuai, terdiri atas prakata dan daftar isi. Di mana prakata adalah informasi yang mengantarkan pembaca untuk mengetahui tujuan penulis buku, ucapan terima kasih, dan harapan. Sedangkan daftar isi adalah daftar yang memuat informasi yang memudahkan peserta didik untuk mencari dan menemukan bab, subbab, serta topik yang ada di dalamnya.
b. Bagian isi
Bagian isi kurang baik, karena tidak memuat rangkuman dan refleksi. Dalam isinya hanya terdapat pendahuluan, rujukan, dan pelatihan.
Pendahuluan pada bagian isi berisi tujuan penulisan buku teks pelajaran, sistematika buku, cara belajar yang harus diikuti, dll. Rujukan berisi teks, tabel, dan gambar yang merupakan identitas berupa judul, nomor urut gambar/tabel, dan rujukan, sedangkan pelatihan berisi kegiatan mandiri dan evaluasi untuk pencapaian kompetensi sesuai dengan SK dan KD.


c. Bagian penyudah
Seharusnya pada bagian penyudah terdapat glosarium yang berisi istilah-istilah penting dalam teks dengan penjelasan arti istilah tersebut, daftar pustaka yang berisi rujukan dalam penulisan buku tersebut, serta indeks subjek dan pengarang.
Buku teks Bahasa Indonesia ini hanya mencantumkan daftar pustaka, sedangkan glosarium dan indeks (subjek dan pengarang) tidak ada, sehingga pembaca akan kebingungan mengenai istilah-istilah yang tidak mereka mengerti.
























BAB IV
PENILAIAN BUKU TEKS INSTRUMEN 3
A. Grafika
1. Ukuran Buku
a. Kesesuaian ukuran buku dengan standar ISO
Buku teks Bahasa Indonesia kelas XII semester dua ini menggunakan kertas berukuran B5 (176x250 mm) untuk menyesuaikan dengan standar ISO.
b. Kesesuaian ukuran dengan materi isi buku
Buku teks tersebut memenuhi kesesuain dalam segi ukuran. Buku teks ini berukuran sedang, tidak terlalu besar dan tebal. Memungkinkan peserta didik semangat dan tertarik untuk membacanya, dan untuk ukuran lembar sudah disesuaikan dengan materi.
2. Desain Kulit Buku
a. Penampilan unsur tata letak pada kulit muka, belakang, dan punggung memiliki kesatuan (unity)
Buku teks yang baik adalah buku yang memiliki kesatuan tata letak pada kulit muka, belakang, dan punggung buku. Buku teks ini telah memenuhi syarat penampilan tata letak yang hampir sesuai, mulai dari kulit muka, belakang, sampai punggung buku.
b. Tampilan tata letak unsur pada muka, punggung, dan belakang, sesuai/harmonis dan memberikan kesan irama yang baik
Penempatan tata letak pada buku teks ini sudah baik dan sesuai, namun kurang memberikan kesan irama yang baik karena pada muka buku menampilkan gambar lakon teater, sedangkan di samping gambar tersebut tertulis keempat aspek berbahasa. Kemudian dilihat dari belakang buku, tidak ada nama penerbit, hanya ada logo ISBN.
c. Menampilkan pusat pandang (point center) yang baik
Pusat pandang yang ditampilkan buku teks ini yaitu pada tulisan judul mata pelajaran yang ditulis dengan huruf besar dan gambar lakon teater yang disajikan. Tetapi, pemilihan gambar kurang sesuai karena mengandung nilai ambigu. Mungkin orang akan menafsirkannya sebagai buku seni.
Drama memang termasuk salah satu kajian sastra yang dimuat dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, tetapi drama lebih cenderung ke dunia seni. Sedangkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia masih banyak cakupan materi yang dapat dijadikan sebagai gambar di muka buku teks, contohnya gambar pensil dan buku. Gambar tersebut menandakan salah satu aspek keterampilan berbahasa, yaitu menulis.
d. Penampilan unsur tata letak konsisten (sesuai pola)
Tata letak tulisan, gambar, dan penyusunannya sudah baik dan sesuai pola. Di sudut kiri atas terdapat nama pengarang, di sudut kanan atas terdapat kurikulum KTSP, di bawah nama pengarang terdapat nama mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan huruf besar, dan di bawahnya terdapat jenjang sekolah dengan kelas.
Di bawah tulisan jenjang sekolah dan semester tersebut, terdapat gambar yang menyiratkan salah satu kajian sastra. Di sudut kiri bawah terdapat nama penerbit dan di sudut kanan bawah terdapat angka tiga yang menandakan sebagai kelas yang dituju sesuai dengan materi.
e. Ukuran unsur tata letak proporsional
Ukuran dan tata letak huruf maupun unsur lainnya sudah sesuai dan proporsional.
f. Warna unsur tata letak harmonis dan memperjelas fungsi
Buku teks ini menggunakan warna merah sebagai warna dominan untuk penyajian dan sebagai warna dasarnya, sedangkan tulisan nama mata pelajaran menggunakan warna putih, sehingga nama mata pelajaran terbaca jelas.
Nama pengarang, nama jenjang sekolah, kelas, dan semester memakai warna kuning. Keterpaduan warna tersebut terlihat harmonis dan dapat memperjelas fungsi.
g. Memiliki kekontrasan yang baik
Dari segi pemilihan warna, buku teks ini kurang tepat dan kurang menimbulkan kekontrasan yang baik. Warna merah tua tidak menimbulkan efek kontras kepada pembaca. Pembaca biasanya melihat tampilan depan dan kesan pertama yang didapatnya. Jika kurang tepat dalam pemilihan warna untuk tampilan pertama, akan mengurangi rasa ketertarikan pembaca.
h. Komposisi unsur tata letak (judul, pengarang, ilustrasi, logo, dll) seimbang dan seirama dengan tata letak isi
Komposisi unsur tata letak yang terdiri atas judul, pengarang, iliustrasi, logo, dll. sudah seimbang dan seirama dengan tata letak isi.
i. Menempatkan unsur tata letak konsisten dalam satu seri
Penempatan unsur tata letak yang ditampilkan buku ini sudah baik dan konsisten dalam satu seri.

Contoh RPP Menyimak

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

Sekolah : SMA
Mata Pelajaran : Pendidikan Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII/2
Standar Kompetensi : Memahami buku kumpulan puisi kontemporer yang dianggap penting pada
setiap periode
Kompetensi Dasar : 1. Mengidentifikasi tema dan ciri-ciri puisi kontemporer melalui kegiatan
membaca buku kumpulan puisi kontemporer
2. Menemukan perbedaan karakteristik angkatan melalui membaca karya
sastra yang dianggap penting pada setiap periode
Indikator : 1. Membaca buku kumpulan puisi kontemporer
2. Memahami tema dari kumpulan puisi kontemporer
3. Meneliti ciri-ciri puisi kontemporer
4. Membedakan karakteristik puisi pada setiap angkatan
Alokasi Waktu : 2x45 menit


A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti pelajaran ini, siswa dapat:
1. Mencari tema yang terkandung di dalam puisi
2. Memahami ciri-ciri puisi kontemporer
3. Memahami unsur-unsur intrinsik puisi
4. Membedakan karakterisitik puisi pada setiap periode
B. MATERI PEMBELAJARAN
1. Contoh kumpulan puisi kontemporer
2. Tema dari tiap puisi
3. Ciri-ciri puisi kontemporer
4. Unsur-unsur intrinsik puisi
5. Korelasi puisi dengan kehidupan sehari-hari
6. Kesimpulan


C. METODE PEMBELAJARAN
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya jawab
4. Latihan
5. Penugasan


D. SKENARIO PEMBELAJARAN

No Kegiatan Waktu Metode
1. Pendahuluan
a. Guru menyapa siswa sambil me-ngondisikan kelas untuk belajar
- Salam pembuka
- Sapaan kabar
- Pengkondisian kelas
b. Guru menyampaikan aspek yang menunjang proses pembelajaran
- Penyampaian tujuan
- Tanya jawab tentang topik yang akan dibahas
- Menyampaikan skenario pembelajaran
5 menit




5 menit
Ceramah




Ceramah
Tanya jawab
Ceramah
2. Kegiatan Utama
a. Guru mengulang materi pertemuan sebelumnya
b. Guru menyuguhkan beberapa contoh puisi kontemporer
c. Siswa diminta untuk membaca dalam hati puisi tersebut
d. Beberapa siswa diminta untuk membacakannya di depan kelas, siswa lain memperhatikan dan menghayatinya
e. Siswa diminta untuk mencari tema dari puisi-puisi tersebut
f. Siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok yang terdiri atas empat orang
g. Tiap kelompok mencari tema dari puisi kontemporer yang disajikan
h. Guru dan siswa meneliti ciri-ciri puisi pada setiap periode dari contoh puisi kontemporer yang ada
i. Guru menerangkan unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam puisi
5 menit

5 menit

5 menit

10 menit

5 menit

3 menit

5 menit


10 menit


10 menit

Ceramah

Ceramah

Latihan

Latihan

Latihan

Latihan

Latihan


Tanya jawab


Ceramah
3. Kegiatan Penutup
a. Siswa bersama guru menyim-pulkan materi yang diajarkan
b. Guru memberi kesempatan bertanya kepada siswa tentang materi yang belum jelas
c. Siswa bersama guru merefleksi-kan kegiatan pembelajaran dengan mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari
d. Guru memberi tugas kepada siswa untuk mencari contoh puisi yang bertema kemanusiaan dan menganalisis unsur-unsur intrinsiknya
e. Guru memberi gambaran tentang materi pertemuan berikutnya
f. Guru menutup pembelajaran
5 menit

7 menit

5 menit


3 menit



1 menit

1 menit
Diskusi

Tanya jawab


Diskusi


Penugasan


Ceramah

Ceramah


E. MEDIA PEMBELAJARAN
1. Buku panduan
2. Buku kumpulan puisi kontemporer
3. White board dan spidol
4. Laptop dan LCD




F. PENILAIAN
1. Proses penilaian dan evaluasi
a. Penilaian berformasi/perbuatan yang dilaksanakan pada saat dan setelah siswa melakukan kegiatan pembelajaran.
b. Penilaian proyek yaitu tugas yang harus diselesaikan dalam jangka waktu yang ditentukan.
2. Alat penilaian dan evaluasi
a. Keaktifan siswa ketika proses pembelajaran (mengungkapkan pendapat mengenai tema, ciri-ciri, dan unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam puisi).
b. Ketepatan dan penghayatan siswa membaca puisi.

Bahasa Untuk Berpikir


A.    Pengertian Bahasa
Bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak yang memungkinkan objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol abstrak. Dengan adanya transformasi ini, maka manusia dapat berpikir mengenai sebuah objek, meskipun objek itu tidak terinderakan saat proses berpikir itu dilakukan olehnya. (Surya Sumantri, 1998).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Materi bahasa bisa dipahami melalui linguistik, sebagaimana dikemukakan oleh Yudibrata bahwa linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa, biasanya menghasilkan teori-teori bahasa. (1998: 2).
Sebagai alat pergaulan, terdapat bermacam-macam bahasa. Ada bahasa lisan yang diucapkan dengan lisan dan alat pengucap lainnya, ada bahasa tulisan, serta ada bahasa gerak. Dalam ilmu, terutama dalam logika, bahasa itu harus bisa mencerminkan maksud setepat-tepatnya. Lain halnya dengan bahasa yang dipergunakan dalam kesusasteraan. Di situ yang diutamakan adalah keindahan bahasa. Memang maksud juga penting, tetapi di samping maksud juga ada faktor indah. Jadi, bahasa menurut caranya mengutarakan ada bahasa lisan, tertulis, dan gerak.
B.     Pengertian Berpikir
Siswa sebagai organisme dengan segala perilakunya, termasuk proses yang terjadi dalam diri siswa ketika belajar bahasa tidak bisa dipahami oleh linguistik, tetapi hanya  bisa dipahami melalui ilmu lain yang berkaitan dengannya, yaitu psikologi. Atas dasar hal tersebut, muncullah disiplin ilmu baru yang disebut Psikolinguistik atau disebut juga dengan istilah  Psikologi Bahasa.
Berpikir tidak dilakukan manusia sejak lahirnya. Walaupun kemampuan itu ada,  pada umumnya mengikuti perkembangan fisik manusia secara biologis. Jadi, kemampuan berpikir pada manusia merupakan kemampuan potensial.
Manusia berpikir itu untuk tahu. Kalau ia berpikir tidak semestinya, mungkin ia tidak akan mencapai pengetahuan yang benar. Tak seorang pun yang mencita-citakan kekeliruan, tetapi kita ingin mencapai kebenaran dalam proses tahunya itu.
C.     Pengertian Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Citra budaya yang bersifat memaksa membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang semuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Bronislaw Malinowski mengatakan ada empat unsur pokok budaya, yaitu meliputi:
    1. sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
    2. organisasi ekonomi
    3. alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
    4. organisasi kekuatan (politik)
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak dengan kebudayaan asing.
Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perubahan sosial, yaitu:
a.                   tekanan kerja dalam masyarakat,
b.                   keefektifan komunikasi, dan
c.                   perubahan lingkungan alam.
Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antarbudaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki subkebudayaan (biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya subkultur disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender.

D.    Hubungan Antara Bahasa dengan Proses Berpikir
Dalam penggunaan bahasa terjadi proses mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah kode menjadi  pikiran. Ujaran merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan pemahaman pesan tersebut hasil analisis kode.
Bagi logika, ucapan adalah buah pikiran. Pikiran hanya bisa berbuah jika dia diucapkan melalui suara, ucapan, tulisan, atau isyarat. Isyarat adalah perkataan yang dipadatkan, karena itu ia adalah perkataan juga.
Perilaku yang tampak dalam berbahasa adalah perilaku manusia ketika  berbicara dan menulis atau ketika dia memproduksi  bahasa, sedangkan perilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia ketika memahami yang  disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memroses sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya.
Dalam proses berbahasa terjadi proses memahami dan menghasilkan ujaran,  yaitu berupa kalimat-kalimat. Pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran.
Semua bahasa yang diperoleh pada hakikatnya dibutuhkan untuk berkomunikasi. Manusia hanya akan dapat berkata dan memahami satu dengan lainnya dalam kata-kata yang terbahasakan. Bahasa memiliki orientasi yang subjektif dalam menggambarkan dunia pengalaman manusia. Orientasi inilah yang selanjutnya mempengaruhi bagaimana manusia berpikir dan berkata.
Manusia sebagai pengguna bahasa dapat dianggap sebagai organisme yang beraktivitas untuk mencapai ranah-ranah psikologi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Kemampuan menggunakan bahasa baik secara reseptif (menyimak dan membaca) ataupun produktif (berbicara dan menulis) melibatkan ketiga ranah tadi.
Ranah kognitif yang berpusat di otak merupakan ranah yang yang terpenting. Ranah ini merupakan sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yaitu ranah afektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa).
Sapir dan Worf menguraikan dua hipotesis mengenai keterkaitan antara bahasa dengan pikiran, yaitu sebagai berikut.
1.      Perbedaan struktur bahasa secara umum paralel dengan perbedaan kognitif non-bahasa (nonlinguistic cognitive). Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut.
2.      Struktur bahasa mempengaruhi cara inidvidu mempersepsi dan menalar dunia perseptual. Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan oleh kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa.
Pandangan manusia tentang dunia dibentuk oleh bahasa, sehingga karena bahasa berbeda, maka pandangan tentang dunia pun berbeda. Secara selektif individu menyaring sensori yang masuk seperti yang diprogramkan oleh bahasa yang dipakainya. Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda memiliki perbedaan sensori pula.
Ketika manusia berkomunikasi dengan kata-kata, pada saat yang sama otak harus mencari, memilah, merumuskan, merapikan, mengatur, menghubungkan, dan menjadikan campuran antara gagasan-gagasan dengan kata-kata yang sudah mempunyai arti itu dapat dipahami. Pada saat yang sama, kata-kata ini dirangkai dengan gambar, simbol, citra (kesan), bunyi, dan perasaan. Sekumpulan kata yang bercampur aduk tak berangkai di dalam otak, keluar secara satu demi satu, dihubungkan oleh logika, diatur oleh tata bahasa, dan menghasilkan arti yang dapat dipahami.
Dapat dikatakan sebenarnya manusia dapat berpikir tanpa menggunakan bahasa, tetapi bahasa mempermudah kemampuan belajar dan mengingat, memecahkan persoalan, dan menarik kesimpulan. Bahasa memungkinkan individu menjadi peristiwa dan objek dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa, individu mampu mengabstraksikan pengalamannya dan mengomunikasikannya pada orang lain.
E.     Hubungan Antara Bahasa, Berpikir, dan Budaya
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bahasa pada hakekatnya mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai sarana komunikasi antarmanusia dan sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang menggunakan bahasa tersebut. Fungsi yang pertama dapat kita sebut sebagai fungsi komunikasi dan fungsi yang kedua sebagai fungsi kohesif atau integratif. Pengembangan fungsi bahasa harus memperhatikan kedua fungsi ini agar terjadi keseimbangan yang saling menunjang dalam pertumbuhannya. Seperti manusia yang menggunakannya bahasa, harus terus tumbuh dan berkembang seiring dengan pergantian zaman.
Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Sebagaimana juga budaya, bahasa merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Orang-orang tunarungu mencerminkan perbedaan dalam keberagaman yang ditemui dalam populasi pada umumnya, dengan lapisan tambahan berupa kompleksitas yang berhubungan dengan level dan tipe ketulian, keadaan pendengaran orang tua, akses dan kemampuan untuk menggunakan alat bantu, penggunaan bahasa berdasarkan isyarat atau suara, dan penggunaan bahasa isyarat yang bisa dipahami secara visual. Kompleksias tersebut menyebabkab tantangan yang cukup sulit untuk menjalankan etika penelitian karena permasalahan tentang kekuatan yang melingkupi warisan budaya dan linguisik pada komunitas tunarungu.
Kebanyakan asosiasi profesional seperti Asosiasi Psikologis Amerika (APA)   dan Lembaga Anak Luar Biasa (CEC) memiliki kode etik yang memusatkan masalah kultural kepada istilah yang luas tetapi tidak menitikberatkan kepada masalah kultural yang spesifik dalam penelitian komunitas Bahasa Isyarat. Pemberian kode tersebut dimaksudkan untuk sebuah kemampuan penerapan yang luas, penekanan diciptakan ketika hal tersebut diaplikasikan dalam konteks kultural yang spesifik. Contohnya, kode etik CEC menyebutkan bahwa para ahli pendidikan luar biasa diperlukan untuk melindungi hak-hak dan kesejahteraan para partisipan, menterjemahkan dan menerbitkan hasil penelitian dengan ketepatan dan pengetahuan tingkat tinggi, mendukung adanya pembatalan dari penggunaan sebuah prosedur penelitian yang mungkin akan berujung pada konsekuensi yang tidak diinginkan untuk partisipan, dan melatih kewaspadaan untuk mencegah penerapan yang salah maupun penyalahgunaan usaha penelitian (Mertens dan McLaughlin, 2004). Bagaimanapun juga, kode etik CEC tidak disuarakan sehubungan dengan kebutuhan untuk membentuk etika penelitian dari sisi kultural, yang merupakan sebuah masalah tentang  kepentingan khusus dari komunitas Bahasa Isyarat.
F.      Bahasa Isyarat
Isyarat adalah segala sesuatu (gerakan tangan, anggukan kepala, dsb) yang dipakai sebagai tanda atau alamat. (KBBI: 446)
Bahasa isyarat adalah bahasa yang mengutamakan komunikasi manual, bahasa tubuh, dan gerak bibir, bukannya suara untuk berkomunikasi. Kaum tunarungu adalah kelompok utama yang menggunakan bahasa ini, biasanya dengan mengkombinasikan bentuk tangan, orientasi dan gerak tangan, lengan, tubuh, serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan pikiran mereka.
Bertentangan dengan pendapat banyak orang, pada kenyataannya belum ada bahasa isyarat internasional yang sukses diterapkan. Bahasa isyarat unik dalam jenisnya di setiap negara. Bahasa isyarat bisa saja berbeda di negara-negara yang berbahasa sama. Contohnya, meskipun Amerika Serikat dan Inggris memiliki bahasa tertulis yang sama, kedua negara tersebut memiliki bahasa isyarat yang berbeda (American Sign Language dan British Sign Language). Hal yang sebaliknya juga berlaku. Ada negara-negara yang memiliki bahasa tertulis yang berbeda (contoh: Inggris dengan Spanyol), namun menggunakan bahasa isyarat yang sama. Untuk Indonesia, sistem yang sekarang umum digunakan adalah Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI).
SIBI yang dibakukan merupakan salah satu media yang membantu komunikasi sesama kaum tunarungu ataupun komunikasi kaum tunarungu di dalam masyarakat yang lebih luas. Wujudnya adalah tatanan yang sistematis bagi seperangkat isyarat jari, tangan, dan berbagai gerak untuk melambangkan kosa kata bahasa Indonesia. Isyarat yang dikembangkan di Indonesia secara umum mengikuti tata/aturan isyarat sebagaimana telah dikemukakan mengenai aspek linguistik bahasa isyarat.
Suatu isyarat terdiri atas dua komponen, yaitu komponen penentu atau pembeda makna dan komponen penunjang, yaitu:
1)       Penampil, tangan/bagian tangan yang digunakan untuk membentuk isyarat (handshape)
2)      Posisi, kedudukan satu tangan atau kedua tangan terhadap pengisyarat waktu berisyarat (orientation)
3)      Tempat, bagian badan yang menjadi tempat isyarat dibentuk (location)
4)      Gerak, yang meliputi arah gerak penampil ketika syarat dibuat, dan frekuensi ialah jumlah gerak yang dilakukan pada waktu isyarat dibentuk (movement)
Komponen penunjang ialah mimik muka, gerak tubuh, kecepatan dan kelenturan dalam bergerak (aspek non-manual isyarat). Mengenai lingkup isyarat dapat dibedakan antara:
1)      Isyarat pokok, yaitu isyarat yang mewakili sebuah kata atau konsep,
2)      Isyarat tambahan, yaitu isyarat yang mewakili awalan, akhiran, dan partikel, dan
3)      Isyarat bentukan, yaitu isyarat yang dibentuk dengan menggabungkan isyarat pokok dengan isyarat tambahan atau penggabungan dua isyarat pokok atau lebih.
Selain isyarat dalam sistem ini, tercakup pula sistem ejaan jari yang digunakan untuk mengisyaratkan:
-          nama diri
-          singkatan atau akronim
-          bilangan
-          kata yang belum memiliki isyarat
Dalam berkomunikasi dengan sistem ini tidak berbeda dengan cara komunikasi secara lisan, yaitu aturan yang berlaku pada bahasa lisan berlaku pula pada sistem isyarat ini. Hanya saja intonasi tentu dilambangkan berbeda yaitu dengan mimik muka, gerak bagian tubuh, kelenturan, dan kecepatan dalam berisyarat.

Minggu, 09 Januari 2011

salaka domas


BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Dalam pembelajaran di sekolah selama ini, siswa hanya dibekali dengan pengetahuan tentang karya sastra tanpa dipelajari cara mengapresiasinya. Sedangkan cara yang efektif dalam pembelajaran sastra, bukan hanya teori sastra yang harus dipelajari, tapi juga bagaimana cara mengapresiasinya dengan cara memainkan atau memerankan karya sastra tersebut juga bisa pula dengan cara menonton pagelaran-pagelaran.
Maka, makalah ini disusun dalam metode pembelajaran karya sastra agar siswa lebih mudah untuk memahami karya sastra tersebut. Siswa tidak akan bosan dengan pembelajaran yang hanya mengandalkan pendalaman teori tanpa memahami cara mengapresiasi karya sastra.
  1. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1.      Untuk menambah pengetahuan jenis karya sastra yang khususnya drama
2.      Untuk lebih megetahui bagaimana cara mengapresiasai drama
3.      Untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Apresiasi Prosa Fiksi Indonesia
  1. Rumusan Masalah
1.      Apa saja yang dapat diapresiasi dari sebuah drama?
2.      Bagaimana cara mementaskan sebuah drama?
3.      Siapa saja yang berperan dalam pementasan sebuah drama?







BAB II
PEMBAHASAN
A.   Drama “ Layangan Salaka Domas”
1.      Ikhtisar
      Padmawati, istri pertama dari Prabu Siliwangi raja kerajaan pajajaran di tatar Sunda, sering didatangi mimpi yang sama yaitu tentang negeri Pajajaran yang akan hancur akibat dari perang saudara yang memperebutkan kekuasaan. Kepanikan melanda seluruh istana. Mimpi itu pun turut membuat sang raja kalangkabut karena Padmawati bersikukuh mendesak raja agar mencari sebuah pusaka guna menyelamatkan negerinya itu dari kehancuran. Pusaka itu bernama “Layangan Salaka Domas”. Maka, diutuslah putranya yang bernama Mundinglaya dan cucunya Suntenjaya untuk mencari pusaka tersebut di tempat yang bernama sajabaning langit.
      Halangan dan rintangan kerap kali di temui selama perjalanan mencari pusaka Layangan salaka Domas itu. Konon pusaka itu di jaga oleh tujuh guriang atau yang lebih dikenal dengan sebutan guriang tujuh. Dan dua kesatria itu harus mengalahkan mereka.
       Dan jauh di suatu tempat, Dewi Asri kekasih Mundinglaya sibuk menanti kekasihnya kembali dari pengembaraan dalam gundah gulana. Ternyata yang kembali dari pengembaraan itu adalah Suntenjaya yang pulang dengan membawa sebuah layangan emas yang di akuinya sebagai pusaka Layangan Salaka Domas. Karena Suntenjaya yang berhasil membawa pusaka itu, maka menikahlah Dewi Asri dengannya. Dewi Asri tetap harus menikah dengan Suntenjaya sekalipun hatinya tetap setia pada Mundinglaya karena sesuai perjanjian, yang menjadi suaminya adalah orang yang berhasil membawa Pusaka Layangan Salaka Domas. Sedangkan Mundinglaya yang diberitakan telah meninggal dalam pengembaraan ternyata masih hidup karena ditolong oleh siluman yang ada di sajabaninglangit.
      Kemudian pulanglah Mundinglaya ke kerajaannya yang ternyata telah dipimpin oleh Suntenjaya. Ia menjelaskan bahwa pusaka yang dibawa oleh Suntenjaya adalah palsu. Dan pusaka yang sebenarnya adalah tidak berwujud alias abstrak. Tapi tak ada yang mempercayainya.  Bahkan yang tidak percaya kalau Mundinglaya masih hidup dan menganggap kalu yang hadir itu adalah orang yang mengaku-ngaku Mundinglaya. Dewi asri ternyata masih menyimpan rasa cintanya pada mundinglaya dan itu semua membuat Suntenjaya murka. Demi menjaga keutuhan rumahtangga Dewi Asri dan juga menghindari perkelahian, Mundinglaya pun pergi dari kerajaan setelah diusir oleh Suntenjaya, sadaranya sendiri yang tega menghianatinay dan menikamnya dari belakang. Tapi rupanya kepergian Mundinglaya tidak membuat Suntenjaya tenang, malah itu semua semakin membuat suasana hati dan pikiran  raja muda itu kacau.


2.      Alur dan Pengaluran
Alur dalam novel ini adalah alur maju.
Ø  Pengaluran
-          Padmawati bermimpi pajajaran hancur
-          Padmawati mendesak raja mencari pusaka salaka Domas
-          Suntenjaya meminta raja membebaskan Mundinglaya dari penjara
-          Guru Gantangan menemui Mundinglaya di penjara dan mengatakan bahwa Mundinglaya bukan putranya
-          Raja menyuruh Suntenjaya dan Mundinglaya mencari pusaka
-          Suntenjaya dan Mundinglaya mengembara mencari pusaka
-          Suntenjaya menyuruh Mundinglaya melawan Jonggrang kalapitung
-          Sunren jaya kembali ke kerajaan dengan membawa pusaka palsu
-          Suntenjaya berbohong bahwa Mundinglaya tewas
-          Suntenjaya menikahi Dewi Asri
-          Prabu Siliwangi lengser dan digantikan oleh Suntenjaya
-          Mundinglaya bangun dari pingsan karena ditolong siluman
-          Siluman menjelaskan bahwa pusaka itu ada dalam hati dan menyuruh Mundinglaya kembali ke kerajaan
-          Mundinglaya kembali ke kerajaan dan bertemu Suntenjaya
-          Suntenjaya mengusir Mundinglaya karena cemburu merasa Dewi Asri masih mencintai Mundinglaya
-          Mundinglaya pergi kembali dari kerajaan

3. Tokoh dan Penokohan
       Mundinglaya. Adalah seorang pemuda, putra dari Prabu Siliwangi dan Nyai Padmawati. Ia  berparas rupawan, tegar, dan sangat patuh pada orangtuanya (Rajanya). Ia selalu menginginkan kedamaian untuk negerinya yaitu Pajajaran dan ia rela berkorban demi tidak terjadinya pertumpahan darah. Ia pun sangat mencintai Dewi Asri.
           Suntenjaya. Ia adalah putra dari Guru Gantangan sekaligus cucu dari Prabu Siliwangi. Suntenjaya memiliki sifat baik hati namun karena cintanya pada Dewi Asri membuatnya menjadi orang yang licik dan menghalalkan segala cara demi mendapatkan Dewi Asri.
            Dewi Asri. Seorang wanita yang sangat cantik dan baik budi pekertinya. Ia mencintai Mundinglaya namun ia menikah dengan Suntenjaya setelah dikabarkan bahwa Mundinglaya telah meninggal. Dewi Asri pun orang yang sangat patuh pada titah suaminya dan mencintai kedamaian.
            Prabu Siliwangi. Raja kerajaan Pajajaran di tatar Sunda. Ia raja yang arif dan bijaksana, memiliki dua istri yaitu Nyai Padmawati dan Nyai Tejamantri. Prabu Siliwangi selalu menginginkan kedamaian untuk Negeri yang dipimpinnya.
              Padmawati. Istri dari pertama dari Prabu Siliwangi sekaligus ibu dari Mundinglaya. Ia amat mencintai suaminya juga rakyatnya. Ia patuh pada suami, baik hati, dan cinta damai.
            Tejamantri. Merupakan istri kedua dari Prabu Siliwangi dan ia pun taat pada suami serta menginginkan kedamaian untuk negerinya.
            Guru Gantangan. Adalah anak sulung dari Raja Pajajaran namun dia dinggap ayah oleh Mundinglaya namun sesungguhnya ia adalah kakak (tiri) dari beda ibu. Guru Gantangan adalah ayah Suntenjaya, ia pongah, licik, dan iri pada ketampanan Mundinglaya.
              Panglima. Mereka adalah abdi kerajaan yang selalu mengawal raja kemanapun raja pergi dan akan bdiri di barisan paling depan saat kerajaan mengalami masalah. Mereka patuh dan taat pada aturan dan titah Raja mereka.
              Guriang. Guriang yang berjumlah tujuh orang atau lebih dikenal dengan guriang tujuh adalah penjaga dari pusaka layangan Salaka domas di Sajabaning langit.

4. Tema
               Tema yang di angkat dalam novel ini adalah perjuangan dan pengabdian pada negeri yang di cintai.

5. Tipe
               Tipe drama ini adalah tipe drama patriotic karena mengisahkan tentang jiwa besar seorang kesatria yang rela berkoran demi memperjuangkan kedamaian.

6.      Latar
               Latar tempat yang ada dalam drama lebih banyak di Kerajaan,sekalipun ada sedikit latar penjara, jalan, dan sajabaning langit yang disinggahi oleh Mundinglaya jug ataman tempat duduk merenung Dewi Asri yang menanti Mundinglaya kembali. Untuk latar waktu adalah waktu lampau yaitu pada masa Kerajaan Pajajaran dan ada juga waktu ketika Mundinglaya setengah meninggal.
7.      Nilai dan Amanat
               Nilai dan amanat yang terkandung dalam drama ini adalah bahwa kita selaku manusia yang hidup di dunia ini harus tetap memperjuangkan kedamaian untuk negeri kita. Puasaka Layangan Salaka Domas ada pada setiap hati manusia yang bersih, sehingga bila ada iri, dengki, dan sifat buruk lainnya akan menutupi bersinarnya Pusaka itu dalam diri manusia.
               Sebagai sesama saudara hendaknya tidak ada perselisihan, apalagi sampai menikam dari belakang. Semua itu akan membuat kita menuai balasan pada akhirnya karena kehidupan ini akan selalu ada ganjarannya.
8.      Make up
            Make up yang digunakan oleh para pemain mungkin memang sengaja di buat natural, tapi untuk make up Nyai Padmawati seolah tampak sangat dibuat-buat, goresan-goresan yg seolah menggambarkan penuaan malah seperti make up yang coreng-moreng.

9.      Lighting
               Lighting atau pencahayaan untuk panggung memang sudah bagus, ada kesan suram yang menggambarkan suasana pada zaman itu yang memang belum terdapat lampu-lampu seperti saat ini. Lampu yang menyoroti tiap pemain pun sangat tepat mengikuti hadir dan perginya pemain.
10.  Panggung dan Properti
               Suasana panggung dan properti sudah cukup menggambarkan suasana kerajaan yaitu dengan adanya beberapa property seperti singgasana dan untuk penjara nampak seperti nyata dengan adanya tempat makan dan minum berserakan dan kaki pemain yang memakai gembok beban bola besi juga tumpukan jerami.
               Suasana panggung yang dipenuhi oleh layangan memang mendukung cerita dalam drama ini, tapi hakikat dalam cerita dijelaskan bahwa pusaka Layangan Salaka Domas itu adalah bukan berbentuk sebuah layangan tapi sebuah abstrak yaitu keyakinan hati setiap diri manusia. Jadi mengapa harus dipenuhi properti layangan? Itu semua malah membuat penonton meyakini bahwa pusaka Layangan Salaka Domas itu memang sebuah layangan.
11.  Acting Pelaku dan Adegan
               Acting setiap pelaku sudah tampak maksimal, tapi pada setiap perkataan Guru Gantangan yang selalu diawali oleh kata “well..well..well” seperti dalam adegan saat berdialog dengan Mundinglaya ataupun saat berdialog dengan pemeran lain memang awalnya sangat menarik. Namun karena pengucapannya terlalu sering membuat kata “well..well..well” itu menjadi hilang kesan menariknya.
                 Pada adegan belah duren bukan menampakan bahwa Prabu Siliwangi utu memiliki dua istri, tapi malah menampakan bahwa yang ada di sana itu adalah dua pasangan atau dua laki-laki yang berbeda karena adegannya yang bersamaan. Ketika Suntenjaya dan Mundinglaya melakukan perjalanan, disana Suntenjaya itu seperti laki-laki yang lemah dan mudah menyerah seperti yang tampak kelelahan saat menyuruh Mundinglaya pergi melawan Jonggrang Kalapitung. Padahal seperti yang dikatakan oleh Dewi Asri bahwa keduanya itu saa-sama gagah.
                  Banyak adegan-adegan yang tidak ada dalam cerita Layangan salaka Domas masuk pada cerita. Contohnya pada adegan Asep yang berbicara pada pemain drama Layangan Salaka Domas membuat drama seperti ada jeda atau pause. Adegan rakyat yang berbaur dengan pemain memang tidak diduga-duga, sehingga menjadi kejutan untuk para penonton. Adapun adegan Suntenjaya yang setelah menjadi raja selalu menyampirkan layangan emas di punggungnya malah membuat Suntenjaya seperti masih kanak-kanak. Pusaka dalam kerajaan biasanya di simpan di tempat rahasia dan tak jarang di kamar tidur raja. Bukan bersrti harus selalu disampirkan di punggung seperti anak yang suka bermain layangan.
12.  Mimic
                 Mimic muka dari Suntenjaya bukan menggambarkan kegagahan dan kelicikan, tapi malah menggambarkan kesan laki-laki lembut dan lemah. Selain itu mimic dari Guru Gantangan sangat menampakan kesan lucu, dan humoris. Sama dengan mimic yang ada pada pengawal.
13.  Busana
                 Busana yang dikenakan oleh tiap pemain memang sudah tampak serasi. Tapi yang dikenakan oleh Guru Gantangan yang mungkin dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa budaya barat turut meracuni pribumi terlihat sangat mencolok.

14.  Siapa Saja Yang Terlibat dalam Pementasan Drama?
                  Ternyata yang terlibat dalam pementasan drama itu bukan hanya pemain drama saja. Akan tetapi juga meliputi kru-kru acara seperti tim produksi, tim artistic yang tentu di dalamnya ada sutradara, tata kostun, dan tim kreatif, dan juga MC dan tim dekorasi. Tak terkecuali penonton karena penontonlah yang menentukan pementasa tersebut sukses atau tidak.

B.   Fungsi dan Pengalaman Mengapresiasi
-          Fungsi estetis sastra    : ketika menonton drama ini, penonton disuguhkan dengan adegan-adegan yang enakjubkan dan dialog-dialog yang memukau.
-          Fungsi etis dan moral  : mengajarkan kita untuk menjaga tali persaudaraan dan peduli terhadap rakyat yang dipimpin. 
-          Fungsi informatif        : pengetahuan yang dapat diambil dari drama ini adalah kerasnya perjuangan mempertahankan kedamaian dan pengabdian pada negri. 
-          Fungsi penyadaran      : menyadarkan kita akan pentingnya memperjuangkan kedamaian dan menjaga kepercayaan terhadap rakyat sendiri.
-          Pengalaman humanistik                      : drama ini menceritakan kisah perjuangan seorang kesatria yang dihianati saudaranya sendiri.
-          Pengalaman etis dan moral                 : ada tokoh yang lebih mengutamakan keinginan hatinya atau nafsunya sendiri sehingga tega menikam saudaranya sendiri. Seperti dalam drama adalah Suntenjaya yang menghianati Mundinglaya.
BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Di dalam karya sastra, terdapat nilai-nilai yang dapat kita rasakan. Selain dalam dramapun seperti halnya dalam karya sastra lain, terkandung juga fungsi-fungsi yang dan pengalaman mengapresiasi kitapun bisa mengapresiasi dari segi panggung atau apapun yang nampak bagi kita.
Menonton sebuah drama bukan hanya untuk menikmati atau menjadikannya sebagai hiburan, tapi juga untuk dihayati dan di ambil pelajaran dengan cara mengapresiasinya.

B.     Saran
Setelah membahas drama di atas, hendaknya kita lebih memperkaya diri dengan menonton lebih banyak pertunjukan agar apa yang menjadi kekurangan di suatu drama dapan menjadi koreksian pada drama yang lain. Akan tetapi lebih baiknya kitapun ikut terlibat dalam sebuah pementasan agar kita lebih faham selukbeluknya.
Dalam proses pembelajaran, siswa hendaknya lebih diperbanyak dalam mengapresiasi karya sastra. Selama ini dalam pendidikan di Indonesia, siswa hanya mempelajari teori tentang sastra, bukan dalam bentuk prakteknya.