Tulisanku

Rabu, 12 September 2012

The GRON: The Creator of Dreams


                                                           THE GRON
                Devan tertegun. Kabar yang baru saja ia terima telah meruntuhkan kesadarnnya. Kenyataan buruk. Kenyataan pahit. Bahwa kekasih yang sangat dicintainya ternyata meninggal saat akan menemuinya. Ya, hari ini Devan ada janji kencan dengan vanya, gadis mungil yang sangat ia kasihi. Sudah tiga tahun mereka menjalin hubungan dan keduanya berencana menikah saat Devan menyelesaikan S1 Teknik Komputernya. Namun manusia memang hanya bisa berencana, tapi kenyataan adalah jalan Tuhan.
                “ Mungkin aku hanya bermimpi”, ucapnya sambil berusaha menggerakan kakinya menuju westafel di ruang makan. Kakinya begitu lunglai. Dibasuhnya muka dengan pelan berusaha mengusir kenyataan. Tapi tba-tiba tangisnya terurai. Tak apa, untuk kali ini saja! Jerit hatinya.
                Kring!
Kring!
Telepon rumanya bordering memecah kesenyapan. Devan beranjak meraihnya. Ia menyandarkan badannya di dinding.
“Halo?”, Devan memulai. Lama ia terdiam seperti mendengarkan lawan bicaranya di telepon.
“Baik, saya kesana sekarang”, lalu menutup telepon dan meraih jaket yang disampirkan di atas sofa di sampingnya. Ia pun berlalu keluar rumah dengan mobil Honda CR-Vnya yang dipacu dengan kesetanan.
Rupanya Devan menuju rumah sakit tempat Vanya dirawat. Di sana sudah adaTante Vivian dan Om Danu, kedua orang tua vanya. Tante Vivian menyandar sambil mennagis di bahu suaminya. Tissue yang ia pegang sudah tak mampu mebendung tangis yang keluar dari matanya.
“Tante, mana vanya?”, Devan berlutut di hadapan kedua orang tua vanya.
“Dia masih di ruang oprasi Van, tante belum tau kabar apa pun, dari tadi dokter belum keluar”, wanita paruh baya itu menjawab di sela tangisnya.
”Sabar mah, kita harus berdoa biar oprasinya ancar”, Om Danu menabahkan istrinya dan mengusap-usap kepalanya dengan sayang.
Devan tak tahu harus berbuat apa. Ia pun tak kuasa untuk mennagis. Ruang oprasi masih tertutup rapat. Ia geilisah. Sebuah pikiran buruk menyeruak dalam otaknya. Bagaimana jika vanya tak selamat? Bagaimana jika oprasinya gagal? Pertanyaan-pertanyaan itu tiba tiba bermunculan. Seolah menakutinya.  Tidak! Vanya harus selamat. Jerit bathinnya menghalau rasa takut.
Kini, di sinilah Devan menatap sebuah alat yang baru saja selesai ia ciptakan. Alat itu berbentuk seperti balok besar dengan tutup yang cembung  seperti kaca tebal yang transparan di atasnya. Ukurannya hanya 2x1 meter saja.  Ada tulisan on-off dan in-out di tepi kiri balok besar itu. The Gron! Itulah nama balok besar yang terbuat dari lapisan besi dan baja yang kini ada dihadapan Devan.
Klik!
Devan menekan tombol hijau bertulisan in yang tercetak jelas dengan warna putih. Lalu terbukalah tutup the Gron dengan membelah hingga menampakan apa yang ada di dalamnya. Ada sebuah lapisan berwara putih yang serupa dengan kasur pegas dan bantal dengan warna serupa hanya saja bantal tersebut melengkung ke dalam persis penyangga kepala. Itu yang Devan sebut fowel yang ukurannya 40x25cm.
Devan menelentangkan badannya di atas the Gron dan meletakkan kepalanya pada fowel. Dan secara otomatis saat kepala pria itu menyentuh fowel, sebuah kaca bergerak melengkung dari sisi kanan fowel dan krep! Tersambung ke sisi kiri fowel.  Tanpa menunggu lama, tutup the Gron pun turut menutup seperti semula.
“kamu lagi apa beph?”, vanya datang dari arah dapur rumah Devan dengan membawa secangkir the hangat. Gadis itu lalu duduk di samping Devan sambil menyandarkan kepalanya dengan manja.
“Nih kamu liat, aku lagi buat desighn rumah kita. Katanya kamu mau buat rumah hitam putih kaya dadu”, ujar devan sambil menggeser laptop yang dipegangnya kea rah vanya. Tampak dilayar sebuah desighn rumah hitam putih tipe 46 dengan desighn minimalis.
“ha ha ha.. ko jadi kaya papan catur sih dindingnya?”, Vanya tertawa melihat desgh di hadapannya. “Ih ga jadi ah pengen kaya rumah di film Dalmatians aja Cuma bintik-bintik item putih”, lanjut gadis itu lagi.
“Ya udah, nanti aku ubah warnanya”, Devan mengacak rambut kekasihnya denga lembut seperti kebiasaannya. Keduanya pun tertawa bersama dan berpelukan erat seperti takut terpisahkan. Tiba-tiba suasana pun menjadi hening. Sepi. Hanya penuh dengan perasaan keduanya.
“Beph”, vanya melepaskan diri dari pelukan devan dan menatap matanya. “aku takut kalo kita pisah”, ujarnya tanpa melepaskan pandangan.
“Hus, kamu ga boleh ngomong gitu”, Devan memegang kedua bahu vanya. Di balasnya tatapan gadis itu dengan tatapan penuh sayang. “jangan mikir yang engga-engga. Kita ga bakal pisah. Kamu jangan kwatir ya”, ia menenangkan gadis didepannya. Lalu mendekapnya kembali dalam pelukan hangat.
“aku sayang banget sama kamu”, ujar devan seraya mengecup kening vanya dengan lembut.
The Gron terbuka. Devan bangun namun tak langsung turun. Ia masih tertegun, mengingat mimpinya bersama vanya yang baru saja berakhir. Ya, ternyata timernya sudah habis. Ia memprogram The Gron hanya untuk satu jam saja.
Itulah The Gron. Mesin pencipta mimpi yang baru saja diselesaikan oleh Devan. Hanya dengan memasukan data-data ke dalam computer raksasa, maka mimpi pun akan sesuai dengan keiginan siapa pun yang menggunakan the gron.
Setelah vanya meninggal 4 tahun lalu karena oprasinya yang gagal, devan menjadi kehilangan arah dan tujuan hidup, untung masih ada augie yang masih setia menjadi temannya dan berusaha memulihkan devan yang kian kacau. Kesadaranya seolah menguap bersam akepergian kekasihnya. Hanya dalam mimpilah mereka bisa berjumpa hingga devan memutuskan untuk membuat the gron. Mesin pembuat mimpi. Baru setelah empat tahun, the gron pun bis atercipta dan berfungsi. Devan memasukan semua data yang ada di dunia, mulai dari tempat wisata, Negara neragara dunia dan semua yang berkaitan dengan manusia. Mesin ini pun bisa di seting dengan timer baerapa lama mereka ingin bermimpi.
Semua kode genetic manusia berhasil ia dapatkan dengan satelit mininya yang entah bagaimana kecerdasaan pria itu hingga mampu memiliki data semua pendududk dunia dengan alatnya yang canggih berbentuk segi tiga yang mengeluarkan cahaya dan menyentuh lapisan ozon. Ia memanfaatkan lingkaran ozon untuk menyokong alatnya hingga mampu mendeteksi denyut jantung tiap manusia dan mengurai dalam komputernya. Computer ini di setting untuk memdapatkan informasi secara otomatis hingga saat ada bayi lahir atau orang yang meninggal maka akan tercatatat dalam computer Devan. Produk mimpi ini mampu menyentuh semua manusia Tek terkecuali orang yang telah meninnggal namun ini terbatas karena devan menggunakan prosesor seperti penyadap mimpi manusia hingga dalam computer raksasanya semua nama tercantum lengkap dengan kode genetikknya.
“sayang, kini aku bisa bertemu denganmu setiap saat aku rindu”, ucap devan lembut. Lalu ia pun turun dari the gron.
“Van, lo dimana?”, suara augie terdengar dari handphon devan.
“kaya biasa”, jawab devan.
“oh, kalo gitu gue kesana deh”, ujar augi dari sebrang.
“oke, gue tunggu”, balas devan dan menutup teleponnya.
Augie menndukung apa pun yang dilakukan devan. Ia tau sahabatnya itu sangat mencintai vanya. Hingga saat devan menceritakan niatnya untuk membuat the gron empat tahun lalu, augie hanya mengiyakan saja sekaipun awalnya ia sedikit ragu dengan niat sahabatnya. Namun seiring waktu, melihat perkembangan alat-alat yang dibuat Dean, augie turut optimis dengan rencana sahabatnya. Ya, ia sangat tau bagaimana cerdasnya otak devan.
 ####
President Pun Bermimpi
                Devan tak menyangka kalau alatnya ini disetujui oleh presiden. Ia masih ingat minggu lalu saat bertemu dengan presiden juga banyak menteri dan memresetasikan the gron di depan para petinggi Negara itu.
 “ The gron ini alat pembuat mimpi, hanya dengan mencantumkan atau memasukan data yang diinginkan seperti pak menteri ingin mertemu dengan siapa atau bermimpi seperti apa, maka dengan the gron semuanya bisa terwujud dalam mimpi. Anada tidak perlu sibuk sibuk mencatat secara manual, hanya dengan menceritakan di depan microminiphon  yang saya miliki maka anda bebas membuat alur mimpi anda sendiri dan berapa lama anda ingin bermimpi karena saya sudah memprogramnya………”, ujar Dean panjang lebar saat itu.
                “apakah alat ini aman? Ya saya takut jika saat saya bangun tiba-tiba kesadaran saya hilang atau apalah begitu”, Tanya menteri kesehatan .
                Devan tersenyum lalu menjelaskan bahwa alat itu aman dan kalau pun ada kesalahan hanya 0,001 saja mengenai mimpi. Namun ini tak akan mempengaruhi apa pun dalam kondisi pikiran manusia. Saat itu semua orang berdecak kagum dan mengbaikan foto the gron yang ada dalam tayangan slide karena devan tak bisa membawa the gron secara langsung.
“Jika di antara bapa-bapa ada yang belum percaya, atau sangsi dengann the gron the creat of dreams, silahkan datang saja ke rumah saya di jalan dago, Bandung. Saya akn membuktikan dan menunjukan sendiri cara kerja alat ini”. Ujar Devan meyakinkan.
Keesokan harinya president bersama menteri pertahanaan dan perekonomian pun bertandang ke rumah Devan dengan dikawal secara ketat. Bahkan yang lucu untuk Dean, tim penjinak bom pun datang. Terserah sajalah, piker devan. Dan kejadian ini pun mengundang rasa penasaran masyarakat di dekitar rumah devan hingga berkerumun di sekitar ruma devan yang ketat dengan penjagaan.
“Saya ingin bermimpi menjadi presiden yang mampu mensejahterakan Negara saya. Tak ada kerusuhan, rakyatnya makmur, dan saya ingin memimpikan sedang memberikan sumbangan yang banyak bagi rakyat-rakyat saya”, ujer presiden depan microminiphon berbentuk segiempat seperti intercom.
Devan membuka the gron lalu presiden pun masuk dan mulai bermimpi. Devan hanya memprogram mimpi presiden tersebut dalam waktu 10 menit saja. Karena ia tahu jika waktu presiden berharga.
Di ruangan itu, beberapa polisi dan anggota keamanan presoden tampak hara-harap cemas menanti. Mereka memandang devan dengan sinis. Entak karena apa.
“Tolong jangan ada yang menyentuh alat-alat yang ada di ruangan ini”, Devan member peringatan.
Sepuluh menit pun berlalu dan the gron otomatis terbuka. Residen bangun denga wajah sumringah. Ia berjalan mendekati devan dan menepuk bahunya.
“kerja bagus sodara Devan. Alat anda memang sangat canggih. Pemikiran dan kerja yang cerdas. Semuanya seolah sangat nyata dalam mimpi saya dan saya pun merasa sangat nyaman”, Presiden terus saja memuji kerja devan dan the gron.
Semua yang mendnegar itu pun kini mengubah raut muka mereka lebih ramah pada devan. Mentreti menyalami devan dan turut memuji devan. Dan keduanya pun bergantian mencoba the gron.
Dua bulan berlalu. Devan berhasil memperoleh dana dari Negara untuk mengembangkan the Gron. Akhirnya ia pun membuat sebuah gedung denga deretan the gron hampir 500 buah. Ia sengaja membuatny adalam satu antai agar tetap mampu memantau semua konsumen pengguna the gron.
“Sayang, besok proyek the gron raksasa ini akan disahkan oleh presiden langsung. Kamu sennag kan?”, devan bertanya pada vanya yang duduk manis di depannya.
“Ya beph, aku senneg banget. Kamu memang pacar kebagganku. Aku seneng banget punay pacar kaya kamu beph”, vanya tersenyum dan menggenggam tangan devan. Keduanya sedang bertemu di kafe langganan mereka.
“owya sayang, aku kangen banget nih sam akamu, mau nonton ga? Atau kita ke rumah aja?”, Tanya devan lagi.
“Kita pulang aja ya beph, nanti di rumah aku masakin kamu pasta special yang super enak. Mau kan?”, vanya balas bertanya.
“oke sayang ku yang cantik, ayo kita pulang”, devan pun membayar ke kassa dan keduanya pun berlalu denga mobil devan.
Klik!
The gRon terbuka, devan pun keluar dari dalamnya dan duduk di kursinya. Rasa rindunya pada vanya mengantarnya untuk selalu menceritakan semua yang ia alami [ada vany ayang ada dalam mimpinya. Dengan itu rindunya sedikit terobati meski hanya sedikit, sedikit sekali.
Berita tentang the gron kini sudah tersiar di semua kota. Devan pun menarifkan setiap konsumen yang ingin menggunakan the gron Rp.200.000 perjam, murah sekali untuk ukuran para pejabat. 

------------------- bersambung.