THE
GRON
Devan tertegun. Kabar yang baru
saja ia terima telah meruntuhkan kesadarnnya. Kenyataan buruk. Kenyataan pahit.
Bahwa kekasih yang sangat dicintainya ternyata meninggal saat akan menemuinya.
Ya, hari ini Devan ada janji kencan dengan vanya, gadis mungil yang sangat ia
kasihi. Sudah tiga tahun mereka menjalin hubungan dan keduanya berencana
menikah saat Devan menyelesaikan S1 Teknik Komputernya. Namun manusia memang
hanya bisa berencana, tapi kenyataan adalah jalan Tuhan.
“ Mungkin aku hanya bermimpi”,
ucapnya sambil berusaha menggerakan kakinya menuju westafel di ruang makan.
Kakinya begitu lunglai. Dibasuhnya muka dengan pelan berusaha mengusir
kenyataan. Tapi tba-tiba tangisnya terurai. Tak
apa, untuk kali ini saja! Jerit hatinya.
Kring!
Kring!
Telepon rumanya bordering memecah kesenyapan. Devan beranjak meraihnya.
Ia menyandarkan badannya di dinding.
“Halo?”, Devan memulai. Lama ia terdiam seperti mendengarkan lawan
bicaranya di telepon.
“Baik, saya kesana sekarang”, lalu menutup telepon dan meraih jaket yang
disampirkan di atas sofa di sampingnya. Ia pun berlalu keluar rumah dengan
mobil Honda CR-Vnya yang dipacu dengan kesetanan.
Rupanya Devan menuju rumah sakit tempat Vanya dirawat. Di sana sudah
adaTante Vivian dan Om Danu, kedua orang tua vanya. Tante Vivian menyandar
sambil mennagis di bahu suaminya. Tissue yang ia pegang sudah tak mampu
mebendung tangis yang keluar dari matanya.
“Tante, mana vanya?”, Devan berlutut di hadapan kedua orang tua vanya.
“Dia masih di ruang oprasi Van, tante belum tau kabar apa pun, dari tadi
dokter belum keluar”, wanita paruh baya itu menjawab di sela tangisnya.
”Sabar mah, kita harus berdoa biar oprasinya ancar”, Om Danu menabahkan
istrinya dan mengusap-usap kepalanya dengan sayang.
Devan tak tahu harus berbuat apa. Ia pun tak kuasa untuk mennagis. Ruang
oprasi masih tertutup rapat. Ia geilisah. Sebuah pikiran buruk menyeruak dalam
otaknya. Bagaimana jika vanya tak
selamat? Bagaimana jika oprasinya gagal? Pertanyaan-pertanyaan itu tiba
tiba bermunculan. Seolah menakutinya. Tidak! Vanya harus selamat. Jerit
bathinnya menghalau rasa takut.
Kini, di sinilah Devan menatap sebuah alat yang baru saja selesai ia
ciptakan. Alat itu berbentuk seperti balok besar dengan tutup yang cembung seperti kaca tebal yang transparan di
atasnya. Ukurannya hanya 2x1 meter saja. Ada tulisan on-off dan in-out di tepi kiri
balok besar itu. The Gron! Itulah nama balok besar yang terbuat dari lapisan
besi dan baja yang kini ada dihadapan Devan.
Klik!
Devan menekan tombol hijau bertulisan in yang tercetak jelas dengan warna
putih. Lalu terbukalah tutup the Gron dengan membelah hingga menampakan apa
yang ada di dalamnya. Ada sebuah lapisan berwara putih yang serupa dengan kasur
pegas dan bantal dengan warna serupa hanya saja bantal tersebut melengkung ke
dalam persis penyangga kepala. Itu yang Devan sebut fowel yang ukurannya
40x25cm.
Devan menelentangkan badannya di atas the Gron dan meletakkan kepalanya
pada fowel. Dan secara otomatis saat kepala pria itu menyentuh fowel, sebuah
kaca bergerak melengkung dari sisi kanan fowel dan krep! Tersambung ke sisi kiri fowel. Tanpa menunggu lama, tutup the Gron pun turut
menutup seperti semula.
“kamu lagi apa beph?”, vanya datang dari arah dapur rumah Devan dengan
membawa secangkir the hangat. Gadis itu lalu duduk di samping Devan sambil
menyandarkan kepalanya dengan manja.
“Nih kamu liat, aku lagi buat desighn rumah kita. Katanya kamu mau buat
rumah hitam putih kaya dadu”, ujar devan sambil menggeser laptop yang
dipegangnya kea rah vanya. Tampak dilayar sebuah desighn rumah hitam putih tipe
46 dengan desighn minimalis.
“ha ha ha.. ko jadi kaya papan catur sih dindingnya?”, Vanya tertawa
melihat desgh di hadapannya. “Ih ga jadi ah pengen kaya rumah di film
Dalmatians aja Cuma bintik-bintik item putih”, lanjut gadis itu lagi.
“Ya udah, nanti aku ubah warnanya”, Devan mengacak rambut kekasihnya
denga lembut seperti kebiasaannya. Keduanya pun tertawa bersama dan berpelukan
erat seperti takut terpisahkan. Tiba-tiba suasana pun menjadi hening. Sepi.
Hanya penuh dengan perasaan keduanya.
“Beph”, vanya melepaskan diri dari pelukan devan dan menatap matanya.
“aku takut kalo kita pisah”, ujarnya tanpa melepaskan pandangan.
“Hus, kamu ga boleh ngomong gitu”, Devan memegang kedua bahu vanya. Di
balasnya tatapan gadis itu dengan tatapan penuh sayang. “jangan mikir yang
engga-engga. Kita ga bakal pisah. Kamu jangan kwatir ya”, ia menenangkan gadis
didepannya. Lalu mendekapnya kembali dalam pelukan hangat.
“aku sayang banget sama kamu”, ujar devan seraya mengecup kening vanya
dengan lembut.
The Gron terbuka. Devan bangun namun tak langsung turun. Ia masih
tertegun, mengingat mimpinya bersama vanya yang baru saja berakhir. Ya,
ternyata timernya sudah habis. Ia memprogram The Gron hanya untuk satu jam
saja.
Itulah The Gron. Mesin pencipta mimpi yang baru saja diselesaikan oleh
Devan. Hanya dengan memasukan data-data ke dalam computer raksasa, maka mimpi
pun akan sesuai dengan keiginan siapa pun yang menggunakan the gron.
Setelah vanya meninggal 4 tahun lalu karena oprasinya yang gagal, devan
menjadi kehilangan arah dan tujuan hidup, untung masih ada augie yang masih
setia menjadi temannya dan berusaha memulihkan devan yang kian kacau.
Kesadaranya seolah menguap bersam akepergian kekasihnya. Hanya dalam mimpilah
mereka bisa berjumpa hingga devan memutuskan untuk membuat the gron. Mesin
pembuat mimpi. Baru setelah empat tahun, the gron pun bis atercipta dan
berfungsi. Devan memasukan semua data yang ada di dunia, mulai dari tempat
wisata, Negara neragara dunia dan semua yang berkaitan dengan manusia. Mesin
ini pun bisa di seting dengan timer baerapa lama mereka ingin bermimpi.
Semua kode genetic manusia berhasil ia dapatkan dengan satelit mininya
yang entah bagaimana kecerdasaan pria itu hingga mampu memiliki data semua
pendududk dunia dengan alatnya yang canggih berbentuk segi tiga yang
mengeluarkan cahaya dan menyentuh lapisan ozon. Ia memanfaatkan lingkaran ozon
untuk menyokong alatnya hingga mampu mendeteksi denyut jantung tiap manusia dan
mengurai dalam komputernya. Computer ini di setting untuk memdapatkan informasi
secara otomatis hingga saat ada bayi lahir atau orang yang meninggal maka akan
tercatatat dalam computer Devan. Produk mimpi ini mampu menyentuh semua manusia
Tek terkecuali orang yang telah meninnggal namun ini terbatas karena devan
menggunakan prosesor seperti penyadap mimpi manusia hingga dalam computer
raksasanya semua nama tercantum lengkap dengan kode genetikknya.
“sayang, kini aku bisa bertemu denganmu setiap saat aku rindu”, ucap
devan lembut. Lalu ia pun turun dari the gron.
“Van, lo dimana?”, suara augie terdengar dari handphon devan.
“kaya biasa”, jawab devan.
“oh, kalo gitu gue kesana deh”, ujar augi dari sebrang.
“oke, gue tunggu”, balas devan dan menutup teleponnya.
Augie menndukung apa pun yang dilakukan devan. Ia tau sahabatnya itu
sangat mencintai vanya. Hingga saat devan menceritakan niatnya untuk membuat
the gron empat tahun lalu, augie hanya mengiyakan saja sekaipun awalnya ia
sedikit ragu dengan niat sahabatnya. Namun seiring waktu, melihat perkembangan
alat-alat yang dibuat Dean, augie turut optimis dengan rencana sahabatnya. Ya,
ia sangat tau bagaimana cerdasnya otak devan.
####
President Pun Bermimpi
Devan tak menyangka kalau
alatnya ini disetujui oleh presiden. Ia masih ingat minggu lalu saat bertemu
dengan presiden juga banyak menteri dan memresetasikan the gron di depan para
petinggi Negara itu.
“ The gron ini alat pembuat mimpi, hanya
dengan mencantumkan atau memasukan data yang diinginkan seperti pak menteri
ingin mertemu dengan siapa atau bermimpi seperti apa, maka dengan the gron
semuanya bisa terwujud dalam mimpi. Anada tidak perlu sibuk sibuk mencatat
secara manual, hanya dengan menceritakan di depan microminiphon yang saya miliki maka anda bebas membuat alur
mimpi anda sendiri dan berapa lama anda ingin bermimpi karena saya sudah
memprogramnya………”, ujar Dean panjang lebar saat itu.
“apakah alat ini aman? Ya saya
takut jika saat saya bangun tiba-tiba kesadaran saya hilang atau apalah
begitu”, Tanya menteri kesehatan .
Devan tersenyum lalu menjelaskan
bahwa alat itu aman dan kalau pun ada kesalahan hanya 0,001 saja mengenai
mimpi. Namun ini tak akan mempengaruhi apa pun dalam kondisi pikiran manusia.
Saat itu semua orang berdecak kagum dan mengbaikan foto the gron yang ada dalam
tayangan slide karena devan tak bisa membawa the gron secara langsung.
“Jika di antara bapa-bapa ada yang belum percaya, atau sangsi dengann the
gron the creat of dreams, silahkan datang saja ke rumah saya di jalan dago,
Bandung. Saya akn membuktikan dan menunjukan sendiri cara kerja alat ini”. Ujar
Devan meyakinkan.
Keesokan harinya president bersama menteri pertahanaan dan perekonomian
pun bertandang ke rumah Devan dengan dikawal secara ketat. Bahkan yang lucu
untuk Dean, tim penjinak bom pun datang. Terserah
sajalah, piker devan. Dan kejadian ini pun mengundang rasa penasaran
masyarakat di dekitar rumah devan hingga berkerumun di sekitar ruma devan yang
ketat dengan penjagaan.
“Saya ingin bermimpi menjadi presiden yang mampu mensejahterakan Negara
saya. Tak ada kerusuhan, rakyatnya makmur, dan saya ingin memimpikan sedang
memberikan sumbangan yang banyak bagi rakyat-rakyat saya”, ujer presiden depan
microminiphon berbentuk segiempat seperti intercom.
Devan membuka the gron lalu presiden pun masuk dan mulai bermimpi. Devan
hanya memprogram mimpi presiden tersebut dalam waktu 10 menit saja. Karena ia
tahu jika waktu presiden berharga.
Di ruangan itu, beberapa polisi dan anggota keamanan presoden tampak
hara-harap cemas menanti. Mereka memandang devan dengan sinis. Entak karena
apa.
“Tolong jangan ada yang menyentuh alat-alat yang ada di ruangan ini”,
Devan member peringatan.
Sepuluh menit pun berlalu dan the gron otomatis terbuka. Residen bangun
denga wajah sumringah. Ia berjalan mendekati devan dan menepuk bahunya.
“kerja bagus sodara Devan. Alat anda memang sangat canggih. Pemikiran dan
kerja yang cerdas. Semuanya seolah sangat nyata dalam mimpi saya dan saya pun
merasa sangat nyaman”, Presiden terus saja memuji kerja devan dan the gron.
Semua yang mendnegar itu pun kini mengubah raut muka mereka lebih ramah
pada devan. Mentreti menyalami devan dan turut memuji devan. Dan keduanya pun
bergantian mencoba the gron.
Dua bulan berlalu. Devan berhasil memperoleh dana dari Negara untuk
mengembangkan the Gron. Akhirnya ia pun membuat sebuah gedung denga deretan the
gron hampir 500 buah. Ia sengaja membuatny adalam satu antai agar tetap mampu
memantau semua konsumen pengguna the gron.
“Sayang, besok proyek the gron raksasa ini akan disahkan oleh presiden
langsung. Kamu sennag kan?”, devan bertanya pada vanya yang duduk manis di
depannya.
“Ya beph, aku senneg banget. Kamu memang pacar kebagganku. Aku seneng banget
punay pacar kaya kamu beph”, vanya tersenyum dan menggenggam tangan devan.
Keduanya sedang bertemu di kafe langganan mereka.
“owya sayang, aku kangen banget nih sam akamu, mau nonton ga? Atau kita
ke rumah aja?”, Tanya devan lagi.
“Kita pulang aja ya beph, nanti di rumah aku masakin kamu pasta special
yang super enak. Mau kan?”, vanya balas bertanya.
“oke sayang ku yang cantik, ayo kita pulang”, devan pun membayar ke kassa
dan keduanya pun berlalu denga mobil devan.
Klik!
The gRon terbuka, devan pun keluar dari dalamnya dan duduk di kursinya.
Rasa rindunya pada vanya mengantarnya untuk selalu menceritakan semua yang ia
alami [ada vany ayang ada dalam mimpinya. Dengan itu rindunya sedikit terobati
meski hanya sedikit, sedikit sekali.
Berita tentang the gron kini sudah tersiar di semua kota. Devan pun
menarifkan setiap konsumen yang ingin menggunakan the gron Rp.200.000 perjam,
murah sekali untuk ukuran para pejabat.
------------------- bersambung.