Tulisanku

Rabu, 12 Januari 2011

Bahasa Untuk Berpikir


A.    Pengertian Bahasa
Bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak yang memungkinkan objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol abstrak. Dengan adanya transformasi ini, maka manusia dapat berpikir mengenai sebuah objek, meskipun objek itu tidak terinderakan saat proses berpikir itu dilakukan olehnya. (Surya Sumantri, 1998).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Materi bahasa bisa dipahami melalui linguistik, sebagaimana dikemukakan oleh Yudibrata bahwa linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa, biasanya menghasilkan teori-teori bahasa. (1998: 2).
Sebagai alat pergaulan, terdapat bermacam-macam bahasa. Ada bahasa lisan yang diucapkan dengan lisan dan alat pengucap lainnya, ada bahasa tulisan, serta ada bahasa gerak. Dalam ilmu, terutama dalam logika, bahasa itu harus bisa mencerminkan maksud setepat-tepatnya. Lain halnya dengan bahasa yang dipergunakan dalam kesusasteraan. Di situ yang diutamakan adalah keindahan bahasa. Memang maksud juga penting, tetapi di samping maksud juga ada faktor indah. Jadi, bahasa menurut caranya mengutarakan ada bahasa lisan, tertulis, dan gerak.
B.     Pengertian Berpikir
Siswa sebagai organisme dengan segala perilakunya, termasuk proses yang terjadi dalam diri siswa ketika belajar bahasa tidak bisa dipahami oleh linguistik, tetapi hanya  bisa dipahami melalui ilmu lain yang berkaitan dengannya, yaitu psikologi. Atas dasar hal tersebut, muncullah disiplin ilmu baru yang disebut Psikolinguistik atau disebut juga dengan istilah  Psikologi Bahasa.
Berpikir tidak dilakukan manusia sejak lahirnya. Walaupun kemampuan itu ada,  pada umumnya mengikuti perkembangan fisik manusia secara biologis. Jadi, kemampuan berpikir pada manusia merupakan kemampuan potensial.
Manusia berpikir itu untuk tahu. Kalau ia berpikir tidak semestinya, mungkin ia tidak akan mencapai pengetahuan yang benar. Tak seorang pun yang mencita-citakan kekeliruan, tetapi kita ingin mencapai kebenaran dalam proses tahunya itu.
C.     Pengertian Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Citra budaya yang bersifat memaksa membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang semuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Bronislaw Malinowski mengatakan ada empat unsur pokok budaya, yaitu meliputi:
    1. sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
    2. organisasi ekonomi
    3. alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
    4. organisasi kekuatan (politik)
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak dengan kebudayaan asing.
Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perubahan sosial, yaitu:
a.                   tekanan kerja dalam masyarakat,
b.                   keefektifan komunikasi, dan
c.                   perubahan lingkungan alam.
Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antarbudaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki subkebudayaan (biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya subkultur disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender.

D.    Hubungan Antara Bahasa dengan Proses Berpikir
Dalam penggunaan bahasa terjadi proses mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah kode menjadi  pikiran. Ujaran merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan pemahaman pesan tersebut hasil analisis kode.
Bagi logika, ucapan adalah buah pikiran. Pikiran hanya bisa berbuah jika dia diucapkan melalui suara, ucapan, tulisan, atau isyarat. Isyarat adalah perkataan yang dipadatkan, karena itu ia adalah perkataan juga.
Perilaku yang tampak dalam berbahasa adalah perilaku manusia ketika  berbicara dan menulis atau ketika dia memproduksi  bahasa, sedangkan perilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia ketika memahami yang  disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memroses sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya.
Dalam proses berbahasa terjadi proses memahami dan menghasilkan ujaran,  yaitu berupa kalimat-kalimat. Pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran.
Semua bahasa yang diperoleh pada hakikatnya dibutuhkan untuk berkomunikasi. Manusia hanya akan dapat berkata dan memahami satu dengan lainnya dalam kata-kata yang terbahasakan. Bahasa memiliki orientasi yang subjektif dalam menggambarkan dunia pengalaman manusia. Orientasi inilah yang selanjutnya mempengaruhi bagaimana manusia berpikir dan berkata.
Manusia sebagai pengguna bahasa dapat dianggap sebagai organisme yang beraktivitas untuk mencapai ranah-ranah psikologi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Kemampuan menggunakan bahasa baik secara reseptif (menyimak dan membaca) ataupun produktif (berbicara dan menulis) melibatkan ketiga ranah tadi.
Ranah kognitif yang berpusat di otak merupakan ranah yang yang terpenting. Ranah ini merupakan sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yaitu ranah afektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa).
Sapir dan Worf menguraikan dua hipotesis mengenai keterkaitan antara bahasa dengan pikiran, yaitu sebagai berikut.
1.      Perbedaan struktur bahasa secara umum paralel dengan perbedaan kognitif non-bahasa (nonlinguistic cognitive). Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut.
2.      Struktur bahasa mempengaruhi cara inidvidu mempersepsi dan menalar dunia perseptual. Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan oleh kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa.
Pandangan manusia tentang dunia dibentuk oleh bahasa, sehingga karena bahasa berbeda, maka pandangan tentang dunia pun berbeda. Secara selektif individu menyaring sensori yang masuk seperti yang diprogramkan oleh bahasa yang dipakainya. Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda memiliki perbedaan sensori pula.
Ketika manusia berkomunikasi dengan kata-kata, pada saat yang sama otak harus mencari, memilah, merumuskan, merapikan, mengatur, menghubungkan, dan menjadikan campuran antara gagasan-gagasan dengan kata-kata yang sudah mempunyai arti itu dapat dipahami. Pada saat yang sama, kata-kata ini dirangkai dengan gambar, simbol, citra (kesan), bunyi, dan perasaan. Sekumpulan kata yang bercampur aduk tak berangkai di dalam otak, keluar secara satu demi satu, dihubungkan oleh logika, diatur oleh tata bahasa, dan menghasilkan arti yang dapat dipahami.
Dapat dikatakan sebenarnya manusia dapat berpikir tanpa menggunakan bahasa, tetapi bahasa mempermudah kemampuan belajar dan mengingat, memecahkan persoalan, dan menarik kesimpulan. Bahasa memungkinkan individu menjadi peristiwa dan objek dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa, individu mampu mengabstraksikan pengalamannya dan mengomunikasikannya pada orang lain.
E.     Hubungan Antara Bahasa, Berpikir, dan Budaya
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bahasa pada hakekatnya mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai sarana komunikasi antarmanusia dan sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang menggunakan bahasa tersebut. Fungsi yang pertama dapat kita sebut sebagai fungsi komunikasi dan fungsi yang kedua sebagai fungsi kohesif atau integratif. Pengembangan fungsi bahasa harus memperhatikan kedua fungsi ini agar terjadi keseimbangan yang saling menunjang dalam pertumbuhannya. Seperti manusia yang menggunakannya bahasa, harus terus tumbuh dan berkembang seiring dengan pergantian zaman.
Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Sebagaimana juga budaya, bahasa merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Orang-orang tunarungu mencerminkan perbedaan dalam keberagaman yang ditemui dalam populasi pada umumnya, dengan lapisan tambahan berupa kompleksitas yang berhubungan dengan level dan tipe ketulian, keadaan pendengaran orang tua, akses dan kemampuan untuk menggunakan alat bantu, penggunaan bahasa berdasarkan isyarat atau suara, dan penggunaan bahasa isyarat yang bisa dipahami secara visual. Kompleksias tersebut menyebabkab tantangan yang cukup sulit untuk menjalankan etika penelitian karena permasalahan tentang kekuatan yang melingkupi warisan budaya dan linguisik pada komunitas tunarungu.
Kebanyakan asosiasi profesional seperti Asosiasi Psikologis Amerika (APA)   dan Lembaga Anak Luar Biasa (CEC) memiliki kode etik yang memusatkan masalah kultural kepada istilah yang luas tetapi tidak menitikberatkan kepada masalah kultural yang spesifik dalam penelitian komunitas Bahasa Isyarat. Pemberian kode tersebut dimaksudkan untuk sebuah kemampuan penerapan yang luas, penekanan diciptakan ketika hal tersebut diaplikasikan dalam konteks kultural yang spesifik. Contohnya, kode etik CEC menyebutkan bahwa para ahli pendidikan luar biasa diperlukan untuk melindungi hak-hak dan kesejahteraan para partisipan, menterjemahkan dan menerbitkan hasil penelitian dengan ketepatan dan pengetahuan tingkat tinggi, mendukung adanya pembatalan dari penggunaan sebuah prosedur penelitian yang mungkin akan berujung pada konsekuensi yang tidak diinginkan untuk partisipan, dan melatih kewaspadaan untuk mencegah penerapan yang salah maupun penyalahgunaan usaha penelitian (Mertens dan McLaughlin, 2004). Bagaimanapun juga, kode etik CEC tidak disuarakan sehubungan dengan kebutuhan untuk membentuk etika penelitian dari sisi kultural, yang merupakan sebuah masalah tentang  kepentingan khusus dari komunitas Bahasa Isyarat.
F.      Bahasa Isyarat
Isyarat adalah segala sesuatu (gerakan tangan, anggukan kepala, dsb) yang dipakai sebagai tanda atau alamat. (KBBI: 446)
Bahasa isyarat adalah bahasa yang mengutamakan komunikasi manual, bahasa tubuh, dan gerak bibir, bukannya suara untuk berkomunikasi. Kaum tunarungu adalah kelompok utama yang menggunakan bahasa ini, biasanya dengan mengkombinasikan bentuk tangan, orientasi dan gerak tangan, lengan, tubuh, serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan pikiran mereka.
Bertentangan dengan pendapat banyak orang, pada kenyataannya belum ada bahasa isyarat internasional yang sukses diterapkan. Bahasa isyarat unik dalam jenisnya di setiap negara. Bahasa isyarat bisa saja berbeda di negara-negara yang berbahasa sama. Contohnya, meskipun Amerika Serikat dan Inggris memiliki bahasa tertulis yang sama, kedua negara tersebut memiliki bahasa isyarat yang berbeda (American Sign Language dan British Sign Language). Hal yang sebaliknya juga berlaku. Ada negara-negara yang memiliki bahasa tertulis yang berbeda (contoh: Inggris dengan Spanyol), namun menggunakan bahasa isyarat yang sama. Untuk Indonesia, sistem yang sekarang umum digunakan adalah Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI).
SIBI yang dibakukan merupakan salah satu media yang membantu komunikasi sesama kaum tunarungu ataupun komunikasi kaum tunarungu di dalam masyarakat yang lebih luas. Wujudnya adalah tatanan yang sistematis bagi seperangkat isyarat jari, tangan, dan berbagai gerak untuk melambangkan kosa kata bahasa Indonesia. Isyarat yang dikembangkan di Indonesia secara umum mengikuti tata/aturan isyarat sebagaimana telah dikemukakan mengenai aspek linguistik bahasa isyarat.
Suatu isyarat terdiri atas dua komponen, yaitu komponen penentu atau pembeda makna dan komponen penunjang, yaitu:
1)       Penampil, tangan/bagian tangan yang digunakan untuk membentuk isyarat (handshape)
2)      Posisi, kedudukan satu tangan atau kedua tangan terhadap pengisyarat waktu berisyarat (orientation)
3)      Tempat, bagian badan yang menjadi tempat isyarat dibentuk (location)
4)      Gerak, yang meliputi arah gerak penampil ketika syarat dibuat, dan frekuensi ialah jumlah gerak yang dilakukan pada waktu isyarat dibentuk (movement)
Komponen penunjang ialah mimik muka, gerak tubuh, kecepatan dan kelenturan dalam bergerak (aspek non-manual isyarat). Mengenai lingkup isyarat dapat dibedakan antara:
1)      Isyarat pokok, yaitu isyarat yang mewakili sebuah kata atau konsep,
2)      Isyarat tambahan, yaitu isyarat yang mewakili awalan, akhiran, dan partikel, dan
3)      Isyarat bentukan, yaitu isyarat yang dibentuk dengan menggabungkan isyarat pokok dengan isyarat tambahan atau penggabungan dua isyarat pokok atau lebih.
Selain isyarat dalam sistem ini, tercakup pula sistem ejaan jari yang digunakan untuk mengisyaratkan:
-          nama diri
-          singkatan atau akronim
-          bilangan
-          kata yang belum memiliki isyarat
Dalam berkomunikasi dengan sistem ini tidak berbeda dengan cara komunikasi secara lisan, yaitu aturan yang berlaku pada bahasa lisan berlaku pula pada sistem isyarat ini. Hanya saja intonasi tentu dilambangkan berbeda yaitu dengan mimik muka, gerak bagian tubuh, kelenturan, dan kecepatan dalam berisyarat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar