Tulisanku

Minggu, 27 November 2011

Cerpen

Bapakku Lebih Cerdas dari Papi dan Dady
Cerpen oleh: Iis Yasinta A

“ Neng gak mau pak, Neng gak pengen ke pesantren!”, aku marah dan hampir menangis. Tapi bapak yang ada di depanku hanya diam. Adikku yang saat itu baru berusia tiga tahun asik terlelap dalam gendongan ibu. Dia tak akan mengerti jika kakak perempuannya sedang marah pada bapak.
“ Ini semua buat kebaikan Neng”, hanya itu yang keluar dari mulut bapak.
“Ah, tapi Neng mau masuk SMP yang populer itu pak, bapak mau buang Neng ke pesantren? Katanya pesantren Cuma buat nak-anak nakal”, nada suaraku masih tinggi.
Namun lagi-lagi bapak hanya duduk diam, menonton TV seolah-olah tak menghiraukanku yang sedang protes. Bagaimana tidak, aku yang sejak naik kelas 6 SD ingin masuk SMP populer di kotaku tiba-tiba saja harus masuk pesantren, sungguh keterlaluan. Itu pikirku.
“Sudah, ini buat kebaikan Neng juga. Bapak sama ibu sayang sama Neng, makanya mau masukin neng ke pesantren”, ibu kini angkat bicara. Tak ada yang akan memihakku. Bapak dan ibu itu sudah setali tiga uang, ibarat bumi dan bulan, selalu saja bersama dan sepemikiran.
Akhirnya walau dengan penuh tangis, aku pun menurut untuk masuk pesantren. Aku di antar dan ditinggalkan di sana tanpa ada satu orangpun yang aku kenal, tempat baru, orang-orang baru, dan tentunya akan menjadi kebiasaan baru. Pupus sudah harapanku menggunakan seragam kebanggan SMP populer itu.
“Neng baik-baik disini, bapak bakal nengok 2 minggu sekali”, hanya itu yang bapak ucapkan sesaat sebelum bapak dan ibu berlalu dari pesantren. Namun sesuatu luput dari penglihatanku, ada setetes air mana mengambang di pelupuk mata bapak.
Bayangan beberapa tahun silam itu jelas tergambar dalam ingatannku. Akan sosok bapak. Bapakku. Yang kini tertimbun di balik pusara di hadapannku.
“Bapak, Neng sayang bapak”, ujarku. Air mataku hapir saja mengalir seperti saat bapak meningalkanku di pesantren belasan tahun silam itu.
***
Namakku Qotrun Nada. Kata bapak artinya itu setetes embun. Namun orang-orang lebih sering memanggilku Neng, panggilan yang biasanya digunakan untuk memanggil anak perempuan dalam adat orang-orang sunda. Aku anak pertama dari dua bersaudara. Bapakku hanyalah petani lulusan SD begitupun dengan ibuku. Keduanya sehari-hrai selalu berkutat dengan ladang dan sawah. Kantor terbuka, begitu biasanya bapak bergurau.
Aku dan keluargaku tinggal di sebuah daerah di pinggiran kota yang masih hijau oleh sawah dan ladang yang membentang. Perkebunan karet pun memanjang dan berbaris seperti serombongan batalyon yang selalu siaga di pinggir jalan raya.
“Neng, main ke rumah Eca yuk, Eca punya barbie baru dibeliin sama papi dari jakarta”, Eca teman kecilku mengajakku kerumahnya yang tepat berada di samping kanan rumahku. Papi Tomo begitu aku menyebutnya adalah seorang pengusaha yang cukup sukses. Terbukti dari rumah Eca yang memiliki dua lantai dan 2 mobil Fortuner selalu membuat tetangga berdecak kagum saat melewati depan rumah itu. Terlebih Eca adalah anak tunggal, tentu itu membuat papi Tomo sangat memanjakannya. Apa pun yang dininginkan Eca selalu terpenuhi, terkadang aku sangat ingin menjadi Eca.
“ Ayo aja, tapi neng gak bisa lama-lama, nanti jam 3 sore disuruh ngaji di mesjid sama bapak”, aku menjelaskan.
“iya gak apa-apa neng, Eca Cuma mau nunjukin Barbie baru Eca sama kamu”, ujar Eca padakku.
Alhasil, aku pun asik melihat koleksi boneka-boneka dan barbie Eca yang berderet di kamarnya. Kamar yang sangat luas, begitu pikirku. Bila aku bandingkan kamar itu hampir sama dengan separuh luas rumahku.
“Neng punya barbie gak?”, tanyanya
“Ga punya Ca, neng gak pernah punya barbie”, aku menunduk saat menjawab, sedih rasanya hatiku saat itu.
“ Memangnya bapak neng gak pernah beliin barbie? Ko gak kayak papinya Eca ya, papi Eca suka baik, beliin Eca oleh-oleh terus kalo pergi”, Eca menceracau membanggakan ayahnya.
Dari luar kamar papi Tomo mendekati kami yang sedang asik bermain. Dia membawa sepiring roti yang diisi sayur dan entah apa lagi, dulu aku menyebutnya roti tangkup, padahal itu adalah shenwich.
“Nih, papi bawain kalian makanan, ayo dimakan ya”, papi Tomo menyilahkan.
Sampai jam 5 sore aku belum juga pulang ke rumah, aku lupa pada niatku mengaji dan tentu saja sesampainya di rumah bapakku sudah berdiri di depan pintu, menyambutku dengan muka masam. Aku tak perlu banyak berpikir, aku tau bapak sedang marah.
“ Dari mana saja? Kau mau ini jam berapa neng?”, tanya bapak.
‘jam lima pak”, jawabku takut-takut
“Kenapa kamu gak ngaji? Bapak kan bilang kamu harus tau waktu, main itu wajar, tapi kamu harus tau batas, belajar menghargai waktu dari Sekarang!”, itu yang bapak katakan sambil berlalu dari hadapanku. Saat itu pikirankku campur aduk, aku ingin protes tapi hanya mampu ku lakukan dalam hati. Itu kejadian saat aku masih kelas tiga SD.
***
“ Memangnya Audy gak bakal sekolah ya dady?”, aku bertanya pada dady Temi. Tetangga yang rumahnya tepat di depan rumahku. Rumahnya mewah dan tak kalah hebat dari rumah Eca. Dady Temi adalah pria asli Inggris yang menikah dengan tante Indah yang asli sunda. Alhasil, jadilah Audy gadis blasteran inggris dan sunda.
“Gak neng, dady Temi gak perlu membebani Audy dengan sekolah. Audy sudah dady jodohkan dengan anak relasi dady yang sangat kaya dan dady yakin kekayaan kami jika digabungkan tak akan habis sampai tujuh turunan. Jadi Audy tak perlu bersusah payah sekolah. Toh dia akhirnya kan menjadi nyonya konglomerat. Jadi tidak perlulah ijazah seperti itu”, ujarnya menjelaskan padakku saat aku liburan dari pesantrenku. Beruntung sekali Audy. Lagi-lagi aku iri pada teman-temanku.
Saat itu kebetulan deddy Temi sedang mengobrol dengan bapak, entah tentang apa. Makanya aku bertanya saking penasaran karena selama aku di rumah aku sering melihat Audy hanya bersantai membaca komik dan bermain dengan kucingnya di halaman rumahnya. Ku kira sekolahnya libur, tapi ternyata Audy itu tidak melanjutkan setelah kami lulus SD.
Setelah dady temmi pulang, aku duduk di hadapan bapak sambil memakan keripik dalam toples yang tadi disuguhkan ibu pada daddy temmi.
“Pak, enak ya Eca sama Audy, Eca itu suka diturutin apa aja yang dia mau, kalo Audy ga perlu sibuk-sibuk sekolah karena dady Temi-nya udah kaya, dia pasti hidup enak terus sampai tua”, ujarku pada bapak
“Nasib seseorang itu sudah ada yang mengatur neng, bapak mau neng sekolah, itu buat kebaikan neng”, ujar bapak.
Kebaikan,kebaikan, kebaikan. Selalu itu yang bapak katakan. Apa kebaiknanya? aku harus selalu jauh dari keluarga dan hanya bisa pulang kerumah setiap empat bulan sekali karena bapak memasukanku ke pesantren. Mungkin bapak gak merasakan apa yang aku rasakan karena harus jauh dari orangtua. Itu proteskku dalam hati saat itu.
“kenapa sih bapa gak jadi orang kaya?”, ujarku sambil masuk ke dalam rumah. Bapak hanya diam seperti biasa.

***
Semua aktifitasku di pesantren berjalan seperti biasanya, aku pulang setiap empat bulan sekali hingga 6 tahun kemudian aku lulus dari Madrasah Aliyah. Hingga suatu saat, bapak murka begitu mendapatiku pergi ke kota sendirian, ia marah dan langsung menceramahiku saat aku pulang.
“Kamu gak menghargai bapak? Bapak itu kamu anggap apa hah!?”, nada bicara bapak sangat tinggi saat itu. “ bapak itu masukin kamu ke pesantren, suruh kamusekolah yang bener, biar kamu jadi orang pinter, tau tata krama, tau aturan, tapi apa neng? Waktu 6 tahun belum juga bisa mendewasakan kamu. Bapak ngerasa gak dihargai sama kamu. Apa susahnya kamu ijin sama bapak buat pergi ke kota, kamu itu bisa mikir gak? Kamu tau kan cara menghormati orang tua? harus gimana lagi bapak didik kamu?”, kemarahan bapa semakin menjadi.
Aku menangis.
“Bapak itu kenapa sih? setiap yang neng lakuin itu selalu salah, tadi neng pergi ke kota itu udah ijin sama ibu. Neng pergi karena disuruh beli buku agama sama pak ustadz. Belum juga neng jelasin apa-apa, bapak udah marah-marah. Neng harus gimana pak? neng selalu nurutin apa yang bapak mau, neng masuk pesantren sekalipun gak mau. semua buat apa? Buat bapak! Neng selalu berusaha rengking satu dari kelas satu SD sampai kelas 6, semua itu demi bapak! Neng dapat juara terus di pesatren, aktif organisasi, jadi teladan, semua itu demi membuat bapak bangga, tapi kenapa sih hanya kesalahan neng yang bapak lihat? gak ada satu kata aja ucapan bapak yang menandakan kalau bapak bangga. Padahal satu kata itu sangat neng harapkan sebagai motivasi neng. Gimana lagi neng harus buat bapak sedikit aja anggap neng?!”, untuk pertama kalinya dalam hidupku aku melawan ucapan bapak. Dan hal inilah yang aku sesalkan hingga aku dewasa karena saat itulah aku membuat air mata mengambang di pelupuk mata bapak.
Bapak terdiam dan kemudian merangkulku dengan erat. “neng, bapak tuh sayang sama neng”, kalimat dan nada bicara bapak mulai melunak. “ bapak mendidik neng harus ini itu, semua itu buat kebaikan neng”, lanjut bapak lagi.
Fyuh—
lagi-lagi kata kebaikan, Ucap hatiku. aku diam tanpa membalas pelukan bapak.
‘neng, bapak menuntut neng selalu sekolah , pesantren, karena bapak ingin neng punya bekal pendidikan dan bekal agama yang cukup buat hidup neng, bapak memang hanya petani neng, tapi bapak juga punya cita-cita, bapa mau neng sukses. Bapak kerja banting tulang setiap hari karena ingin membuat anak sukses, bapak gak mau kelak neng harus kerja kaya bapak. Kamu perempuan neng, mana mungkin kuat bating tulang mengeluarkan tenaga setiap hari di kebun. Bapak gak mau anak bapak sengsara. kamu sekarang sudah mau kuliah, kamu sudah bisa berpikir buat hidup kamu. Percayalah neng, gak ada orang tua yang tega menyiksa anaknya”, bapak menjelaska panjang lebar. Air mataku semakin mengalir. “neng, bapak bangga sama neng. Kamu itu anak kebanggaan bapak. Anak yang selalu membuat bapak merasa beruntung memiliki anak seperti kamu”.
blas!! Kata-kata itu menancap dalam hatiku, menggedor kesadarnku. Aku pun membalas pelukan bapak, erat.
***
Prof. Qotrun nada, M. Pd. Itulah namaku saat ini. Semua berkat bapak, karena usaha dan jeri payah bapak menyekolahkanku dan menyuruhku serta membiayaiku untuk terus sekolah dan sekolah hinga tak pedul sekeras apa ia bekerja. Didikan bapak yang dulu selalu protes dalam hati, kini menjadi sebaliknya. Selalu dalam doa kuucapkan terimakasih sebesar-besarnya pada Allah karena memiliki bapak seprtinya. Terbukti ucapan bapak, bahwa setiap orang hidup dengan suratan takdir masing-masing. Siapa yang tahu bahwa tetangga yang dulu aku merasa iri terhadapnya, Dexa yang sangat dimanja oleh papi Tomo harus meringkuk di rehabilitasi karena menjadi seorang jungkis. Kekayaan papi tomo berupa rumah dan mobil ternyata harus habis karena tanpa sepengetahuan papi tomo, semua itu sudah digadaikan Dexa pada pengedar. Papi Tomo terpuruk dan pindah dari daerah kami karena menahan malu. Tak lama setelah itu, dady Temi harus ikut terpuruk karena ditipu oleh relasi bisnisnya yang sekaligus ayah dari pria yang menjadi tunangan Audy. Alhasil, dady Temi kini jatuh miskin terlebih karena Audy tidak sekolah hingga tak memiliki ijazah SMP ataupun SMA yang dibutuhkan untuk melamar kerja. Kejadian itu membuat dady Temi depresi dan memutuskan diri untuk mengakhiri hidupnya di rel kereta dekat daerah kami.
Kini aku bersyukur atas semua anugrah yang aku miliki, aku tak lagi ingin seperti Dexa atau Audy, andai mereka sekolah yang benar dan keluarga mereka memiliki dasar agama yang baik, setidaknya hal buruk yang menimpa mereka dapat disikapi dengan baik. Tak perlu pindah rumah atau bunuhh diri.

Dalam Lindungan Allah
Anakku sayang
Di tempat.


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Neng, bapak bangga sama neng. Maafkan bapak karena dari kecil harus selalu menuntut neng untuk mengikuti aturan bapak. Seperti yang selalu bapa bilang, itu semua demi kebaikan neng. Bapak memang hanya petani, tapi bapak ingin neng gak bernasib sama seperti bapak, bapak mau anak bapak seribu kali lebih sukses dari bapak.
Neng, anak kebanggan bapak. Bapak sangat berterimakaksih karena neng selalu jadi anak yang baik. Menurut meski bapak tau kadang terpaksa karena berlawanan sama apa yang kamu inginkan. Bapak tau, neng itu anak yang berbakti pada orang tua. Bapak berterimakasih karena neng selalu sabar mengkuti perintah dan didikan bapak.
Maafkan bapak neng, bapak melakukan semua itu bukan karena bapak tak punya hati dan bukan karen a bapak tak tau apa yang kamu mau, tapi karena bapak hanya petani. Bapak gak bisa mewariska harta yang berlimpah pada neng. Sebab itulah bapak ingin mewariskan ilmu yang cukup untuk bekal hidup neng, yang insyaallah bisa neng manfaatkan untuk masa depan neng kelak agar lebih baik”.
Yang perlu neng tau, kapak bangga sama neng.
Wassalamualaikum warohmatullah.

Tertanda,
Bapak.

Surat dari bapak ini ku peluk erat dalam dadaku. Bapakku, Bapak yang sangat aku banggakan dan bapak yang sangat aku idolakan setelah kini aku mengerti apa yang menjadi cita-cita dan maksud dari semua rencana bapak. Demi kebaikan. Kata-kata itu kini menjadi kata keramat dalam hidupku.
“Terimakasih pak, neng bangga menjadi anak bapak”, kata-kata itu hanya mampu kuucapkan di depan pusara bapak. Karena bapakku, bapakku yang selalu berpikir kedepan, berpikir masa depan, bapakku yang sangat cerdas lebih dari papi Tomo dan dady Temi yang lulusan unviersitas, bapakku yang hanya petani, dan bapakku yang hanya lulusan SD namun sanggup mengantarkan anaknya menjadi seorang profesor. Itulah bapakku.
“Neng sayang bapak”.
***

Bandung, 27 November 2011
Untuk bapakku, yang sangat aku banggakan.

Minggu, 23 Oktober 2011

Jangan !

....................
Elzar mengerjapkan matanya. Berusaha memperoleh kesadaran. Lama ia berusaha menetralkan pandangannya dan tampaklah sebuah ruangan yang begitu rapi. Dimana ini? Itulah pikirnya. Dan Ia mulai mengingat kejadian yang beberapa waktu lalu dialaminya. Ya, iya di keroyok oleh musuhnya saat ia pulang tanpa pengawalan dari kantornya. Entah dimana mobilnya kini.

                “ugh”, Elzar mengeluk dan memgangi kepalanya saat ia berusaha untuk bangun. Ada rasa pening yang nenggedor kepalanya.

                “Tolong jangan bangun, kamu masih lemah”, sebuah suara membuatnya terdiam. Merdu. Elzar pun mendongakan kepalnya dan tampak baginya seorang gadis tinggi sempai yang tersenyum ke arahnya. Ada sesuatu menyelusup dalam hatinya, tapi di tepisnya.

                “Siapa Lo?”, tanya elzar dengan nada sedikit kasar, masih memegangi pelipisnya.

                “Namaku Nirvana, kamu panggil saja Nana. Dan kamu siapa?”, Nana tak balas ber elo gue pada lelaki di depannya.

                “Lo ga usah tau gue siapa. Dimana gue?”, masih dengan nada kasar yang memang sudah khasnya Elzar lanjut bertanya.

                Nana aga dongkol melihat sikap orang yang baru saja di tolongnya. Bukanya berterimakasih namun ia malah mendapatkan suara kasar dari leleki itu. Tapi nana yang memang bersifat lembut tak lantas merah. Ia berusaha tetap melunakan suaranya.

                “kamu ada di rumahku, aku tadi menemukan kamu pingsan di belakng rumahku. Memngnya gimana bisa kamu sampai ke tempat ini?”, jawab Nana penuh rasa sabar.

                “Sekali lagi itu bukan urusan Lo!”, entah kenapa Elzar naik pitam, padahal hatinya menlak bersikap seperti itu.

                “Ya udah, kalo ga mau di jawab ga usah pake bentak-bentak segala dong, biasa aja jawabnya. Aku uga ga tuli, jadi ga harus dengan suara keras kalo kamu ngomong sama aku. Aku Cuma mau nolong kamu, secara manusiawi aku hanya ingin mengamalkan kewajibannu untuk berbuat baik. Kao kamu ga mau aku tolong ya udah ga papa. Dan sekarang aku  Cuma mau kamu makan agar kamu cepat pulih lalu segera meninggalkan rumahku ini, mungkin di luar sana ada keluarga yang nyariin kamu. Jelas?”, nana nyerocos panjang lebar dan meletakan mengkuk berisi bubur hangat di hadapan Elzar.

Cowo itu melongo.                                                                                                                     

Nana ngeloyor pergi.

Elzar tertegun, ia tak menyangka cewe di de[annya akan berkata seperti itu persisi kereta api yang ga berhenti. Dengan sedikit senyum bercampur geli, Elzar mengambil mangkuk di depannya dengan tangan kiri. Ia tahu gadis itu orang baik, namun entah kenapa ia berikap seperti tadi padahal dihadapan wanita lain ia selalu bersikap lembut layaknya casanova seperti julukan yang dimilikinya.

“panas”, elzar bergumam dan kembali meletakan mangkuk itu di atas meja. Tanpa ia sadari Nana menjulurkan lidah tanda puas melihat Elzar kepanasan.

“ Makanya jangan galak-galak, udah tau lagi sakin masih aja kasar”, Nana tersungut-sungaut dan megambil mangkuk bubur itu lalu mulai menyuapi Elzar. Entah kenapa kali ini Elzar tak berkata apa –apa.  Ia hanya diam dan mulai makan.
...............................................

Contoh Penelitian Pragmatik

PILKADES DALAM SKEMATA BUDAYA(1)
Oleh:
Iis Yasinta Apriani(2)
(0902515)

Abstrak
Pilkades atau peilihan kepala desa adalah salah satu kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam rangka memilih pemimpin di desa. Kegiatan ini selain banyak menimbulkan persaingan antarcalon, juga menimbulkan persaingan antara pendukung masing-masing. Di desa Batusari yaitu salah satu desa di Kabupaten Subang- Jawa Barat, kebiasaannya sungguh menarik untuk diamati karena adat-istiadatnya yang sangat lain dari pada yang lain. Kebiasaannya adalah setelah penghitungan suara pada waktu Pilkades, maka di benak masyarakat langsung tersirat nama kampung tempat kepala desa yang baru saja terpilih itu tinggal. Sehingga hanya dengan menyebutkan nama kampung asal kepala desa terpilih, maka masyarakat akan tahu apa yang akan mereka lakukan. Melalui skemata budaya maka kebiasaan desa Xbatusari ini akan dikupas secara jelas agar kita bisa faham mana itu budaya yang baik dan buruk.

Pilkades or selectiont of leader village is one of agenda wich going or planning to do some of selection (comb out) by society or community in one village. Beside can make one of rivalry inter-candidates, this activity also make one of rivalry inter-supporter. Batusari village is one of village in Subang regency of West Java, this Batusari village’s habitual or culture is very unique and interesting for perusal and observ because this tradition very different by other. The tradition is every after extrapolation of voice (count of voice) when Pilkades, then in every people’s mind immediately knotted name of quarter or residential area of new leader, so every person will knows what can must they to do. By means of Skemata budaya this habit and traditionw will analyze by complete and clear in order to know and understand where is a good tradition an where is a bad tradition.
Kata kunci: Skemata budaya, Pilkades, Kontroversi.


Pendahuluan
Dalam penulisan ini, saya ingin menulis hasil analisis mengenai sebuah budaya yang ada di sekitar masyarakat sebuah desa yaitu desa Batusari yang merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Dawuan kabupaten Subang- Jawa Barat pada saat Pilkades. Untuk mengkaji dan menganalisis budaya daerah ini, saya menggunakan skemata budaya yaitu salah satu pendekatan dalam ilmu pragmatik mengenai budaya.
Mengapa saya ingin menganalisis ini? Karena kebiasaaan desa ini ada yang unik yaitu pada selesai penghitungan suara saat Pilkades, maka masyarakat akan mendatangi serta menyerbu kampung dimana kepala desa yang terpilih itu tinggal untuk mengambil beberapa barang. Biasanya tanpa dibuat undang-undang pun, maka mereka sepakat untuk tidak membuat larangan dalam hal ini. Dan semua kerugian yang diderita oleh masyarakat tersebut akan ditanggung oleh kepala desa yang baru.
Tujuan dari penulisan ini adalah agar kita selaku bangsa Indonesia bias tahu bahwa ada sebuah kebiasaan seperti itu di suatu daerah. Selain itu, agar kita selaku bagian dari masyarakat bias terinspirasi untuk mengkaji beberapa budaya yang ada dimasyarakat yang sangat beragam dan bias member arahan pada masyarakat mengenai budaya seperti mana yang merupakan budaya yang baik atau yang buruk, mana yang harus dipertahankan dan mana yang bisa dihilangkan demi terciptanya kerukunan antarmasyarakat desa.
Beberapa rumusan masalah yang akan menjadi acuan sebagai bahan analisis di antarany adalah berikut ini.
- Mengapa masyarakat di desa Batusari selalu menyerbu dan mengambil beberapa barang dari masyarakat yang tinggal di kampung tempat kades baru terpilih tinggal usai penghitungan suara saat Pilkades? Dan apa maksud dari tindakan yang dilakukan masyarakat desa Batusari tersebut?
- Bagaimana proses juga tanda saat masyarakat akan melakukan aksinya?
- Apa saja yang biasanya menjadi bahan incaran masyarakat?
- Apa kaitan antara skemata budaya dan budaya daerah ini? Serta bagaimana pendapat masyarakat terkait budaya ini?


Metodologi
Cara pengumpulan data yang telah dilakukan yaitu dengan melakukan observasi ke daerah yang bersangkutan dan melakukan wawancara. Wawancara yang saya lakukan difokuskan pada masyarakat di satu kampung Cipetir saja agar lebih mudah dalam menyimpulkan pemikiran menurut pandangan masyarakat mengenai adat yang saya teliti.
Langkah-langkah yang dilakukan pada saat pengumpulan data, pertama adalah dengan melakukan wawancara di kampung Cipetir, salah satu kampung di desa ini. wawancara ini dilakukan pada tanggal 26 maret 2011, yaitu dengan cara mendatangi beberapa rumah dan ternyata memiliki latar belakang sosial yang berbeda mulai dari ibu rumah tangga sampai mahasiswa yang ada di daerah tersebut.
Langkah kedua yaitu observasi lapangan pada tanggal 27 maret 2011. Observasi ini dilakukan mulai dari melihat seberapa banyak kampong yang ada di daerah tersebut, lingkungan secara geografisnya, juga melihat-lihat beberapa tempat juga hal terkait menyangkut akibat dari aksi budaya masyarakat pada saat Pilkades bulan November 2010 lalu seperti mendatangi kola ikan, kandang ayam dari beberapa masyarakat terkait, sawah, juga mendatangi rumah pak Lurah.


Data
Klasifikasi Masalah Identifikasi Masalah
- Kebiasaan saat pilkades di desa Batusari

-Kata “Cipetir!” yang merupakan salah satu nama kampong dari desa Batusari -Merupakan budaya daerah yang unik dan lain dari pada kebiasaan di desa yang lain. Tidak ada undang-undang atau aturan daerah mengenai kebiasaan ini.
-Nama kampong yang disebutkan saat usai penghitungan suara ketika pilkades seolah menjadi tanda bahwa yang akan menjadi sasaran untuk aksi tersebut. Dengan mengucapkan atau meneriakan nama kampong tempat tinggal kades terpilih, seolah menjadi komando bahwa mereka selanjutnya akan menuju kampong tersebut.



Kebiasaan atau budaya yang terjadi dalam masyarakat sungguh sangat beragam. Sebut saja masyarakat Desa Batusari memiliki kebiasaan yang sangat lain dari yang lain pada saat Pilkades. Masyarakat desa ini akan dengan senang hati menyerbu dan mengambil barang- barang yang berupa benda hidup atau pun tak hidup dari kampong tempat tinggal kepala desa yang baru saja naik jabatan. Menurut mereka kebiasaan ini sudah membudaya karena sudah ada sejak dulu dan dilakukan terus-menerus secara turun temurun sampai saat ini. “ tos aya ti baheula sa acan enek lahir”, begitu pendapat seorang nenek berusia 68 tahun dalam bahasa daerah ketika ditanya kapan budaya ini ulai terbentuk yang artinya “ sudah ada dari dulu sebelum nenek lahir”.
Usai penghitungan suara selesai, hanya dengan menyebutkan nama kampung tempat tinggal kepala desa terpilih, maka masyarakan akan langsung tahu apa yang akan selanjutnya terjadi. Satu kata seperti “Cipetir!”, akan menjadi penanda dari acara yang akan dilakukan selanjutnya yaitu menyerbu kampong Cipetir dan mengambil beberapa benda yang ada di kampong tersebut.
Sejauh ini menurut hasil dari wawancara yang telah dilakukan, beberapa barang yang biasanya diambil oleh masyarakat adalah ayam, ikan di kolam (empang), tanaman hias, juga buberapa sayuran yang ada di kebun. Namun pada kejadian-kejadian sebelumnya pernah ada yang merasa bila beberapa baju di jemuran mereka pun ikut raib. Bahkan malang tak dapat dihindari jika salah satu warga pernah ada yang akan memanen rambutan yang merupakan buah yang banyak di daerah tersebut harus gagal panen karena masyarakat memanen pohon tersebut lebih dulu dari pada si pemilik.
Tidak ada larangan dalam aksi ini baik dari sesepuh kampung, panitia Pilkades, maupun masyarakat karena menurut mereka ini adalah salah satu hiburan atau tanda suka cita. Seperti yang dikatakan oleh makasiswa jurusan teknik computer yang telah diwawancara “sejauh yang saya tahu, tidak ada larangan adalam aksi ini karena masyarakat sudah faham dan seolah menyepakati sekalipun tidak ada undang-undang tertulis”. Namun seorang wiraswasta di salah satu kampung ada yang keberatan karena menurut mereka ini tindakan yang tidak bias dibenarkan bahkan merugikan namun laranga itu hanya bias di pendam dalam hati karena ditakutkan akan menimbulkan masalah karena saat Pilkades suasananya akan panas oleh persaingan.
Tindakan yang dilakukan setelah aksi ini adalah oleh Kades yang baru. Biasanya masyarakat yang meras jika beberapa harta benda mereka hilang atau diambil masa akan melapor ke rumah atau ke kantor kepala desa dan akan menerima ganti rugi yang berupa uang. Namun pada saat pilkades terakhir yatu tanggal 22 November 2010, tidak terlalu banyak terjadi kerusakan atau harta benda yang diambil masa karena kades terpilih sudah menyediakan kolam ikan untuk masa. “Saya dan suami sengaja menyediakan kolam ikan agar masyarakat tidak terlalu banyak mengalmi kerugian”, begitu yang dikatakan istri kadses saat diwawancara di rumahnya. “ Tapi hal ini harus masuk akal dan tidak berbohong karena pernah ada kejadian ada yang dating melapor tapi setelah diselidiki hanya menggunakan kesempatan dan mengaku-ngaku saja”, lanjut beliau.
Menurut data yang saya peroleh, pilkades terakhir dilaksanakan pada tanggal 22 November 2010 dengan calon terpilih dan menjadi pemenang berasal dari kampung Cipetir. Biasanya masyarakat yang yang melakuakan aksi pengambilan barang tersebut bukan hanya dari desa yang bersangkutan namun juga dari desa lain yang turut menonton dan memeriahkan pilkades tersebut.

Landasan Teori
Setiap orang pasti mengalami pengalaman yang mengejutkan apabila sebagian dari komponen peristiwa yang di asumsikan itu hilang dan tak terduga. Hamper tidak dapat dihindarkan bahwa struktur pengetahuan latar belakang kita, skemata kita mengartikan dunia akan ditentukan secara budaya. Kita selaku manusia akan selalu mengembangkan skemata budaya kita dalam konteks pengalaman dasar kita. Studi perbedaan-perbedaan harapan berdasarkan skemata budaya merupakan bagian dari ruang lingkup yang luas dan umumnya dikenal sebagai pragmatik lintas budaya.
Jika kita mengaitkan mekanisme pengambilan giliran, kita tidak mencari peran diam sama sekali dalam praktik percakapan yang wajar dalam beberapa budaya. Kita juga tidak memasukan pembahasan ‘hak bicara’ yang dijelaskan secara sosial yang dikenal dalam banyak budaya sebagai suatu dasar struktural tentang bagaimana interaksi itu berlangsung.
Kebiasaan atau adat budaya di desa Batusari terseut bias dikategorikan sebagai Pragmatik lintas budaya karena dalam pelaksanaannya banyaknya kata yang diucapkan tidak sebanyak apa yang mereka maksudkan.

Analisis
Menurut masyarakat yang turut serta saat pilkades baik yang berasal dari desa tersebut maupun tidak, adat tersebut merupakan upaya memeriahkan acara yang diselenggarakan panitia pilkades. Kebudayaan yang turun temurun ini sudah terjadi sejak lama. Bila kita melihat dari berbagai sisi, kebiasaan ini memang sangat bagus untuk upaya memeriahkan, namun masyarakat seolah mengesampingkan kerukunan karena bagaimanapun sekalipun tidak terucap, pasti ada rasa tidak rela dalam hati masing-masing saat harta benda mereka yang menjadi sasaran. Namun sesuai teori skemata budaya bahwa kejadian yang melatar belakangi kehidupan kita akan menjadi bahan penambahan skemata kita terhadap budaya.
Proses terjadinya aksi ini awalnya dengan ditandai dengan menyebutkan nama kampung tempat tinggal kades tang terpilih. Dalam skemata budaya dijelaskan bahwa kita tidak mencari peran dalam praktik percakapan yang wajar di masyarakat. Jadi siapapun bias berperan dalam meneriakan nama kampung ini. Juga kita tidak menunggu giliran yang memerankan budaya ini. Bila kita analisis secara pragmatik lintas budaya, kata “cipetir!” misalnya menjadi tanda dan dalam benak masyarakat kata tersebut seolah tergambar dan terbentuk menjadi kata “mari ita serbu kampong cipetir!” atau bias juga “kades yang terpilih dari cipetir, ayo kita serbu dan ambil yang ada di dalamnya!”. Itu hanya dua contoh dari gambaran yang terbentuk dalam benak masyarakat.
Kalangan masyarakat biasanya mengincar beberapa benda yaitu berupa benda hidup maupun tak hidup yang ada di kampung tepat tinggal kades baru miasalnya berupa sayuran, buah-buahan, ternak, juga tanaman hias. Kebiasaan ini bila terjadi pada hari-hari biasa tentu akan menimbulkan kontroversi karena bias saja yang mengambil ini tanpa ijin dari si pemlik. Dalam pragmatik lintas budaya kita tidak menekankan atau menegaskan siapa yang berhak bicara karena sekalipun secara lisan tak terucap, pasti benak sentiasa berkata-kata atau menyiratkan makna. Seperti kebiasaan ini, pemilik banyak yang tidak berkata-kata saat barang-barang mereka ada yang diambil, namun pasti dalam hati mereka ada maksud tak ingin diambil. Sekali lagi kita tidak mencari peran diam, Karen jelas tak ada yang diam dalam hal ini. Pemilik pasti memiliki bahasa secara tersirat baik laranga atau pun ketidak relaan dan pengambil pun memiliki bahasa tersirat seperti bahasa tubuh yang menyiratkan bahwa ia menginginkan barang tersebut.
Sekali lagi kita akan melakukan analisis dan mengaitkan antara hubungan skemata budaya dengan budaya yang ada di daerah ini. Budaya ini berkaitan bahkan bias digolongkan sebagai bagian dari skemata budaya karena ada perbedaan yang khas dari daerah ini dan dilakukan secara berulang-ulang sehingga kebiasaan ini menjadi membudaya. Cara komunikasi masyarakat saat aksi ini berlangsung memang hanya dengan satu kata, namun mereka saling memahami. Bila sedikit menyinggung prinsip kerjasama dalam ilmu pragmatic, tentu hal ini membentuk kerjasama antara pemikiran masyarakat yang satu dengan yang lain sehingga tanpa ungkapan yang berupa ajakan sepert “ayo” atau “mari” pun masyarakat sudah mengerti bahwa mereka akan menyerbu kampong tersebut.
Pendapat masyarakat tentu ada yang menerima ataupun menolak karena setiap kepala pasti memiliki pandangan masing-masing. Di antara mereka ada yang berpendapat setuju atau pun tidak. Seperti lima orang yang telah di wawancara empat di antaranya menyatakan setuju dengan alasa agar acara meriah, namun satu diaantara lima orang tersebut menyatakan tidak setuju karena berpendapat bahwa hal itu bias seperti pencurian karena dalai slam tidak ada adat tersebut.
Akan tetapi, dalam skemata budaya kita tidak memasukan pembahasan ‘hak bicara’ yang merupakan suatu dasar structural tentang interaksi sosial. Dengan kata lain dalam skemata budaya, siapa pun berhak berbicara. Jadi bukan hanya masyarakan yang berhak berbicara dan menggunakan bahasa namun juga agama mau pu etika berhak berbicara dengan bahasa masing-masing. Setiap lapisan masyarakat tentu punya interpretasi atau persepsi yang berbeda. Bila kita mendengar agama berbicara tentu itu dilarang karena seperti pencurian atau pengambilan paksa. Juga bila ada yang berbicara dilihat dari segi etika, ini pun menyalahi etika dalam member dan menerima yatu tidak adanya ucapan ijab dan qabul. Namun ketika ada yang berbicara dari segi budaya, hal ini akan lain lagi. Budaya yang selaras yaitu saat tidak ada kontroversi ketika budaya tersebut berlangsung dengan kata lain budaya tersebut diterima dngen senang hati oleh masyarakat dan direspon dengan baik.
Pada kenyataannya memang banyak yang setuju dengan adanya budaya ini. Tapi masih ada segelintir orang yang merasa keberatan. Jadi, apakah budaya ini baik atau tidak? Menurut saya hal ini bias dikembalikan pada daerah dan masing-masing individu. Selama mereka nyaman dan menerima, budaya ini bias dikatakan baik karena sekalipun ada yang mengalami kerugian, masih bias diganti oleh pihak Kades dan ada yang bertanggung jawab.
Skemata budaya yang digunakan dalam menganalisis budaya daerah ini bisa dikatakan sangat pas dan tepat kerena kita tidak mencari siapa yang diam, atau siapa yang harus berbicara. Skemata budaya akan menganalisis berbagai perbedaan harapan yang ada dalam budaya masyarakat. Dan tentu kita telah kaji bahwa dalam budaya sekalipun ada perbedaan jika masih bias diterima setiap golongannya masih bisa tergolong budaya yang baik. Jadi skemata budaya bisa menjawab semua masalah mengenai budaya desa X tersebut.

Simpulan
Budaya masyarakat sangat beragam, namun skemata budaya mampu menganalisis dan menjadi landasan teori yang pas untuk menentukan apakah budaya tersebut baik atau buruk bagi masyarakat. Kebiasaan di desa X memang terkesan brutal karena tak ada undang-undang atau pun larangan yang jelas. Namun jiaka masyarakat nyaman dan sepakat, maka budaya itu tidak bisa seenaknya saja di hapuskan, apa lagi budaya itu adalah kebiasaan yang sudah mendarah daging jadi akan sukar dihilangkan. Baik atau pun buruk suatu budaya bisa dikomunikasihan dan dirasakan oleh individu atau pelaku budaya tersebut.


Pustaka Acuan
- Efendi, Ridwan dan Elly Maliah. 2007. Panduan Kuliah Pendidikan Lingkungan Sosial, Budaya dan Teknologi. CV Maulana Media Grafika: Bandung.
- http://naila-story.blogspot.com/2010/01/ilmu-sosial-dasar-pertemuan-kedua.html
- http://rastapala10720.blogspot.com/2010/10/jurnal-masyarakat-budaya.html
- Yule, George. 2006. Pragmatik. Pustaka pelajar: Yogyakarta





















(1) Merupakan kajian dan analisis sebagai tugas dalam mata kuliah Pragmatik
(2) Mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia angkatan 2009

Selasa, 22 Maret 2011

presentasi

harii ini presntasi, remmember..
deg degan banget rasanya, setiap orang suka gugup kalo maju tampil ke depan umum, kenapa kaya gitu ya?? kaya uji nyali...
gugup..

Selasa, 08 Maret 2011

Polemik Seputar Penyelenggaraan UN

Polemik Sekitar Penyelenggaraan Ujian Nasional Alias UN
Ujian Nasional biasa disingkat UN adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Depdiknas di Indonesia berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan dan proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan.
Proses pemantauan evaluasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan pada akhirnya akan dapat membenahi mutu pendidikan. Pembenahan mutu pendidikan dimulai dengan penentuan standar.
Penentuan standar yang terus meningkat diharapkan akan mendorong peningkatan mutu pendidikan. Yang di maksud dengan penentuan standar pendidikan adalah penentuan nilai batas (cut off score). Seseorang dikatakan sudah lulus/kompeten bila telah melewati nilai batas tersebut berupa nilai batas antara peserta didik yang sudah menguasai kompetensi tertentu dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi tertentu. Bila itu terjadi pada ujian nasional atau sekolah maka nilai batas berfungsi untuk memisahkan antara peserta didik yang lulus dan tidak lulus disebut batas kelulusan, kegiatan penentuan batas kelulusan disebut standard setting.
Pro : UN itu harus tetap ada karena merupakan sarana evaluasi belajar siswa selama 3 tahun.
Kontra: sebaiknya UN itu ditiadakan karena fungsinya sebagai evaluasi belajar malah tidak berguna, lihat saja. Siswa belajar selama 3 tahun masa iya sih harus gagal melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi hanya karena gagal UN yang diselenggarakan selama 3 hari. Bagaimana jika kondisis saat itu tidak memungkinkan, kan kasihan kalo anak pandai tapi gak lulus.
Pro : Mungkin mental anak Indonesia saja yang terlalu ciut, masa hanya 6 pelajaran dari sekian pelajaran yang dipelajari selama 3 tahun harus ketar ketir sih, kan seandainya mereka beljar secara baik pasti mereka siap menghadapi UN yang hanya 3 hari.
Kontra : tapi UN hanya menjadi kegiatan yang menakutkan buat siswa, menjadi beban mental siswa, selain itu secara logika, yang mengetahui kualitas siswa adalah guru-guru mereka di sekolah, bukan pemerintah yang bahkan tidak tahu bagaimana proses belajar siswa di sekolah. Jadi kenapa tidak diserahkan kepada guru-guru atau lembaga sekolah saja yang menentukan standar kelulusan siswa mereka?? Mengapa soal harus dari pemerintah sedangkan yang mengajar itu guru di sekolah, bagaimana jika masih ada Bab yang belu dipelajari?
Pro : Tapi dengan UN kita bisa meningkatkan kualitas, mentalitas dan kognitif siswa di sekolah. lihat di Negara luar, standar kelulusan mereka jauh lebih tinggi dari standar yang berlaku di Negara kita. Untuk soal, pemerintah pasti sudah mempertimbangkan agar bisa seadil adilnya di berikan kepada siswa. Tidak terlalu sulit, juga tidak terlalu mudah.
Kontra : Jika demikian, mengapa UN itu hanya 6 mata pelajaran bagi ipa atau jurusan lainya, bukankah yang dipelajari selama 3 tahun itu lebih dari 6 mata pelajaran, jadi buat apa dipelajari jika yang difokuskan untuk UN hanya 6 mata pelajaran? Bukankah seolah-olah mata pelajaran lain terabaikan seperti file yang terbuang. Lalu bagaimana jika kemampuan siswa di luar 6 mata pelajaran yang di UN-kan, seperti di bidang agama, atau PKN, dan sebagainya?? Dan bukankah fasilitas yang menunjang setiap sekolah itu berbeda,? Bukankah proses belajar itu juga harus di tunjang sarana dan prasarana yang memadai?
Pro : Sebetulnya sistem itu sudah baik, setiap tahun ada revisi atau perbaikan agar sistem di indinesia bisa sesuai yang kita harapkan. Jadi mungkin pelaksanaannya saja yang masih ada kekeliruan sehingga masih ada kecurangan atau peyimpangan seperti joky UN atau kebocoran soal.
Kontra : Jika sistem sudah bagus, kenpa harus ada revisi setiap tahun? Bukankah itu hanya menjadi beban siswa seoalh mereka itu di fokuskan hanya pada UN. Selain tu mengapa tidak ada standar sistem pelaksanaan? Mengapa harus berubah setiap tahun sehingga siswa bingung. Seperti tahun ini yang kabarnya kode soal menjadi A-B-C-D-E, bukan hanya A-B seperti tahun sebelumnya? Dan dilihat dari pengayaan yaitu jam tambahan belajar bagi siswa. Bukankah itu menyita waktu dan tenaga? Memangnya efektif dan efisien bila setelah mereka belajar dari pagi sampai siang, lalu kembali belajar sampai sore, bukankah setiap siswa akan mengalami kepenatan?? Iya kalau jam tambahan tersebut bermanfaat dan siswanya menyimak pelajaran tersebut, jika hanya numpang hadir bagaimana??
Pro : tapi jika UN tidak ada, memang ada sistem yang lebih efektif sebagai penggantinya?/ lalu jika UN tidak ada, memangnya di jamin siswa-siswa itu akan mau belajar??

NB: Apa pendapat rekan-rekan mengenai penyelenggaraan UN??

Sabtu, 19 Februari 2011

contoh resensi

II.IDENTITAS BUKU
1. Judul : Welas Asih Merengkuh Tajali
2. Pengarang : Titis Basino P.I
3. Penerbit : PT. Grasindo
4. Kota Terbit : Jakarta
5. Tahun Terbit : 1997
6. Cetakan : ke-1
7. Ilustrasi sampul :
Depan : Didominasi oleh warna jingga dan kuning. Bagian bawah berwarna jingga hampir mendekati merah dan semakin ke atas semakin mendekati kuning cerah. Di pojok kanan atas ada tulisan “ GRASINDO ” berwarna biru muda “ TITIS BASINO P.I “ di tengah atas dengan tulisan berwarna merah marun, dan di bawahnya ada tulisan judul “ WELAS ASIH MERENGKUH TAJALI “ berwarna putih. Di bawah judul ada gambar rumput laut berwarna hijau, ujung rumput laut itu seperti memudar dalam warna kuning pucat. Dan di tengah paling bawah ada tulisan “ PT. GRAMEDIA WIDIASARANA INDONESIA , JAKARTA “ berwarna putih
Belakang : sama seperti sampul depan, sampul belakang pun didominasi warna jingga dan kuning. Bagian paling bawah berwarna jingga hampir mendekati merah dan semakin ke atas semakin mendekati kuning cerah. Tulisan judul berwarna putih di bagian paling atas tengah dan di bawahnya adalah synopsis singkat dari isi buku dengan tulisan berwarna hitam. Sinopsis singkat itu disertai komentar – komentar dari Pamusuk Eneste dan Dr. Syaiful Ichwan dan diletakan dalam kotak yang membikai sinopsis.
Di bagian paling bawah sebelah kiri ada tulisan “ Grasindo” berwarna biru muda, “mitra terpercaya kalangan pendidikan “ berwarna kuning dan alamat penerbit berwarna putih.
Sedangkan di pojok kanan bawah ada tulisan “ISBN 979-669-257-0” berwarna putih.

III. CARA MEMBACA
1. Waktu : Saya membaca buku ini pada hari minggu 17 oktober 2009 pukul 19.30 wib sebanyak 7 bab dan di lanjutkan keesokan harinya pukul 07.30 wib dari bab 8 sampai bab terakhir.
2. Memahami : saya dapat memahami isi cerita bab 1 dan 2 saya sampai bab 3 karena sebelumnya saya tidak mengerti bagaimana ceritanya. Selanjutnya saya tidak terlalu sulit memahami apa yang diceritakan si pengarang.

VI. SINOPSIS
Ceritanya tentang tokoh aku yang kehilangan suami dan kekasihnya yang hilang ditanah suci. Tokoh aku adalah seorang janda berusia 60 tahun namun masih tampak muda seperti wanita 30 tahunan. Dia mengelola wisma Pengurusan dan Penyegaran Otak, yang dinamai “Penyegar Kafilah gurun ‘’
Di wisma itu disediakan pelayan khusus bagi pengunjug yang selalu membuat mereka puas dan dia selalu kenbanjiran uang. Semua itu dia lakukan untuk mengobati rasa kehilangannya.
Suatu hari, seorang bule arab datang ke wismanya. Dia tertegun. Bule itu seperti orang yang dirindukannya, yang selalu dicariny saat hilang. Wajah bule itu memang tidak mirip Ahmad kekasihnya yang hilang , akan tetapi sifatnya sama. Lebih anehnya lagi orang itu sangat mirip almarhum suaminya.
Setelah bule itu mendekatinya, barulah dia tahu bahwa itu benar-benar Ahmad yang berganti nama menjadi Hamid. Saat tokoh aku bertanya alasan Hamid, ternyata Hamid sengaja menghilang dan mengubah jati dirinya untuk tokoh aku. Semua itu hamid lakukan hanya untuk tokoh aku karena Hamid sangat menyayanginya. Hamid membelikanya rumah, perhiasan, dan semua yang dinginkan tokoh aku.
Hamid selalu menyebut tokoh aku bidadari dari kayangan. Pria itu meninggalkan istri dan berpura-pura hilang agar dia bisa membahagiakan tokoh aku dan selalu bersamanya tanpa ada pergunjingan dan cemoohan dari orang sekitar mereka.
Tokoh aku sebenarnya sudah mempunyai anak cucu tapi memang selalu terlihat muda dan elegan. Ketika keduanya di Bali perasaan keduanya terungkap, tokoh aku sangat dimanja Hamid.
“Kau menikmati perjalan ini ?”
“Ya, terutama supirnya “.
“kenapa tidak keindahan pulau ini?”
“karena supirnya lebih magis, lebih indah duduk di belakang mobilnya…”.
“mengapa, narah, kecolongan, tertipu lagi ?
“Tidak, hanya lama-lama kau seperti orang lain,
Jangan-jangan kau bukan orang yang dulu hilang “.
“kalau ya, bagaimana?”
“mengerikan aku lebih senang turun di sini dan pulang”
“bener nih?”
“Hamid, pelan donk, seperti mengejar setan saja”
“oh, aku lupa kalau di sebelahku ada nenek yang penakut”.
“iya boleh saja aku nenek, tapi aku tidak penakut, Kek”.
“kau menyebutku kakek? Kalau begitu kita pasangan tua
Yang serasi dong, makin tua makin keren”.
Begitulah, selalu ada canda di antara keduanya sampai suatu malam Hamid marah karena tokoh aku berdansa dengan pria lain. Tetapi keadaan seperti itu tidak berlangsung lama karena keduanya sudah sangat matang dalam menjalani hidup.
Keadaan ceria itu berubah saat Hamid dibawa kerumah karena kecelakaan saat berenang. Tokoh aku sangat khawatir sampai kesokan harinya dia tertidur kelelahan setelah tahajud dan berdoa semalaman.
Tapi ternyata, semuanya pura-pura. Itu cara Hamid melihat welas asih tokoh aku dan keadaan pun kembali ceria sampai mereka pulang keduanya menjalani kehidupan masing-masing. Keduanya sering bertemu tapi tak ada rencana untuk menikah karena yang terpenting bagi keduanya adalah saling memahami dan hati mereka tetap menyatu.
“kami kembali ke Jakarta, kembali menekuni hidup duniawi yang kami pilih sesuai kesenangan kami masing-masing. Tiap dia datang selalu mengingatkan jalanku harus lurus, agar roh ini nanti lapang menuju arsy. Kami tidak perlu berbicara cinta, karena kami berdua adalah cinta itu sendiri. Tak pernah saling rindu, karena di sana kami akan menyatu, sabar kami menanti. Indahnya maut kala menjemput hidup.”




V. TANGGAPAN
1. Segi Bahasa
Bahasanya sangat mudah dipahami, tidak ada kata-kata yang sulit, cukup mudah dicerna dan dimaknai.

2. Isi
Keseluruhan bagus, ada sisi religiusnya juga makna hidup yang harus kita selami
- Bahwa dalam sebuah hubungan harus saling menghormati, memahami, dan tidak merugikan salah satunya.
- Percintaan bukan hanya milik remaja 17 tahunan tapi semua umur.
- Harus selalu memegang norma-norma dan memperhatikan tanggapan orang lain disekitar kita.
- Kehidupan dunia dan akhirat harus seimbang.
Beberapa sisi negatif cerita ini adalah bahwa tidak seharusnya seorang suami lari dari tanggung jawab dan memilih orang lain yang belum jelas ikatannya. Tentang tokoh aku yang menyediakan wanita muda untuk pengunjung wisma sehingga cenderung seperti tempat maksiat sedangkan dia sosok berkerudung.
Buku ini seperti menceritakan seorang wanita berkerudung yang haus uang. Seperti dalam penggalan dibawah ini:
“…. Bukan karena lelahnya si bapak, tapi karena segan melihat istrinya yang tidak seperti pendampingnya di wismaku”.
3. Rekomendasi
Buku ini sebaiknya tidak dibaca oleh orang dewasa yang berpasangan karena ditakutkan akan mencontoh jalan ceritanya.

learning strategies

One of factor wich can be applicated in study foreign language is learning strategies. Learning strategies is a stages for make a learner active in study and direct implicated in studying process or in language classes.
According to Oxford (1990:8), learning strategies is one of the method wich used with learner in getting, founding, saving, traying, and using the information. Beside that function, learning strategies is activities wich can make learning process easier, faster or quickly, gratify, purpose and affective. And according to O’Malley (Brown 1994:115-118) there are three kinds of the English learning strategies. The first is metacognitive strategies, the second is cognitive strategies, and the last socio-affective strategies.
Metacogninitive strategies is indirect learning strategies. This strategiesis emphasize the important consentration for learner, functional planning, selp monitoring, self evaluation and also evaluating this strategies. And this strategies call as basic strategies.
And the next is Cognitive strategies. Referring to Gagne, cognitive strategies are internal skill of people to thinking , to finishing or overing the problem, and take a choice. Cognitive strategies’s skill, make the thinking process unique in analising, in finishing the problem, and in taking or choosing the choice. there are many grains in this strategi such as knowing, comprehending, applying, analizing, evaluating, repeating, imitating, comparing, analogy, classifying, and note taking. And five point in the first enter to thinking level. Piaget said that cognitive function consist of four factor, self-controling, physical area, maturity, and social effect.
And the next strategies is socio-affective strategies. This last strategies included the emotion, attitude, motivation, and spirit value in learning process. And back to Oxford (1990:141)teory , there are three steps for using socio-affective strategies in learning. The learner can decrease the worried by listening the music,laughing, and meditation after studying; organize self-emotion; positive thinking; confidence; and discussion with friends when have some problem or question.
So the most important one except the strategies when the learner study is teacher figure. The teacher not only as the instructure but also as a fasilitator,consultan, must help learner when get the problem wich be related with learning process, manager or director, adviser (counselor), and founder of an idea. And the prime role of teacher is focus to learner. This strategies helps the learner for make the best or optimum in study until get the best result in study.
But according to Oxford (1990:14), just mention two learning strategies. The first is direct learning strategies wich devide to three strategies, there are memorizing strategies, cognitive strategies, and compensation strategies. And the second is indirect learning strategies wich also have the important role in learning. Some of factors in this indirect strategies related to cognitive, affective or learner feelling, an social factor of learner.

Kamis, 03 Februari 2011

strategi Belajar Bahasa

Learning Strategies

One of factor wich can be applicated in study foreign language is learning strategies. Learning strategies is a stages for make a learner active in study and direct implicated in studying process or in language classes.
According to Oxford (1990:8), learning strategies is one of the method wich used with learner in getting, founding, saving, traying, and using the information. Beside that function, learning strategies is activities wich can make learning process easier, faster or quickly, gratify, purpose and affective. And according to O’Malley (Brown 1994:115-118) there are three kinds of the English learning strategies. The first is metacognitive strategies, the second is cognitive strategies, and the last socio-affective strategies.
Metacogninitive strategies is indirect learning strategies. This strategiesis emphasize the important consentration for learner, functional planning, selp monitoring, self evaluation and also evaluating this strategies. And this strategies call as basic strategies.
And the next is Cognitive strategies. Referring to Gagne, cognitive strategies are internal skill of people to thinking , to finishing or overing the problem, and take a choice. Cognitive strategies’s skill, make the thinking process unique in analising, in finishing the problem, and in taking or choosing the choice. there are many grains in this strategi such as knowing, comprehending, applying, analizing, evaluating, repeating, imitating, comparing, analogy, classifying, and note taking. And five point in the first enter to thinking level. Piaget said that cognitive function consist of four factor, self-controling, physical area, maturity, and social effect.
And the next strategies is socio-affective strategies. This last strategies included the emotion, attitude, motivation, and spirit value in learning process. And back to Oxford (1990:141)teory , there are three steps for using socio-affective strategies in learning. The learner can decrease the worried by listening the music,laughing, and meditation after studying; organize self-emotion; positive thinking; confidence; and discussion with friends when have some problem or question.
So the most important one except the strategies when the learner study is teacher figure. The teacher not only as the instructure but also as a fasilitator,consultan, must help learner when get the problem wich be related with learning process, manager or director, adviser (counselor), and founder of an idea. And the prime role of teacher is focus to learner. This strategies helps the learner for make the best or optimum in study until get the best result in study.
But according to Oxford (1990:14), just mention two learning strategies. The first is direct learning strategies wich devide to three strategies, there are memorizing strategies, cognitive strategies, and compensation strategies. And the second is indirect learning strategies wich also have the important role in learning. Some of factors in this indirect strategies related to cognitive, affective or learner feelling, an social factor of learner.

Rabu, 12 Januari 2011

Drama karya William shakespeare

DRAMA A MIDSUMMER NIGHT’S DREAM KARYA WILLIAM SHAKESPEARE
A. Profil Dramawan
William Shakespeare adalah penyair, penulis naskah drama, sekaligus aktor dari Inggris yang diakui sebagai salah satu yang terbaik sepanjang sejarah umat manusia. William Shakepeare lahir di Stratford-upon-Avon, sebuah kota kecil yang terkenal dengan produksi malt-nya dan dibaptis pada tanggal 26 April 1564. Shakespeare adalah anak tertua dari Mary Arden, anak perempuan seorang tuan-tanah lokal. Sedangkan suaminya, John Shakespeare (1530-1601) adalah seorang pengrajin sarung tangan sekaligus pengusaha di bidang perkayuan. Pada tahun 1568 John Shakespeare terpilih sebagai walikota Stanford. Shakespeare diperkirakan memperoleh pendidikan di Stratford grammar School, dan mungkin ia menghabiskan periode 1580-1582 sebagai guru untuk Keluarga Katolik Roma Houghton di Lancashire. Pada usia 18 tahun, Shakespeare menikahi gadis setempat bernama Anne Hathaway (meninggal pada tahun 1623) yang berusia delapan tahun lebih tua. Anak pertamanya, Susannah, lahir dalam enam bulan, dan pada tahun 1585 si kembar Hamnet dan Judith lahir. Hamnet, satu-satunya anak lelaki Shakespeare, meninggal pada tahun 1596 pada usia 11 tahun.
Kebanyakan penulis biografi sepakat bahwa Shakespeare mungkin telah dididik di King's New School di Stratford, sewaan sekolah gratis pada tahun 1553, sekitar seperempat mil dari rumahnya.
Tidak diketahui pasti kapan Shakespeare mulai menulis, tapi sindiran kontemporer dan catatan pertunjukan menunjukkan bahwa beberapa drama-dramanya itu dipertunjukkan di London pada 1592. Penulis biografi mengatakan bahwa karirnya mungkin telah dimulai dari pertengahan 1580-an. Sejak 1594, karya Shakespeare itu dipertunjukkan hanya oleh Lord Chamberlain's Men, sebuah perusahaan yang dimiliki oleh sekelompok pemain, termasuk Shakespeare, yang segera menjadi perusahaan terkemuka di London.
Catatan bahwa Shakespeare membeli properti dan investasi menunjukkan bahwa perusahaan membuatnya kaya. Pada tahun 1597, ia membeli rumah terbesar kedua di Stratford, New Place. Pada tahun 1709, Shakespeare memainkan hantu ayah Hamlet. Kemudian dia juga bermain sebagai Adam dalam As You Like It dan Koor di Henry V.
Shakespeare meninggal pada tanggal 23 April 1616 dengan meninggalkan seorang istri dan dua putri. Shakespeare dimakamkan di mimbar dari Gereja Tritunggal Mahakudus dua hari setelah kematiannya.
Pada saat Romeo and Juliet, Richard II, dan A Midsummer Night's Dream di pertengahan 1590-an, Shakespeare mulai menulis puisi. Karya Shakespeare telah membuat kesan mendalam dalam kehidupan teater dan sastra. Secara khusus, ia memperluas potensi karakterisasi dramatis, plot, bahasa, dan genre. Sampai Romeo dan Juliet, misalnya, asmara tidak dipandang sebagai topik yang layak untuk tragedi. Soliloquy telah digunakan terutama untuk menyampaikan informasi tentang karakter atau peristiwa, tetapi Shakespeare menggunakannya untuk mengeksplorasi karakter pikiran.
Semua anggota keluarga Shakespeare Katolik. Ibu Shakespeare, Mary Arden, pasti berasal dari keluarga Katolik yang saleh. Bukti yang paling kuat mungkin pernyataan iman Katolik yang ditandatangani oleh John Shakespeare, ditemukan tahun 1757 di kasau rumah mantan di Henley Street.
Beberapa karya Shakespeare, seperti Romeo dan Juliet, termasuk sebagai karya sastra paling terkenal di seluruh dunia. Menurut para numerologis, Shakespeare menulis Bible versi King James pada usia 46 tahun.
Saat Shakespeare berusia 15 tahun, seorang wanita dari desa tetangga tenggelam di Sungai Avon. Kematiannya diyakini disebabkan oleh kecelakaan, tapi mungkin pula kejadian itu merupakan suatu upaya bunuh diri. Hal ini kemudian diangkat oleh Shakespeare dalam Hamlet, dengan meninggalkan pertanyaan di akhir cerita tentang penyebab kematian Ophelia, apakah karena kecelakaan, atau karena bunuh diri. Hamlet dicetak pertama kali pada tahun 1603. Hamlet adalah karya drama terbesar Shakespeare.
1. Karya yang bertema komedi
a. All's Well That Ends Well
b. As You Like It As You Like It
c. The Comedy of Errors
d. Love's Labour's Lost
e. Measure for Measure
f. The Merchant of Venice
g. The Merry Wives of Windsor
h. A Midsummer Night's Dream
i. Much Ado About Nothing
j. Pericles, Prince of Tyre
k. The Taming of the Shrew
l. The Tempest
m. Twelfth Night
n. The Two Gentlemen of Verona
o. The Two Noble Kinsmen
p. The Winter's Tale
2. Karya yang bertema sejarah
a. King John
b. Richard II
c. Henry IV, bagian 1
d. Henry IV, bagian 2
e. Henry V Henry V
f. Henry VI, bagian 1 †
g. Henry VI, bagian 2
h. Henry VI, bagian 3
i. Richard III
j. Henry VIII
3. Karya yang bertema tragedi
a. Romeo and Juliet
b. Coriolanus
c. Titus Andronicus
d. Timon of Athens
e. Julius Caesar
f. Macbeth
g. Hamlet
h. Troilus and Cressida
i. King Lear
j. Othello
k. Antony and Cleopatra
l. Cymbeline
4. Puisi
a. Shakespeare's Sonnets
b. Venus and Adonis
c. The Rape of Lucrece
d. The Passionate Pilgrim [e]
e. The Phoenix and the Turtle
f. A Lover's Complaint
g. Lost plays
h. Love's Labour's Won
i. Cardenio
j. Apocrypha
k. Arden of Faversham
l. The Birth of Merlin
m. Locrine
n. The London Prodigal
o. The Puritan
p. The Second Maiden's Tragedy
q. Sir John Oldcastle
r. Thomas Lord Cromwell
s. A Yorkshire Tragedy
t. Edward III
u. Sir Thomas More
B. Sinopsis Naskah Drama
Hermia dan Lysander adalah pasangan yang saling mencintai. Namun, ada seorang pemuda yang juga mencintai Hermia, Demetrius namanya. Padahal, Demetrius telah dicintai Helena, seorang gadis yang juga merupakan sahabat Hermia. Menurut hukum Athena, seorang ayah dapat memutuskan putrinya menikah dengan siapa. Jika ia tidak taat, dia mungkin dihukum mati atau diperintahkan untuk mengabdi di sebuah biara selama sisa hidupnya. Ketika sadar ayahnya telah memilih Demetrius untuk menjadi calon suaminya, Hermia merencanakan kawin lari dengan Lysander untuk kabur ke tempat bibi Lysander yang telah menganggapnya sebagai anak.
Hermia menceritakan rencananya kepada Helena, yang sebelumnya telah ditolak cintanya oleh Demetrius. Kemudian Helena memberitahukan rencana tersebut kepada Demetrius. Ia beranggapan bahwa dengan melihat Hermia berdua dengan Lysander, Demetrius akan membencinya dan akan berpaling mencintai dirinya. Namun, dugaannya salah. Mendengar Hermia akan kabur dengan Lysander, Demetrius mengejar mereka ke hutan dan Helena mengikutinya.
Saat malam tiba, Lysander dan Hermia yang merasa aman setelah tiba di hutan, tertidur pulas. Demetrius dan Helena juga berada di hutan itu mencari Lysander dan Hermia. Demetrius merasa terganggu karena diikuti oleh Helena ke manapun ia pergi. Perlakuan kasar Demetrius terhadap Helena itu dilihat oleh Oberon, sang raja peri.
Oberon dan Titania berada di hutan di luar Athena. Titania ingin menghadiri pernikahan Theseus dan Hippolyta, yang merupakan raja Athena. Mereka bersitegang saat Titania menolak untuk menyerahkan seorang anak Indian kepadanya yang akan Oberon jadikan sebagai ksatria, karena ibu dari anak itu memuja Titania. Kesal, Oberon memerintahkan Puck untuk mengambil sejenis bunga ajaib yang bila dioleskan ke mata seseorang yang sedang tidur akan membuat orang itu jatuh cinta pada makhluk pertama yang dilihatnya saat membuka mata. Selain itu Oberon juga memerintahkan Puck untuk mencari Demetrius dan mengoles matanya dengan bunga itu agar jatuh cinta pada Helena.
Namun Puck membuat kesalahan dengan mengoleskan bunga itu ke mata Lysander. Ketika Lysander bangun, orang pertama yang ia lihat adalah Helena yang sedang tersesat di hutan. Lysander pun jatuh cinta pada Helena dan meninggalkan Hermia yang masih tertidur. Ketika Oberon melihat hal ini, ia memarahi Puck dan menyuruhnya untuk mencari Demetrius sekali lagi. Demetrius pun terkena pengaruh bunga itu dan jatuh cinta pada Helena.
Hermia yang ditinggalkan sendiri bangun dan mencari kekasihnya, Lysander. Ketika menemukan Lysander, ia ditolak mentah-mentah karena Lysander terkena sihir dan jatuh cinta pada Helena. Helena merasa curiga karena tiba-tiba dirayu oleh dua orang laki-laki, dan mengira bahwa ini adalah permainan Lysander, Demetrius, dan Hermia untuk memperolok-oloknya.
Kembali di desa, sekelompok orang dengan kelas sosial yang rendah merencanakan untuk mempertunjukkan drama sandiwara "Pyramus dan Thisbe" untuk memeriahkan pernikahan Theseus. Mereka berlatih di hutan, dekat tempat tinggal Titania. Puck melihat Nick Bottom yang akan memerankan Pyramus, mengutuknya hingga kepala Bottom berubah menjadi kepala keledai. Teman-temannya takut lalu kabur meninggalkannya sendiri. Bottom adalah orang pertama yang Titania lihat ketika ia bangun dari tidurnya. Maka ia pun jatuh cinta pada Bottom itu dan memanjakannya dengan semua peri-perinya.
Dengan pengaruh bunga itu, Titania dengan mudahnya memberikan bocah Indian itu pada Oberon. Karena keinginannya sudah tercapai, Oberon membebaskan Titania dari sihir dan menyuruh Puck untuk mengubah kepala keledai Bottom seperti semula. Dengan ini sihir pada Lysander pun hilang, namun Demetrius menjadi jatuh cinta pada Helena sekalipun sihir itu hilang.
Mengingat Demetrius tidak mencintai Hermia lagi, Theseus menyuruh Egeus untuk mengatur pernikahan bagi kedua pasangan itu. Hermia, Lysander, Demetrius dan Helena sepakat untuk menganggap apa yang terjadi semalam adalah mimpi karena terasa begitu tidak nyata. Setelah mereka keluar dari hutan, Bottom yang terbangun pun memutuskan untuk menganggap kejadian semalam adalah mimpi juga.
Di Athena, Theseus dan Hippolyta bersama kedua pasangan Hermia-Lysander dan Helena-Demetrius, menonton pertunjukkan "Pyramus dan Thisbe". Itu adalah pertunjukkan yang konyol dan jelek, namun menghibur mereka semua. Di akhir cerita, Oberon, Titania, Puck dan para peri lainnya memberkati rumah yang ditinggali ketiga pasangan itu dengan kecukupan dan keberuntungan.




BAB III
APRESIASI DRAMA A MIDSUMMER NIGHT’S DREAM
KARYA WILLIAM SHAKESPEARE
A. Apresiasi Tokoh dan Penokohan
- Hermia, wanita bangasawan dari Athena
- Lysander, kekasih Hermia
- Demetrius, seorang lelaki terhormat yang jatuh cinta pada Hermia
- Helena, sahabat karib Hermia yang jatuh cinta pada Demetrius
- Egeus, ayah Hermia
- Theseus, Raja Athena
- Hippolyta, calon Ratu Athena, istri Theseus
- Bottom, actor sandiwara dari kelas rendah
- Puck, pelayan Oberon
- Oberon, Raja para peri
- Titania, Ratu para peri
B. Apresiasi Alur dan Pengaluran
Alur utama Midsummer adalah lelucon yang kompleks yang melibatkan dua set pasangan (Hermia-Lysander dan Helena-Demetrius) yang romantis.
1. Ketidaksetujuan ayah Hermia dengan Lysander dan menjodohkannya dengan Demetrius.
2. Kaburnya Hermia dengan Lysander.
3. Penyusulan Hermia dengan Demetrius ke hutan.
4. Perlakuan kasar Demetrius kepada Helena dan dilihat Oberon.
5. Perebutan anak Indian antara Oberon dengan Titania.
6. Perintah Oberon kepada Puck untuk mengambil bunga ajaib.
7. Kesalahan Puck mengolesi bunga ajaib ke mata Lysander.
8. Jatuh cintanya Lysander pada Helena.
9. Perintah Oberon kepada Puck untuk mengolesi bunga ajaib kembali ke mata Demetrius.
10. Jatuh cintanya Demetrius kepada Helena.
11. Kejailan Puck mengubah kepala Bottom menjadi keledai.
12. Terbangunnya Titania dan melihat Bottom.
13. Jatuh cintanya Titania kepada Bottom.
14. Penyerahan anak Indian kepada Oberon.
15. Perintah Oberon untuk menghapus semua sihir.
16. Pernikahan Lysander-Hermia dan Demetrus-Helena.
C. Apresiasi Latar
Drama A Midsummer Night’s Dream terjadi di Yunani pada masa Athena kuno. Setting yang banyak tergambar dalam drama tersebut yaitu hutan di luar Athena. Selain itu, terdapat juga beberapa adegan yang terjadi di kerajaan Athena sendiri, yaitu ketika Raja Athena, Theseus, menggelar pesta pernikahannya dengan mengadakan pertunjukan “Pyramus dan Thisbe”.
D. Apresiasi Nilai-nilai dalam Drama
Dalam drama A Midsummer Night’s Dream terdapat nilai-nilai yang terkandung, yaitu:
1. Nilai sosial
Drama A Midsummer Night’s Dream mengandung nilai sosial, yaitu:
a. rasa kebersamaan atau toleransi dan keinginan untuk menciptakan kedamaian bersama.
b. jangan membeda-bedakan atau menilai seesorang dari status sosialnya, karena manusia itu sama di hadapan Tuhan.
c. jangan mengganggu hubungan orang lain karena tidak baik.
d. untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, jangan melakukannya dengan cara yang licik ayau dengan menyakiti orang lain.
2. Nilai budaya
Nilai budaya yang terkandung dalam drama ini, yaitu seorang anak harus mengikuti perintah menikah dengan laki-laki pilihan ayahnya. Jika tidak, ia akan menjadi biarawati atau dihukum mati.
3. Nilai agama
Drama ini seolah memberi amanat nilai agama, yaitu jangan melawan orang tua. Sebagai anak, harus mematuhi perintah orangtua. Tapi, untuk kawin lari itu tidak baik, walaupun demi membela cinta.
4. Nilai estetika
Nilai estetika yang terkandung dalam drama ini yaitu keindahan dan keunikan pengarang dalam mengungkapkan ceritanya. Ia menggunakan bahasa yang metaphor, yaitu menggunakan bahasa kiasan.
E. Kelebihan Drama
1. Drama A Midsummer Night’s Dream mempunyai kelebihan dibandingkan dengan drama lainnya. Dapat dilihat dari segi penyampaiannya, drama ini menggunakan bahasa yang membuat penonton atau pembaca menjadi terhibur dan tertarik untuk mengapresiasinya, karena terdapat bahasa-bahasa sastra yang menambah nilai kelebihannya.
2. Jika dipandang dari sisi keunikannya, drama ini bertema tentang kekuatan cinta. Jika tetap dipertahankan dan diperjuangkan, cinta akan menang melawan hambatan dan rintangan apa pun. Namun, keunikan drama ini tidak sebatas itu saja. Meskipun tema yang diangkat adalah tentang percintaan, namun drama ini dibubuhi dengan kelucuan dari para tokohnya.
3. Ketika Puck salah mengolesi bunga ajaib ke mata Demetrius dan jail dengan sengaja mengubah kepala Bottom menjadi keledai, membuat drama ini semakin hidup sehingga imajinasi kesan yang timbul dari pembaca/penonton adalah tema tentang kelucuan dan kejailan.

Contoh Penilaian Buku Teks

PENILAIAN BUKU TEKS INSTRUMEN 1
A. Kelayakan Isi
1. Kesesuaian Uraian Materi dengan SK dan KD
a. Kelengkapan materi
Materi yang disajikan buku teks Bahasa Indonesia kelas XII semester 2 yang ditulis oleh Iis Wiati, S.Pd. ini sudah sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ditetapkan pemerintah. Uraian materi di dalam wacana dirancang sesuai dengan tuntutan untuk pencapaian SK dan KD berdasarkan ruang lingkup empat aspek keterampilan berbahasa, yakni mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis, mulai dari pengenalan konsep mata pelajaran Bahasa Indonesia SMA.
Buku yang baik memang harus memenuhi tuntutan SK dan KD, dan buku ini telah mencapai kelengkapan tersebut berdasarkan kelayakan isinya. Kelayakan buku teks bergantung pada isi yang dimuat di dalamnya. Maka dari itu, buku teks harus menyesuaikan dengan tuntutan yang telah ditetapkan.
b. Kedalaman materi
Sebagian besar materi yang ada dalam buku ini belum dijelaskan secara terperinci, kadang hanya butir-butir pentingnya sehingga kurang mendalami materi. Sedangkan pemilihan bentuk, kesesuaian, dan variasi wacana mencerminkan kedalaman materi.
Begitu pun dengan tingkat kesulitan dan kekompleksan wacana, harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman peserta didik.
2. Keakuratan Materi
a. Keakuratan dalam pemilihan wacana
Dalam buku ini, wacana yang dipilih sudah sesuai dengan bahasan materi. Sebagian besar wacana mencantumkan sumber yang menguatkan keakuratan berita dalam wacana tersebut. Namun, pada wacana bagian informasi masih ada yang tidak mencantumkan sumber wacana sehingga kurang meyakinkan keakuratannya.
Buku ini juga mengandung uraian materi yang sesuai dengan kenyataan yang ada dan sesuai dengan tingkat pemahaman peserta didik.
b. Keakuratan dalam konsep dan teori
Konsep dan teori yang disajikan untuk mencapai Kompetensi Dasar sesuai dengan definisi yang berlaku dalam bidang ilmu bahasa (linguistik) dan ilmu sastra, digunakan secara tepat sesuai dengan fenomena yang dibahas, dan tidak menimbulkan banyak tafsir.
Dalam buku teks karya Iis Wiati, S.Pd. ini, konsep teori yang disajikan cukup baik, namun masih ada definisi-definisi yang dapat menimbulkan pemahaman yang lain.
c. Keakuratan dalam pemilihan contoh
Pemilihan contoh dari tiap materi dalam buku teks ini sebagian besar sudah cukup baik. Contoh-contohnya dapat mudah dibayangkan dan dimengerti peserta didik.
Uraian dan contoh menanamkan keruntutan konsep dari yang mudah ke sukar, dari yang konkret ke abstrak, dari yang sederhana ke kompleks, dari yang telah dikenal sampai pengembangannya. Contoh yang disajikan pun mengandung keunggulan nilai-nila moral, seperti keteladanan, kejujuran, tanggungjawab, kedisiplinan, kerjasama, dan toleransi.
d. Keakuratan dalam pelatihan
Pelatihan-pelatihan sudah mengukur kemampuan penguasaan materi peserta didik. Pelatihan yang diberikan dilakukan yaitu dengan cara mengerjakannya secara individu atau diskusi kelompok.
3. Pendukung Materi Pembelajaran
a. Kesesuaian dengan perkembangan ilmu
Dalam buku ini, pendukung materi sudah sesuai dengan materi pembelajaran, tetapi ada beberapa hal yang kurang sesuai dengan perkembangan ilmu masa kini.
Sedangkan deskripsi tentang kesesuaian materi dengan perkembangan ilmu, yaitu bahwa materi yang disajikan bernilai kekinian (up to date) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks) yang relevan dengan tingkat pemahaman peserta didik. Itulah yang menyebabkan kurangnya nilai kelayakan buku teks tersebut.


b. Kesesuaian fitur/contoh/latihan/rujukan
Fitur/contoh/latihan mencerminkan peristiwa dan kejadian yang ada. Rujukan yang digunakan menarik dan sesuai dengan materi yang dibahas. Di dalamnya terdapat peristiwa, kejadian, dan kondisi yang kontekstual. Hal ini menunjang keberhasilan penuisan dan penyusunan buku teks tersebut.
c. Pengembangan wawasan kebinekaan
Materi, latihan, atau contoh yang menunjukkan pengembangan wawasan kebinekaan sangat banyak, terutama terlihat pada wacana yang mempunyai wawasan nusantara yang luas.
Hal tersebut di atas dapat membimbing peserta didik untuk mengenal dan menghargai perbedaan budaya, pendapat, penampilan, dan peninggalan leluhur budaya bangsa, mengenal persebaran keanekaragaman alam dan makhluk hidup, serta keunikan daerah.
d. Pengembangan wawasan kebangsaan dan integrasi bangsa
Di dalam buku ini memang banyak wacana yang mendukung materi. Namun, wacana yang dapat melahirkan kesadaran berpikir dan membangkitkan rasa kebersamaan dalam pembangunan nasionalisme masih kurang untuk semakin bangga menggunakan bahasa Indonesia dan memperkuat identitas bangsa.
B. Kelayakan Penyajian
1. Teknik Penyajian
a. Konsistensi sistematika penyajian
Konsistensi sistematika penyajian dalam buku ini cukup baik, mulai dari pendahuluan (berisi tujuan penulisan buku teks pelajaran, sistematika buku, cara belajar yang harus diikuti, serta hal-hal lain yang dianggap penting bagi peserta didik), bagian isi (uraian, wacana, pelatihan, ilustrasi, gambar), dan pendukung lain. Namun, tidak ada bagian penutup yang berisi rangkuman atau ringkasan yang relevan dalam pembahasan tiap bab.
b. Keruntutan konsep
Buku teks ini memiliki hubungan pengaitan antara uraian, latihan, dan contoh dalam hal kebahasaan dan kesastraan yang satu dengan yang lain sehingga peserta didik mampu mengaplikasikan ilmu secara keseluruhan. Mereka akan membayangkan suatu ilmu sebagai sesuatu yang bulat utuh dan menjadi satu kesatuan.
c. Keseimbangan antarbab
Jumlah halaman disesuaikan dengan materi yang dibahas. Untuk lembar tugas dalam setiap bab pun seimbang, yaitu masing-masing bab terdiri atas empat halaman.
Contoh dan ilustrasi seimbang sesuai dengan kebutuhan masing-masing pokok bahasan, seperti deskripsi yang mempertimbangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
2. Penyajian Pembelajaran
a. Keterpusatan pada peserta didik
Indikator keterpusatan pada peserta didik sudah terlihat, dapat dibuktikan dengan adanya tugas-tugas mandiri dalam setiap bab. Selain itu, penyajian materi yang interaktif dan partisipatif juga mendukung fakta keterpusatan peserta didik.
Sebagai contoh, terdapat materi yang membuat proses diskusi dan presentasi. Dalam hal itu, peserta didik akan menjadi subjek pembelajaran di mana mereka melatih diri dan emosi dalam menyusun perencanaan sesuatu.
b. Merangsang metakognisi peserta didik
Penyajian materi dalam buku teks ini telah mampu merangsang peserta didik untuk mengembangkan motivasi belajar mereka. Namun, peserta didik kurang untuk berpikir kreatif tentang apa, mengapa, dan bagaimana mempelajari materi pelajaran dengan rasa senang karena penyajiannya yang monoton.
c. Merangsang daya imajinasi, kreasi, dan berpikir kritis peserta didik
Melalui ilustrasi, analisis kasus, dan latihan, buku teks ini menyajikan materi yang mampu merangsang daya imajinasi dan kreasi. Namun, kurang menimbulkan pikiran kritis peserta didik.
3. Kelengkapan Penyajian
a. Bagian pendahuluan
Bagian pendahuluan sudah sesuai, terdiri atas prakata dan daftar isi. Di mana prakata adalah informasi yang mengantarkan pembaca untuk mengetahui tujuan penulis buku, ucapan terima kasih, dan harapan. Sedangkan daftar isi adalah daftar yang memuat informasi yang memudahkan peserta didik untuk mencari dan menemukan bab, subbab, serta topik yang ada di dalamnya.
b. Bagian isi
Bagian isi kurang baik, karena tidak memuat rangkuman dan refleksi. Di dalam isinya hanya terdapat pendahuluan, rujukan, dan pelatihan.
Pendahuluan pada bagian isi berisi tujuan penulisan buku teks pelajaran, sistematika buku, cara belajar yang harus diikuti, dll. Rujukan berisi teks, tabel, dan gambar yang merupakan identitas berupa judul, nomor urut gambar/tabel, dan rujukan. Sedangkan pelatihan berisi kegiatan mandiri dan evaluasi untuk pencapaian kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
c. Bagian penyudah
Seharusnya pada bagian penyudah terdapat glosarium yang berisi istilah-istilah penting dalam teks dengan penjelasan arti istilah tersebut, daftar pustaka yang berisi rujukan dalam penulisan buku tersebut, serta indeks subjek dan pengarang.
Buku teks Bahasa Indonesia ini hanya mencantumkan daftar pustaka, sedangkan glosarium dan indeks (subjek dan pengarang) tidak ada sehingga pembaca akan kebingungan mengenai istilah-istilah yang tidak mereka mengerti.












BAB III
PENILAIAN BUKU TEKS INSTRUMEN 2
A. Kelayakan Bahasa
1. Kesesuaian dengan Tingkat Perkembangan Peserta Didik
a. Kesesuaian dengan tingkat perkembangan intelektual peserta didik
Penggunaan bahasa dalam buku ini masih ada beberapa inti yang kurang sesuai dengan tingkat intelektual peserta didik. Bahasa yang digunakan seharusnya dapat menjelaskan konsep atau ilustrasi sampai contoh yang abstrak sesuai dengan tingkat intelektual peserta didik (yang secara imajinatif dapat dibayangkan oleh peserta didik).
b. Kesesuaian dengan tingkat perkembangan sosial emosional peserta didik
Bahasa yang digunakan buku teks ini kurang sesuai dengan kematangan sosial emosional peserta didik dan tanpa ilustrasi yang menggambarkan konsep-konsep mulai dari lingkungan terdekat (lokal) sampai dengan lingkungan global.
2. Komunikatif
a. Keterbacaan pesan
Penyajian buku ini menggunakan bahasa yang sudah cukup komunikatif untuk siswa kelas XII. Selain itu, bahasanya menarik dan jelas, hanya ada beberapa pesan yang tidak menggunakan pola kalimat efektif sehingga dapat menimbulkan makna ganda.
b. Ketepatan bahasa
Penggunaan istilah yang menggambarkan suatu konsep, prinsip, asas, atau sejenisnya sudah tepat makna dan konsisten. Namun, yang menjadi kekurangan buku teks ini yaitu dalam penggunaan kata atau kalimat yang belum sepenuhnya mengacu dan menggunakan kaidah Ejaan yang Disempurnakan.
3. Keruntutan dan Kesatuan Gagasan
a. Keruntutan dan keterpaduan bab
Keruntutan dan keterpaduan antarbab dalam buku ini, terlihat pada penyampaian pesan dari bab yang satu ke bab lain yang berdekatan dan antarsubbab dalam bab yang mencerminkan hubungan yang logis dan harmonis.
b. Keruntutan dan keterpaduan paragraf
Penyampain pesan antarparagraf yang berdekatan dan antarkalimat dalam paragraf sudah mencerminkan hubungan logis di antara keduanya. Hal tersebut menunjukkan adanya keruntutan dan keterpaduan paragraf di dalam buku teks.
B. Kelayakan Penyajian
1. Teknik Penyajian
a. Konsistensi sistematika penyajian
Konsistensi sistematika penyajian dalam buku ini cukup baik, mulai dari pendahuluan (berisi tujuan penulisan buku teks pelajaran, sistematika buku, cara belajar yang harus diikuti, serta hal-hal lain yang dianggap penting bagi peserta didik), bagian isi (uraian, wacana, pelatihan, ilustrasi, gambar), dan pendukung lain. Namun, tidak ada bagian penutup yang berisi rangkuman atau ringkasan yang relevan dalam pembahasan tiap bab.
b. Keruntutan konsep
Buku teks ini memiliki hubungan pengaitan antara uraian, latihan, dan contoh dalam hal kebahasaan dan kesastraan yang satu dengan yang lain sehingga peserta didik mampu mengaplikasikan ilmu secara keseluruhan. Mereka akan membayangkan suatu ilmu sebagai sesuatu yang bulat utuh.
c. Keseimbangan antarbab
Jumlah halaman disesuaikan dengan materi yang dibahas. Untuk lembar tugas dalam setiap bab pun seimbang, yaitu masing-masing bab terdiri atas empat halaman.
Contoh dan ilustrasi seimbang sesuai dengan kebutuhan masing-masing pokok bahasan, seperti deskripsi yang mempertimbangkan SK dan KD.
2. Penyajian Pembelajaran
a. Keterpusatan pada peserta didik
Indikator keterpusatan pada peserta didik sudah terlihat, dapat dibuktikan dengan adanya tugas-tugas mandiri tiap bab. Selain itu, penyajian materi yang interaktif dan partisipatif juga mendukung fakta keterpusatan peserta didik.
Sebagai contoh, terdapat materi yang membuat proses diskusi dan presentasi. Dalam hal itu peserta didik akan menjadi subjek pembelajaran di mana mereka melatih diri dan emosi dalam menyusun perencanaan sesuatu.
b. Merangsang metakognisi peserta didik
Penyajian materi dalam buku teks ini telah mampu merangsang peserta didik untuk mengembangkan motivasi belajar. Namun, peserta didik kurang untuk berpikir kreatif tentang apa, mengapa, dan bagaimana mempelajari materi pelajaran dengan rasa senang karena penyajiannya monoton.
c. Merangsang daya imajinasi, kreasi, dan berpikir kritis peserta didik
Melalui ilustrasi, analisis kasus, dan latihan, buku teks ini menyajikan materi yang mampu merangsang daya imajinasi dan kreasi. Namun, kurang menimbulkan pikiran kritis peserta didik.
3. Kelengkapan Penyajian
a. Bagian pendahuluan
Bagian pendahuluan sudah sesuai, terdiri atas prakata dan daftar isi. Di mana prakata adalah informasi yang mengantarkan pembaca untuk mengetahui tujuan penulis buku, ucapan terima kasih, dan harapan. Sedangkan daftar isi adalah daftar yang memuat informasi yang memudahkan peserta didik untuk mencari dan menemukan bab, subbab, serta topik yang ada di dalamnya.
b. Bagian isi
Bagian isi kurang baik, karena tidak memuat rangkuman dan refleksi. Dalam isinya hanya terdapat pendahuluan, rujukan, dan pelatihan.
Pendahuluan pada bagian isi berisi tujuan penulisan buku teks pelajaran, sistematika buku, cara belajar yang harus diikuti, dll. Rujukan berisi teks, tabel, dan gambar yang merupakan identitas berupa judul, nomor urut gambar/tabel, dan rujukan, sedangkan pelatihan berisi kegiatan mandiri dan evaluasi untuk pencapaian kompetensi sesuai dengan SK dan KD.


c. Bagian penyudah
Seharusnya pada bagian penyudah terdapat glosarium yang berisi istilah-istilah penting dalam teks dengan penjelasan arti istilah tersebut, daftar pustaka yang berisi rujukan dalam penulisan buku tersebut, serta indeks subjek dan pengarang.
Buku teks Bahasa Indonesia ini hanya mencantumkan daftar pustaka, sedangkan glosarium dan indeks (subjek dan pengarang) tidak ada, sehingga pembaca akan kebingungan mengenai istilah-istilah yang tidak mereka mengerti.
























BAB IV
PENILAIAN BUKU TEKS INSTRUMEN 3
A. Grafika
1. Ukuran Buku
a. Kesesuaian ukuran buku dengan standar ISO
Buku teks Bahasa Indonesia kelas XII semester dua ini menggunakan kertas berukuran B5 (176x250 mm) untuk menyesuaikan dengan standar ISO.
b. Kesesuaian ukuran dengan materi isi buku
Buku teks tersebut memenuhi kesesuain dalam segi ukuran. Buku teks ini berukuran sedang, tidak terlalu besar dan tebal. Memungkinkan peserta didik semangat dan tertarik untuk membacanya, dan untuk ukuran lembar sudah disesuaikan dengan materi.
2. Desain Kulit Buku
a. Penampilan unsur tata letak pada kulit muka, belakang, dan punggung memiliki kesatuan (unity)
Buku teks yang baik adalah buku yang memiliki kesatuan tata letak pada kulit muka, belakang, dan punggung buku. Buku teks ini telah memenuhi syarat penampilan tata letak yang hampir sesuai, mulai dari kulit muka, belakang, sampai punggung buku.
b. Tampilan tata letak unsur pada muka, punggung, dan belakang, sesuai/harmonis dan memberikan kesan irama yang baik
Penempatan tata letak pada buku teks ini sudah baik dan sesuai, namun kurang memberikan kesan irama yang baik karena pada muka buku menampilkan gambar lakon teater, sedangkan di samping gambar tersebut tertulis keempat aspek berbahasa. Kemudian dilihat dari belakang buku, tidak ada nama penerbit, hanya ada logo ISBN.
c. Menampilkan pusat pandang (point center) yang baik
Pusat pandang yang ditampilkan buku teks ini yaitu pada tulisan judul mata pelajaran yang ditulis dengan huruf besar dan gambar lakon teater yang disajikan. Tetapi, pemilihan gambar kurang sesuai karena mengandung nilai ambigu. Mungkin orang akan menafsirkannya sebagai buku seni.
Drama memang termasuk salah satu kajian sastra yang dimuat dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, tetapi drama lebih cenderung ke dunia seni. Sedangkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia masih banyak cakupan materi yang dapat dijadikan sebagai gambar di muka buku teks, contohnya gambar pensil dan buku. Gambar tersebut menandakan salah satu aspek keterampilan berbahasa, yaitu menulis.
d. Penampilan unsur tata letak konsisten (sesuai pola)
Tata letak tulisan, gambar, dan penyusunannya sudah baik dan sesuai pola. Di sudut kiri atas terdapat nama pengarang, di sudut kanan atas terdapat kurikulum KTSP, di bawah nama pengarang terdapat nama mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan huruf besar, dan di bawahnya terdapat jenjang sekolah dengan kelas.
Di bawah tulisan jenjang sekolah dan semester tersebut, terdapat gambar yang menyiratkan salah satu kajian sastra. Di sudut kiri bawah terdapat nama penerbit dan di sudut kanan bawah terdapat angka tiga yang menandakan sebagai kelas yang dituju sesuai dengan materi.
e. Ukuran unsur tata letak proporsional
Ukuran dan tata letak huruf maupun unsur lainnya sudah sesuai dan proporsional.
f. Warna unsur tata letak harmonis dan memperjelas fungsi
Buku teks ini menggunakan warna merah sebagai warna dominan untuk penyajian dan sebagai warna dasarnya, sedangkan tulisan nama mata pelajaran menggunakan warna putih, sehingga nama mata pelajaran terbaca jelas.
Nama pengarang, nama jenjang sekolah, kelas, dan semester memakai warna kuning. Keterpaduan warna tersebut terlihat harmonis dan dapat memperjelas fungsi.
g. Memiliki kekontrasan yang baik
Dari segi pemilihan warna, buku teks ini kurang tepat dan kurang menimbulkan kekontrasan yang baik. Warna merah tua tidak menimbulkan efek kontras kepada pembaca. Pembaca biasanya melihat tampilan depan dan kesan pertama yang didapatnya. Jika kurang tepat dalam pemilihan warna untuk tampilan pertama, akan mengurangi rasa ketertarikan pembaca.
h. Komposisi unsur tata letak (judul, pengarang, ilustrasi, logo, dll) seimbang dan seirama dengan tata letak isi
Komposisi unsur tata letak yang terdiri atas judul, pengarang, iliustrasi, logo, dll. sudah seimbang dan seirama dengan tata letak isi.
i. Menempatkan unsur tata letak konsisten dalam satu seri
Penempatan unsur tata letak yang ditampilkan buku ini sudah baik dan konsisten dalam satu seri.

Contoh RPP Menyimak

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

Sekolah : SMA
Mata Pelajaran : Pendidikan Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII/2
Standar Kompetensi : Memahami buku kumpulan puisi kontemporer yang dianggap penting pada
setiap periode
Kompetensi Dasar : 1. Mengidentifikasi tema dan ciri-ciri puisi kontemporer melalui kegiatan
membaca buku kumpulan puisi kontemporer
2. Menemukan perbedaan karakteristik angkatan melalui membaca karya
sastra yang dianggap penting pada setiap periode
Indikator : 1. Membaca buku kumpulan puisi kontemporer
2. Memahami tema dari kumpulan puisi kontemporer
3. Meneliti ciri-ciri puisi kontemporer
4. Membedakan karakteristik puisi pada setiap angkatan
Alokasi Waktu : 2x45 menit


A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti pelajaran ini, siswa dapat:
1. Mencari tema yang terkandung di dalam puisi
2. Memahami ciri-ciri puisi kontemporer
3. Memahami unsur-unsur intrinsik puisi
4. Membedakan karakterisitik puisi pada setiap periode
B. MATERI PEMBELAJARAN
1. Contoh kumpulan puisi kontemporer
2. Tema dari tiap puisi
3. Ciri-ciri puisi kontemporer
4. Unsur-unsur intrinsik puisi
5. Korelasi puisi dengan kehidupan sehari-hari
6. Kesimpulan


C. METODE PEMBELAJARAN
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya jawab
4. Latihan
5. Penugasan


D. SKENARIO PEMBELAJARAN

No Kegiatan Waktu Metode
1. Pendahuluan
a. Guru menyapa siswa sambil me-ngondisikan kelas untuk belajar
- Salam pembuka
- Sapaan kabar
- Pengkondisian kelas
b. Guru menyampaikan aspek yang menunjang proses pembelajaran
- Penyampaian tujuan
- Tanya jawab tentang topik yang akan dibahas
- Menyampaikan skenario pembelajaran
5 menit




5 menit
Ceramah




Ceramah
Tanya jawab
Ceramah
2. Kegiatan Utama
a. Guru mengulang materi pertemuan sebelumnya
b. Guru menyuguhkan beberapa contoh puisi kontemporer
c. Siswa diminta untuk membaca dalam hati puisi tersebut
d. Beberapa siswa diminta untuk membacakannya di depan kelas, siswa lain memperhatikan dan menghayatinya
e. Siswa diminta untuk mencari tema dari puisi-puisi tersebut
f. Siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok yang terdiri atas empat orang
g. Tiap kelompok mencari tema dari puisi kontemporer yang disajikan
h. Guru dan siswa meneliti ciri-ciri puisi pada setiap periode dari contoh puisi kontemporer yang ada
i. Guru menerangkan unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam puisi
5 menit

5 menit

5 menit

10 menit

5 menit

3 menit

5 menit


10 menit


10 menit

Ceramah

Ceramah

Latihan

Latihan

Latihan

Latihan

Latihan


Tanya jawab


Ceramah
3. Kegiatan Penutup
a. Siswa bersama guru menyim-pulkan materi yang diajarkan
b. Guru memberi kesempatan bertanya kepada siswa tentang materi yang belum jelas
c. Siswa bersama guru merefleksi-kan kegiatan pembelajaran dengan mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari
d. Guru memberi tugas kepada siswa untuk mencari contoh puisi yang bertema kemanusiaan dan menganalisis unsur-unsur intrinsiknya
e. Guru memberi gambaran tentang materi pertemuan berikutnya
f. Guru menutup pembelajaran
5 menit

7 menit

5 menit


3 menit



1 menit

1 menit
Diskusi

Tanya jawab


Diskusi


Penugasan


Ceramah

Ceramah


E. MEDIA PEMBELAJARAN
1. Buku panduan
2. Buku kumpulan puisi kontemporer
3. White board dan spidol
4. Laptop dan LCD




F. PENILAIAN
1. Proses penilaian dan evaluasi
a. Penilaian berformasi/perbuatan yang dilaksanakan pada saat dan setelah siswa melakukan kegiatan pembelajaran.
b. Penilaian proyek yaitu tugas yang harus diselesaikan dalam jangka waktu yang ditentukan.
2. Alat penilaian dan evaluasi
a. Keaktifan siswa ketika proses pembelajaran (mengungkapkan pendapat mengenai tema, ciri-ciri, dan unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam puisi).
b. Ketepatan dan penghayatan siswa membaca puisi.

Bahasa Untuk Berpikir


A.    Pengertian Bahasa
Bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak yang memungkinkan objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol abstrak. Dengan adanya transformasi ini, maka manusia dapat berpikir mengenai sebuah objek, meskipun objek itu tidak terinderakan saat proses berpikir itu dilakukan olehnya. (Surya Sumantri, 1998).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Materi bahasa bisa dipahami melalui linguistik, sebagaimana dikemukakan oleh Yudibrata bahwa linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa, biasanya menghasilkan teori-teori bahasa. (1998: 2).
Sebagai alat pergaulan, terdapat bermacam-macam bahasa. Ada bahasa lisan yang diucapkan dengan lisan dan alat pengucap lainnya, ada bahasa tulisan, serta ada bahasa gerak. Dalam ilmu, terutama dalam logika, bahasa itu harus bisa mencerminkan maksud setepat-tepatnya. Lain halnya dengan bahasa yang dipergunakan dalam kesusasteraan. Di situ yang diutamakan adalah keindahan bahasa. Memang maksud juga penting, tetapi di samping maksud juga ada faktor indah. Jadi, bahasa menurut caranya mengutarakan ada bahasa lisan, tertulis, dan gerak.
B.     Pengertian Berpikir
Siswa sebagai organisme dengan segala perilakunya, termasuk proses yang terjadi dalam diri siswa ketika belajar bahasa tidak bisa dipahami oleh linguistik, tetapi hanya  bisa dipahami melalui ilmu lain yang berkaitan dengannya, yaitu psikologi. Atas dasar hal tersebut, muncullah disiplin ilmu baru yang disebut Psikolinguistik atau disebut juga dengan istilah  Psikologi Bahasa.
Berpikir tidak dilakukan manusia sejak lahirnya. Walaupun kemampuan itu ada,  pada umumnya mengikuti perkembangan fisik manusia secara biologis. Jadi, kemampuan berpikir pada manusia merupakan kemampuan potensial.
Manusia berpikir itu untuk tahu. Kalau ia berpikir tidak semestinya, mungkin ia tidak akan mencapai pengetahuan yang benar. Tak seorang pun yang mencita-citakan kekeliruan, tetapi kita ingin mencapai kebenaran dalam proses tahunya itu.
C.     Pengertian Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Citra budaya yang bersifat memaksa membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang semuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Bronislaw Malinowski mengatakan ada empat unsur pokok budaya, yaitu meliputi:
    1. sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
    2. organisasi ekonomi
    3. alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
    4. organisasi kekuatan (politik)
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak dengan kebudayaan asing.
Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perubahan sosial, yaitu:
a.                   tekanan kerja dalam masyarakat,
b.                   keefektifan komunikasi, dan
c.                   perubahan lingkungan alam.
Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antarbudaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki subkebudayaan (biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya subkultur disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender.

D.    Hubungan Antara Bahasa dengan Proses Berpikir
Dalam penggunaan bahasa terjadi proses mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah kode menjadi  pikiran. Ujaran merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan pemahaman pesan tersebut hasil analisis kode.
Bagi logika, ucapan adalah buah pikiran. Pikiran hanya bisa berbuah jika dia diucapkan melalui suara, ucapan, tulisan, atau isyarat. Isyarat adalah perkataan yang dipadatkan, karena itu ia adalah perkataan juga.
Perilaku yang tampak dalam berbahasa adalah perilaku manusia ketika  berbicara dan menulis atau ketika dia memproduksi  bahasa, sedangkan perilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia ketika memahami yang  disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memroses sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya.
Dalam proses berbahasa terjadi proses memahami dan menghasilkan ujaran,  yaitu berupa kalimat-kalimat. Pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran.
Semua bahasa yang diperoleh pada hakikatnya dibutuhkan untuk berkomunikasi. Manusia hanya akan dapat berkata dan memahami satu dengan lainnya dalam kata-kata yang terbahasakan. Bahasa memiliki orientasi yang subjektif dalam menggambarkan dunia pengalaman manusia. Orientasi inilah yang selanjutnya mempengaruhi bagaimana manusia berpikir dan berkata.
Manusia sebagai pengguna bahasa dapat dianggap sebagai organisme yang beraktivitas untuk mencapai ranah-ranah psikologi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Kemampuan menggunakan bahasa baik secara reseptif (menyimak dan membaca) ataupun produktif (berbicara dan menulis) melibatkan ketiga ranah tadi.
Ranah kognitif yang berpusat di otak merupakan ranah yang yang terpenting. Ranah ini merupakan sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yaitu ranah afektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa).
Sapir dan Worf menguraikan dua hipotesis mengenai keterkaitan antara bahasa dengan pikiran, yaitu sebagai berikut.
1.      Perbedaan struktur bahasa secara umum paralel dengan perbedaan kognitif non-bahasa (nonlinguistic cognitive). Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut.
2.      Struktur bahasa mempengaruhi cara inidvidu mempersepsi dan menalar dunia perseptual. Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan oleh kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa.
Pandangan manusia tentang dunia dibentuk oleh bahasa, sehingga karena bahasa berbeda, maka pandangan tentang dunia pun berbeda. Secara selektif individu menyaring sensori yang masuk seperti yang diprogramkan oleh bahasa yang dipakainya. Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda memiliki perbedaan sensori pula.
Ketika manusia berkomunikasi dengan kata-kata, pada saat yang sama otak harus mencari, memilah, merumuskan, merapikan, mengatur, menghubungkan, dan menjadikan campuran antara gagasan-gagasan dengan kata-kata yang sudah mempunyai arti itu dapat dipahami. Pada saat yang sama, kata-kata ini dirangkai dengan gambar, simbol, citra (kesan), bunyi, dan perasaan. Sekumpulan kata yang bercampur aduk tak berangkai di dalam otak, keluar secara satu demi satu, dihubungkan oleh logika, diatur oleh tata bahasa, dan menghasilkan arti yang dapat dipahami.
Dapat dikatakan sebenarnya manusia dapat berpikir tanpa menggunakan bahasa, tetapi bahasa mempermudah kemampuan belajar dan mengingat, memecahkan persoalan, dan menarik kesimpulan. Bahasa memungkinkan individu menjadi peristiwa dan objek dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa, individu mampu mengabstraksikan pengalamannya dan mengomunikasikannya pada orang lain.
E.     Hubungan Antara Bahasa, Berpikir, dan Budaya
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bahasa pada hakekatnya mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai sarana komunikasi antarmanusia dan sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang menggunakan bahasa tersebut. Fungsi yang pertama dapat kita sebut sebagai fungsi komunikasi dan fungsi yang kedua sebagai fungsi kohesif atau integratif. Pengembangan fungsi bahasa harus memperhatikan kedua fungsi ini agar terjadi keseimbangan yang saling menunjang dalam pertumbuhannya. Seperti manusia yang menggunakannya bahasa, harus terus tumbuh dan berkembang seiring dengan pergantian zaman.
Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Sebagaimana juga budaya, bahasa merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Orang-orang tunarungu mencerminkan perbedaan dalam keberagaman yang ditemui dalam populasi pada umumnya, dengan lapisan tambahan berupa kompleksitas yang berhubungan dengan level dan tipe ketulian, keadaan pendengaran orang tua, akses dan kemampuan untuk menggunakan alat bantu, penggunaan bahasa berdasarkan isyarat atau suara, dan penggunaan bahasa isyarat yang bisa dipahami secara visual. Kompleksias tersebut menyebabkab tantangan yang cukup sulit untuk menjalankan etika penelitian karena permasalahan tentang kekuatan yang melingkupi warisan budaya dan linguisik pada komunitas tunarungu.
Kebanyakan asosiasi profesional seperti Asosiasi Psikologis Amerika (APA)   dan Lembaga Anak Luar Biasa (CEC) memiliki kode etik yang memusatkan masalah kultural kepada istilah yang luas tetapi tidak menitikberatkan kepada masalah kultural yang spesifik dalam penelitian komunitas Bahasa Isyarat. Pemberian kode tersebut dimaksudkan untuk sebuah kemampuan penerapan yang luas, penekanan diciptakan ketika hal tersebut diaplikasikan dalam konteks kultural yang spesifik. Contohnya, kode etik CEC menyebutkan bahwa para ahli pendidikan luar biasa diperlukan untuk melindungi hak-hak dan kesejahteraan para partisipan, menterjemahkan dan menerbitkan hasil penelitian dengan ketepatan dan pengetahuan tingkat tinggi, mendukung adanya pembatalan dari penggunaan sebuah prosedur penelitian yang mungkin akan berujung pada konsekuensi yang tidak diinginkan untuk partisipan, dan melatih kewaspadaan untuk mencegah penerapan yang salah maupun penyalahgunaan usaha penelitian (Mertens dan McLaughlin, 2004). Bagaimanapun juga, kode etik CEC tidak disuarakan sehubungan dengan kebutuhan untuk membentuk etika penelitian dari sisi kultural, yang merupakan sebuah masalah tentang  kepentingan khusus dari komunitas Bahasa Isyarat.
F.      Bahasa Isyarat
Isyarat adalah segala sesuatu (gerakan tangan, anggukan kepala, dsb) yang dipakai sebagai tanda atau alamat. (KBBI: 446)
Bahasa isyarat adalah bahasa yang mengutamakan komunikasi manual, bahasa tubuh, dan gerak bibir, bukannya suara untuk berkomunikasi. Kaum tunarungu adalah kelompok utama yang menggunakan bahasa ini, biasanya dengan mengkombinasikan bentuk tangan, orientasi dan gerak tangan, lengan, tubuh, serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan pikiran mereka.
Bertentangan dengan pendapat banyak orang, pada kenyataannya belum ada bahasa isyarat internasional yang sukses diterapkan. Bahasa isyarat unik dalam jenisnya di setiap negara. Bahasa isyarat bisa saja berbeda di negara-negara yang berbahasa sama. Contohnya, meskipun Amerika Serikat dan Inggris memiliki bahasa tertulis yang sama, kedua negara tersebut memiliki bahasa isyarat yang berbeda (American Sign Language dan British Sign Language). Hal yang sebaliknya juga berlaku. Ada negara-negara yang memiliki bahasa tertulis yang berbeda (contoh: Inggris dengan Spanyol), namun menggunakan bahasa isyarat yang sama. Untuk Indonesia, sistem yang sekarang umum digunakan adalah Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI).
SIBI yang dibakukan merupakan salah satu media yang membantu komunikasi sesama kaum tunarungu ataupun komunikasi kaum tunarungu di dalam masyarakat yang lebih luas. Wujudnya adalah tatanan yang sistematis bagi seperangkat isyarat jari, tangan, dan berbagai gerak untuk melambangkan kosa kata bahasa Indonesia. Isyarat yang dikembangkan di Indonesia secara umum mengikuti tata/aturan isyarat sebagaimana telah dikemukakan mengenai aspek linguistik bahasa isyarat.
Suatu isyarat terdiri atas dua komponen, yaitu komponen penentu atau pembeda makna dan komponen penunjang, yaitu:
1)       Penampil, tangan/bagian tangan yang digunakan untuk membentuk isyarat (handshape)
2)      Posisi, kedudukan satu tangan atau kedua tangan terhadap pengisyarat waktu berisyarat (orientation)
3)      Tempat, bagian badan yang menjadi tempat isyarat dibentuk (location)
4)      Gerak, yang meliputi arah gerak penampil ketika syarat dibuat, dan frekuensi ialah jumlah gerak yang dilakukan pada waktu isyarat dibentuk (movement)
Komponen penunjang ialah mimik muka, gerak tubuh, kecepatan dan kelenturan dalam bergerak (aspek non-manual isyarat). Mengenai lingkup isyarat dapat dibedakan antara:
1)      Isyarat pokok, yaitu isyarat yang mewakili sebuah kata atau konsep,
2)      Isyarat tambahan, yaitu isyarat yang mewakili awalan, akhiran, dan partikel, dan
3)      Isyarat bentukan, yaitu isyarat yang dibentuk dengan menggabungkan isyarat pokok dengan isyarat tambahan atau penggabungan dua isyarat pokok atau lebih.
Selain isyarat dalam sistem ini, tercakup pula sistem ejaan jari yang digunakan untuk mengisyaratkan:
-          nama diri
-          singkatan atau akronim
-          bilangan
-          kata yang belum memiliki isyarat
Dalam berkomunikasi dengan sistem ini tidak berbeda dengan cara komunikasi secara lisan, yaitu aturan yang berlaku pada bahasa lisan berlaku pula pada sistem isyarat ini. Hanya saja intonasi tentu dilambangkan berbeda yaitu dengan mimik muka, gerak bagian tubuh, kelenturan, dan kecepatan dalam berisyarat.