Tulisanku

Sabtu, 19 Februari 2011

contoh resensi

II.IDENTITAS BUKU
1. Judul : Welas Asih Merengkuh Tajali
2. Pengarang : Titis Basino P.I
3. Penerbit : PT. Grasindo
4. Kota Terbit : Jakarta
5. Tahun Terbit : 1997
6. Cetakan : ke-1
7. Ilustrasi sampul :
Depan : Didominasi oleh warna jingga dan kuning. Bagian bawah berwarna jingga hampir mendekati merah dan semakin ke atas semakin mendekati kuning cerah. Di pojok kanan atas ada tulisan “ GRASINDO ” berwarna biru muda “ TITIS BASINO P.I “ di tengah atas dengan tulisan berwarna merah marun, dan di bawahnya ada tulisan judul “ WELAS ASIH MERENGKUH TAJALI “ berwarna putih. Di bawah judul ada gambar rumput laut berwarna hijau, ujung rumput laut itu seperti memudar dalam warna kuning pucat. Dan di tengah paling bawah ada tulisan “ PT. GRAMEDIA WIDIASARANA INDONESIA , JAKARTA “ berwarna putih
Belakang : sama seperti sampul depan, sampul belakang pun didominasi warna jingga dan kuning. Bagian paling bawah berwarna jingga hampir mendekati merah dan semakin ke atas semakin mendekati kuning cerah. Tulisan judul berwarna putih di bagian paling atas tengah dan di bawahnya adalah synopsis singkat dari isi buku dengan tulisan berwarna hitam. Sinopsis singkat itu disertai komentar – komentar dari Pamusuk Eneste dan Dr. Syaiful Ichwan dan diletakan dalam kotak yang membikai sinopsis.
Di bagian paling bawah sebelah kiri ada tulisan “ Grasindo” berwarna biru muda, “mitra terpercaya kalangan pendidikan “ berwarna kuning dan alamat penerbit berwarna putih.
Sedangkan di pojok kanan bawah ada tulisan “ISBN 979-669-257-0” berwarna putih.

III. CARA MEMBACA
1. Waktu : Saya membaca buku ini pada hari minggu 17 oktober 2009 pukul 19.30 wib sebanyak 7 bab dan di lanjutkan keesokan harinya pukul 07.30 wib dari bab 8 sampai bab terakhir.
2. Memahami : saya dapat memahami isi cerita bab 1 dan 2 saya sampai bab 3 karena sebelumnya saya tidak mengerti bagaimana ceritanya. Selanjutnya saya tidak terlalu sulit memahami apa yang diceritakan si pengarang.

VI. SINOPSIS
Ceritanya tentang tokoh aku yang kehilangan suami dan kekasihnya yang hilang ditanah suci. Tokoh aku adalah seorang janda berusia 60 tahun namun masih tampak muda seperti wanita 30 tahunan. Dia mengelola wisma Pengurusan dan Penyegaran Otak, yang dinamai “Penyegar Kafilah gurun ‘’
Di wisma itu disediakan pelayan khusus bagi pengunjug yang selalu membuat mereka puas dan dia selalu kenbanjiran uang. Semua itu dia lakukan untuk mengobati rasa kehilangannya.
Suatu hari, seorang bule arab datang ke wismanya. Dia tertegun. Bule itu seperti orang yang dirindukannya, yang selalu dicariny saat hilang. Wajah bule itu memang tidak mirip Ahmad kekasihnya yang hilang , akan tetapi sifatnya sama. Lebih anehnya lagi orang itu sangat mirip almarhum suaminya.
Setelah bule itu mendekatinya, barulah dia tahu bahwa itu benar-benar Ahmad yang berganti nama menjadi Hamid. Saat tokoh aku bertanya alasan Hamid, ternyata Hamid sengaja menghilang dan mengubah jati dirinya untuk tokoh aku. Semua itu hamid lakukan hanya untuk tokoh aku karena Hamid sangat menyayanginya. Hamid membelikanya rumah, perhiasan, dan semua yang dinginkan tokoh aku.
Hamid selalu menyebut tokoh aku bidadari dari kayangan. Pria itu meninggalkan istri dan berpura-pura hilang agar dia bisa membahagiakan tokoh aku dan selalu bersamanya tanpa ada pergunjingan dan cemoohan dari orang sekitar mereka.
Tokoh aku sebenarnya sudah mempunyai anak cucu tapi memang selalu terlihat muda dan elegan. Ketika keduanya di Bali perasaan keduanya terungkap, tokoh aku sangat dimanja Hamid.
“Kau menikmati perjalan ini ?”
“Ya, terutama supirnya “.
“kenapa tidak keindahan pulau ini?”
“karena supirnya lebih magis, lebih indah duduk di belakang mobilnya…”.
“mengapa, narah, kecolongan, tertipu lagi ?
“Tidak, hanya lama-lama kau seperti orang lain,
Jangan-jangan kau bukan orang yang dulu hilang “.
“kalau ya, bagaimana?”
“mengerikan aku lebih senang turun di sini dan pulang”
“bener nih?”
“Hamid, pelan donk, seperti mengejar setan saja”
“oh, aku lupa kalau di sebelahku ada nenek yang penakut”.
“iya boleh saja aku nenek, tapi aku tidak penakut, Kek”.
“kau menyebutku kakek? Kalau begitu kita pasangan tua
Yang serasi dong, makin tua makin keren”.
Begitulah, selalu ada canda di antara keduanya sampai suatu malam Hamid marah karena tokoh aku berdansa dengan pria lain. Tetapi keadaan seperti itu tidak berlangsung lama karena keduanya sudah sangat matang dalam menjalani hidup.
Keadaan ceria itu berubah saat Hamid dibawa kerumah karena kecelakaan saat berenang. Tokoh aku sangat khawatir sampai kesokan harinya dia tertidur kelelahan setelah tahajud dan berdoa semalaman.
Tapi ternyata, semuanya pura-pura. Itu cara Hamid melihat welas asih tokoh aku dan keadaan pun kembali ceria sampai mereka pulang keduanya menjalani kehidupan masing-masing. Keduanya sering bertemu tapi tak ada rencana untuk menikah karena yang terpenting bagi keduanya adalah saling memahami dan hati mereka tetap menyatu.
“kami kembali ke Jakarta, kembali menekuni hidup duniawi yang kami pilih sesuai kesenangan kami masing-masing. Tiap dia datang selalu mengingatkan jalanku harus lurus, agar roh ini nanti lapang menuju arsy. Kami tidak perlu berbicara cinta, karena kami berdua adalah cinta itu sendiri. Tak pernah saling rindu, karena di sana kami akan menyatu, sabar kami menanti. Indahnya maut kala menjemput hidup.”




V. TANGGAPAN
1. Segi Bahasa
Bahasanya sangat mudah dipahami, tidak ada kata-kata yang sulit, cukup mudah dicerna dan dimaknai.

2. Isi
Keseluruhan bagus, ada sisi religiusnya juga makna hidup yang harus kita selami
- Bahwa dalam sebuah hubungan harus saling menghormati, memahami, dan tidak merugikan salah satunya.
- Percintaan bukan hanya milik remaja 17 tahunan tapi semua umur.
- Harus selalu memegang norma-norma dan memperhatikan tanggapan orang lain disekitar kita.
- Kehidupan dunia dan akhirat harus seimbang.
Beberapa sisi negatif cerita ini adalah bahwa tidak seharusnya seorang suami lari dari tanggung jawab dan memilih orang lain yang belum jelas ikatannya. Tentang tokoh aku yang menyediakan wanita muda untuk pengunjung wisma sehingga cenderung seperti tempat maksiat sedangkan dia sosok berkerudung.
Buku ini seperti menceritakan seorang wanita berkerudung yang haus uang. Seperti dalam penggalan dibawah ini:
“…. Bukan karena lelahnya si bapak, tapi karena segan melihat istrinya yang tidak seperti pendampingnya di wismaku”.
3. Rekomendasi
Buku ini sebaiknya tidak dibaca oleh orang dewasa yang berpasangan karena ditakutkan akan mencontoh jalan ceritanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar